Pembelajaran Kolaboratif Untuk Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Siswa

Dilihat 1612 kali

Oleh : P. Budi Winarto, S.Pd*)


PEMBELAJARAN kolaboratif merupakan salah satu strategi proses pedagogis di kelas yang bisa dipraktikan oleh guru dalam mengimplentasikan kurikulum merdeka. Mempraktikan  pembelajaran kolaboratif di kelas bukanlah sekadar menerapkan teknik pengajaran yang berbeda dibandingkan dengan praktik umum proses pengajaran satu arah yang dilakukan oleh guru di sekolah. Lebih dari itu, pembelajaran kolaboratif mesti juga disertai dengan perubahan peradigma guru dalam memandang ilmu pengetahuan dan peran serta siswa dalam proses pembelajaran. Tanpa disertai paradigma ini, pembelajaran kolaboratif hanya merupakan praktik pembelajaran kolaborasi yang semu.

Di sinilah letak pentingnya sebuah pembelajaran secara kolaboratif. Sebab, dengan pembelajaran kolaboratif, siswa belajar memahami pandangan dan pemikiran satu sama lain, bersifat kritis dan afimatif, di mana mereka sejak dini diperkenalkan metode pembelajaran bersama. Melalui metode kolaboratif ini siswa juga diajak untuk membuat konsensus bersama, berani menyumbangkan pengetahuan yang selama ini telah dimilikinya kepada rekan lain, dan secara bersama-sama mencoba memecahkan persoalan. Metode pembelajaran kolaboratif yang dipahami secara mendalam sebagai proses berbagi ilmu dan membangun kesepakatan bersama merupakan latihan-latihan konkret bagi berkembangnya ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, dalam proses belajar tidak ada otoritas tunggal, misalnya otoritas guru. Berbagai macam pemikiran, ide dan gagasan yang berbeda, sejauh dapat dipertanggungjawabkan mesti diberi tempat dalam setiap proses pembelajaran.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara kepercayaan satu sama lain dan kerja sama dalam meningkatkan prestasi siswa (Bryk dan Schneider, 2002). Bukan hanya itu, Coopersmith (1967) telah lama menemukan kenyataan bahwa harga diri siswa meningkat ketika mereka mampu melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dan ini semua diakui oleh teman-teman sebaya. Pembelajaran bersama mampu meningkatkan kemampuan akademis, menumbuhkan kemampuan interpersonal siswa, dan dengan demikian meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri mereka (Slavin, 1983). Untuk itu pembelajaran kolaboratif hanya bisa terjadi jika empat nilai dihormati dalam proses pembelajaran, yaitu rasa hormat (respect), kompetisi, rasa hormat individu satu sama lain (personal regard for others, dan integritas). Pembelajaran kolaboratif juga dapat melibatkan berbagai macam keterampilan yang diperlukan bagi pembentukan karakter siswa, seperti kemampuan berkomunikasi satu sama lain, kemampuan interpersonal, kemampuan dalam memecahkan masalah, kemampuan berorganisasi dan membangun kelompok, dan kemampuan untuk mengevaluasi pemahaman  diri (self reflection skills) (Kampwirth, 2003). Nilai-nilai ini sangat sentral bagi pembentukan karakter keilmuan setiap siswa.

Pembelajaran secara kolaboratif juga membantu menumbuhkan rasa percaya diri siswa sebagai pembelajar yang produktif, yang tahu apa makna belajar dalam kebersamaan dengan orang lain. Melalui pembelajaran kolaboratif ini siswa dapat mengembangkan keberanian intelektual (intellectual courage). Kejujuran akademis (intell ectual honesty), dan keteguhan dalam mempertahankan pendapat (wise restraint). Keberanian intelektual berkaitan dengan kesedian siswa untuk siap mengoreksi dan memperbaiki pemahaman dan pengetahuan diri secara terus menerus. Kejujuran akademis lebih berkaitan dengan sikap bahwa kita mesti siap mengubah keyakinan diri jika memiliki alasan yang masuk akal dan rasional untuk mengubahnya. Sedangkan keteguhan mempertahankan pendapat berkaitan dengan keteguhan seorang individu untuk berani mempertahankan pendapatnya, dan tidak serta merta mengubahnya jika tidak memiliki alasan kuat untuk mengubah setelah melalui proses penyelidikan dan refleksi yang serius (Lampert, 2001: 266-268).

Salah satu strategi pembelajaran kolaboratif yang bisa diterapkan dalam pengajaran di kelas, misalnya diskusi buku/bedah buku (book group) (Schulte, 2006). Untuk itu, ada tujuh langkah yang bisa dikerjakan.

  1. Pembelajaran bersama dilakukan melalui diskusi buku atau artikel. Guru membagi kelompok belajar dengan anggota sekitar 4-5 siswa. Mereka diminta membahas persoalan dan tema yang relevan dengan materi pembelajaran. Guru memberikan artikel pengantar untuk informasi awal, agar siswa dapat menganalisis kekuatan dan kelemahan tema yang dibahas seorang penulis.
  2. Kelompok membentuk sekretaris yang akan merangkum isi diskusi kelompok, ada siswa yang diserhi tanggung jawab mengorganisir waktu untuk memastikan bahwa setiap siswa terlibat, lalu kelompok  menunjuk seorang jurubicara untuk presentasi di dalam kelas.
  3. Sebelum memulai diskusi kelompok guru mesti mengingatkan norma bersama dalam pembelajaran kolaboratif, yaitu agar setiap siswa terlibat aktif dan bertanggung jawab dalam setiap pertemuan kelompok diskusi dan mengingat norma berikut ini: menghormati dan mau mendengarkan pendapat siswa lain, datang ke kelas dengan telah mempersiapkan materi yang akan dibahas, dan memberikan kesempatan pada siswa lain agar mereka memperoleh kesempatan bicara.
  4. Jika akhirnya dalam kelompok tidak ditemukan kesepakatan bersama, pada siding pleno kelas, mereka mesti menjelaskan mengapa terjadi ketidaksepakatan di dalam kelompok. Setiap anggota berhak memiliki keyakinan diri atas pengetahuan yang dimilikinya, meskipun tidak memiliki dukungan di dalam kelompok.
  5. Diskusi diakhiri dengan pemikiran kritis dan tanggapan serta evaluasi kelompok terhadap topic yang dibahas.
  6. Pembahasan dalam kelompok diangkat ke siding pleno pembahasan dengan seluruh kelas. Guru mengajak siswa untuk melihat kembali materi apa yang memperkaya dan mereka pahami, melihat poin-poin mana yang masih menjadi perdebatan, serta mengajak siswa untuk mengambil sikap pribadi atas persoalan yang dibahas.
  7. Sebagai penutup siswa diajak untuk melihat relevansi pembahasan tema tersebut bagi hidup mereka dan masyarakat.

Ada banyak yang bisa dipergunakan oleh guru untuk mengembangkan pembelajaran kolaboratif dalam kelas. Untuk itu, guru pun dituntut memiliki kreativitas dalam melaksanakan metode ini. Namun, lebih dari sekadar perubahanteknis pedagogis dalam pengajaran, pembelajaran kolaboratif memiliki paradigma berbeda dibandingkan dengan cara pembelajaran satu arah, yaitu terutama kepercayaan pada kemampuan individu dalam mengkonstruksi pengetahuan dalam kebersamaan dengan komunitas dan pandangan bahwa ilmu pengetahuan itu sesungguhnya adalah hasil dari pembelajaran bersama dalam sebuah komunitas.

Guru mesti percaya bahwa siswa memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuan, menerima pengetahuan secara kritis, dan menghayati makna pengetahuan itu sesuai dengan pengalaman hidupnya. Sikap demikian ini mengandaikan adanya keterbukaan  dan kerendahan hati sebab terjadi perubahan peranan guru dalam pendidikan. Guru adalah fasilitator dan subjek yang sama-sama memiliki otonomi dalam mencari kebenaran pengetahuan. Hanya dalam persamaan kedudukan seperti ini, siswa dapat semakin bertumbuh dalam rasa percaya diri dan berani melatih pemikiran kritis, kebebasan berpendapat dan mampu mempertanggungjawabkannya dalam komunitas.

Model pembelajaran kolaboratif selaras dengan gagasan perubahan yang menjadi jiwa kinerja seorang guru. Siswa bukan hanya dapat membentuk pengetahuan baru, melainkan juga mereka mampu bersikap kritis terhadap kenyataan sehingga dengan demikian mereka memiliki kemampuan untuk mentransformasi kenyataan itu secara terus menerus dalam kebersamaan dengan komunitas. Semoga.


*)Penulis adalah guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar