Topeng Ireng Dayakan, Metamorfosis Petani Ladang Ke Tarian

Dilihat 19294 kali
Penari Topeng Ireng Dayakan asal Kabupaten Magelang

BERITAMAGELANG.ID - Hentakan kaki mengeluarkan bunyi gemerincing berkepanjangan. Suara itu lahir dari ratusan butir lonceng kecil di atas mata kaki hingga lutut para penari. 


Kibasan tangan para penari menggambarkan semangat para petani menaklukan ladang alam di lereng pegunungan wilayah Kabupaten Magelang.


Itulah tari Topeng Ireng atau yang dikenal dengan Dayakan. Tarian rakyat kreasi baru ini merupakan metamorfosis kesenian Kubro Siswo yang berkembang di daerah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.


Tidak sekedar menari, Topeng Ireng juga simbol kemajuan generasi desa.


"Kegiatan positif untuk anak-anak muda sejak tahun 2006," cerita Giring selaku penggerak seni Topeng Ireng Bergodo Suto Genito (BSG) dari Dusun Genito Lor Desa Genito Kecamatan Windusari Kabupaten Magelang.  


Wilayah Genito Windusari Kabupaten Magelang ini merupakan pemukiman di lereng Gunung Sumbing. Masyarakatnya adalah para petani ladang dan sebagian pedagang sayuran hasil panenan.


Sejumlah sumber tertulis menyebutkan, bahwa nama Topeng Ireng sendiri berasal dari kata Toto Lempeng Irama Kenceng. Toto artinya menata, lempeng berarti lurus, irama berarti nada, dan kenceng berarti keras. Oleh karena itu, dalam pertunjukan Topeng Ireng para penarinya berbaris lurus dan diiringi musik berirama keras dan penuh semangat.


Daya tarik utama yang dimiliki oleh kesenian Topeng Ireng terletak pada kostum para penarinya yang hampir mirip dangan suku indian di Amerika atau suku dayak di Kalimantan. 


Hiasan bulu warna-warni serupa mahkota kepala suku Indian menghiasi kepala setiap penari. Senada dengan mahkota bulunya, riasan wajah para penari dan pakaian para penari juga seperti suku Indian. Berumbai-rumbai dan penuh dengan warna-warna ceria. 


Sedangkan kostum bagian bawah seperti pakaian suku Dayak, rok berumbai-rumbai. Untuk alas kaki biasanya mengenakan sepatu gladiator atau sepatu boot dengan gelang kelintingan yang hampir 200 buah setiap pemainnya dan menimbulkan suara riuh gemerincing di tiap gerakannya.


Setiap pertunjukan Topeng Ireng akan riuh rendah diiringi berbagai bunyi-bunyian dan suara. Mulai dari suara hentakan kaki yang menimbulkan bunyi gemerincing berkepanjangan, suara teriakan para penari, suara musik yang mengiringi, hingga suara penyanyi dan para penonton. 


Lagu berbahasa Jawa sholawatan/ kasidah hingga dangdut menjadi ciri khas iringan pentas tari ini.


Alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi pertunjukan Topeng Ireng sangat sederhana seperti gamelan, kendang, terbang, bende, seruling, dan rebana. Alunan musik ritmis yang tercipta akan menyatu dengan gerak dan teriakan para penari sehingga pertunjukan Topeng Ireng terlihat atraktif, penuh dengan kedinamisan dan religius. 


Biasanya penarinya terdiri dari 10 orang atau lebih dan membentuk formasi persegi atau melingkar dengan gerak tari tubuh yang tidak terlalu kompleks. Para penari juga terlihat sangat ekspresif dalam membawakan tariannya.


"Gerak lebih kebersamaan, dinamis menyesuaikan irama bedug dan lagunya," tutur Giring yang ditemui BeritaMagelang.id pekan ini.


Menurut Giring menjadi penari Topeng Ireng dayakan diperlukan usaha latihan dan modal. Untuk satu set pakaian dan mahkota bulu penari harus  'ragat' biaya membeli Rp 1 juta lebih. Itu belum termasuk lonceng, bedhak, dan krincing di kaki sekitar 200 biji. Setiap satu set krincing harga sekitar Rp 200 ribu.


Begitulah berkesenian bagi masyarakat pedusunan, bukan materi karena seni tradisi itu membentuk budi pekerti. Simbol gotong royong dalam satu gerak dari ladang ke tarian.


"Semangat kita, pentas hasilnya hati senang dan kebersamaan," tutur Giring.


Giring mengaku menggantungkan hidup sebagai perajin aneka kostum kesenian. Dari hasil pentas kelompoknya ini memiliki andil dalam pembangunan desanya. Karena setiap dana yang didapat dari pentas menjadi kas, modal simpanan untuk kebutuhan desanya. 


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar