Menghargai Demokrasi di Sekolah

Dilihat 37712 kali
Membiasakan mengemukakan pendapat di depan publik dapat memperkuat karakter peserta didik untuk memiliki pribadi yang kuat maupun kepekaan terhadap nuansa demokrasi.

Dalam suatu kesempatan orasi calon pengurus OSIS di sekolah, dijumpai kalimat yang sangat menyentuh intuisi siapa saja yang mendengarkan. "Kita sebagai calon pengurus OSIS akan menghargai siapa saja nantinya yang akan terpilih secara demokratis, jujur, dan adil".


Kalimat tersebut sangat sederhana. Namun bila dicermati kata demi kata, ternyata kandungan maknanya sangat mendalam. Sikap keterbukaan dan kejujuran menerima kekalahan, serta menghargai siapa pun nantinya yang terpilih menjad pengurus OSIS merupakan wujud dari implementasi aksi nyata dari sebuah sistem demokrasi.


Sejak era reformasi, kehidupan masyarakat Indonesia menjadi serba terbuka dan transparan. Hal tersebut sangat memengaruhi berbagai segi kehidupan, salah satunya pendidikan yaitu dengan adanya demokrasi pendidikan yang berlangsung di sekolah sebagai satuan pendidikan tempat menyemai peserta didik dalam membentuk pribadinya secara utuh.


Demokrasi pendidikan adalah suatu pandangan yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan tenaga pendidik yang sama dan adil kepada semua peserta didiknya tanpa membeda-bedakan dalam segala aspek,termasuk dalam kegiatan pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Demokrasi pendidikan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap individu tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, dan juga status sosial, sehingga individu memiliki kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya serta mengembangkan potensi yang dimilikinya.


Selain itu, demokrasi pendidikan juga mengharapkan peserta didik aktif dan bisa dengan bebas menyampaikan pendapatnya dalam pembelajaran dan tidak hanya sebagai objek pembelajaran dari guru yang hanya pasif menerima ilmu tanpa ada tukar pendapat atau diskusi dalam pembelajaran. Dalam demokrasi pendidikan, kegiatan pembelajaran tidak hanya menekankan guru sebagai satu-satunya pusat ilmu, namun harus saling berbagi dan terbuka dengan memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya, menjawab, menyampaikan pendapat, dan memberikan sanggahan.


Pembelajaran yang demokratis terjadi ketika peserta didik tidak hanya dijadikan sebagai objek pembelajaran tetapi juga memiliki peran untuk menyampaikan pendapat, menyanggah, ataupun yang lainnya. Bahkan dalam demokrasi pendidikan, model pembelajaran harus menghindari suasana yang tegang, penuh perintah intruksi dan perintah sehingga membuat peserta didik pasif dan tidak bergairah dalam mengikuti pembelajaran.


Eksplor Kemampuan


Dalam demokrasi pendidikan peserta didik diberikan kesempatan untuk mengeksplor kemampuannya. Dalam proses pembelajaran yang demokratis, pendidik atau guru berperan sebagai fasilitator yaitu pendidik harus memberi kesempatan bagi peserta didik untuk menemukan sendiri makna informasi yang diterimanya.


Selain itu, pendidik juga berperan sebagai dinamisator dengan implikasi pendidik harus berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang terdapat dialog dan berorientasi pada proses. Pendidik juga berperan sebagai mediator yang memberi rambu-rambu atau arahan bagi peserta didik dan juga berperan sebagai motivator yang memberi dorongan agar mereka selalu bersemangat mencari ilmu.


Adapun sekolah hendaknya menjadi laboratorium kehidupan demokratis secara praktis dan konkret. Di sana mesti dibutuhkan kesadaran akan kebutuhan-kebutuhan dan prosedur untuk memahami pikiran orang lain, mendengar dan menghormati suara minoritas, serta suara-suara yan berbeda. Belajar memahami sesama haruslah menjadi anasir utama dalam belajar demokrasi. Menghargai pihak lain adalah kata kunci demokrasi (St. Kartono, 2011).


Mengelola banyak kemauan


Di sekolah, kelas bukanlah dimaknai sekadar ruangan yang dibatasi dinding-dinding mati. Kelas pertama-tama perlu dimaknai sebagai kumpulan peserta didik, jiwa-jiwa muda yang bersama hadir untuk mengelaborasikan diri. Bagi guru mengelola kelas pun berarti mengelola banyak kemauan, bukan mengatur ruangan. Oleh karena itu, peserta didik perlu didampingi dalam belajar berkompetisi, berbenturan, silang pendapat, bahkan bersitegang dengan teman sebayanya di kelas, sehingga mereka tumbuh menjadi pribadi yang kuat.


Dengan demikian, agar peserta didik mampu menghargai pihak lain, mereka perlu diberi kesempatan untuk membiasakan. Mereka perlu terus diasah pola pikir dan pola tindakannya agar selalu mengedepankan prinsip toleransi, menghargai beda pendapat, ataupun simpul-simpul pernyataan-pernyataan yang kadang kala sering tidak proporsional. Tentunya, guru perlu melakukan pendampingan, agar mereka dapat memahami bahwa perbedaan pandangan merupakan dinamika untuk memperkaya wawasan.


Guru perlu juga melakukan model pembelajaran agar peserta didik memeliki sensitifitas tinggi dengan lingkungannya. Peserta didk dapat diajak oleh guru untuk menafsirkan tempat peristiwa yang berlangsung di seluruh dunia. Hal seperti ini akan membuat mereka lebih tertarik dan menjadi sensitif terhadap kejadian di dunia yang lebih besar di sekitar mereka.


Mereka harus didorong untuk memahami bagaimana menjadi sensitif terhadap keadaan di seluruh dunia. Selain itu, mereka harus dididik dengan cara mendorong mereka untuk mengambil langkah-langkah baik sebagai individu atau sebagai bagian dari kelompok untuk ikut berkontribusi mencari solusi terhadap masalah yang ada di dunia maupun lingkungannya.


Pendidikan demokratis akan dapat terealisasi sesuai dengan harapan tentunya membutuhkan kebersamaan semua warga sekolah agar praktik-praktik dan suasana demokratis dapat menjadi pembiasaan. Implementasi pembiasaan tersebut membutuhkan kultur sekolah yang nyaman dan mengakomodasi kepentingan semua pihak.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar