Pentingnya Pendidikan Memaafkan Pada Anak Cucu

Dilihat 3640 kali
Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hisan, Dusun Nglarangan, Sidoagung, Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan Anggota DPR-RI 2014-2019, Drs. KH Choirul Muna

BERITAMAGELANG.ID - Seluruh umat Islam di Dunia merayakan kemenangan dan kembalinya ke fitrah di Hari Raya Idul Fitri. Perayaan kembali ke fitrah juga diisi dengan saling ikhlas memaafkan antar umat muslim, sebagai salah satu wujud pembersihan hati.


Indonesia merupakan satu-satunya negara yang mempunyai agenda bersilaturahmi ke sanak saudara dan keluarga saat Idul Fitri, sehingga tercipta  kerekatan sosial. 


Salah satunya dengan berkumpul dan bertatap muka langsung dengan saling memaafkan yang disebut dengan Halal Bi Halal. Setiap rumah umat muslim menyediakan beraneka macam suguhan untuk tamu yang berkunjung.


Awal mula terjadinya hal tersebut, ialah hasil gagasan dari KH. Abdul Wahab Hasbullah pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang bertujuan meredam api permusuhan yang sebelumnya terjadi.


"Pada 1946 bertepatan dengan kondisi hubungan antara elite politik di Indonesia sedang terjadi perpecahan. Menyikapi hal tersebut, KH. Abdul Wahab Hasbullah memberi saran kepada Ir. Soekarno untuk mengadakan sebuah pertemuan bersama dan mengadakan Halal Bi Halal saat dalam momen Idul Fitri, sebagai salah satu upaya meredam situasi politik yang sedang konflik," kata Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hisan, Dusun Nglarangan, Sidoagung, Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Choirul Muna. 


Menurut Gus Muna, sapaan akrabnya, gagasan tersebut dilaksanakan dan kemudian dijadikan tradisi oleh Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, dan hingga saat ini dilestarikan sebagai tradisi di Indonesia.


Kegiatan tersebut juga dilakukan oleh masyarakat yang berada di daerah kampung atau pedesaan dan kalangan NU sebagai penetas idenya.


"Hal tersebut dinilai menarik dan bagus di kalangan intelektual yang ada di perkotaan, kemudian berkembang yang awalnya dari pelosok pedesaan menyebar ke area perkotaan. 


Para tokoh muslim seluruh dunia memberikan apresiasi dan tanggapan positif kepada umat Islam di Indonesia dengan adanya tradisi khas Indonesia tersebut," imbuh Anggota DPR-RI periode 2014-2019 itu.


Kegiatan tersebut juga mempunyai hubungan dengan hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi 'Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahmi' (HR. Muttafakun 'alaih dari Anas bin Malik R.A.).


Namun, pada era saat ini terjadi pergeseran nilai budaya yang mengakibatkan generasi muda kurang memahami betul makna saling memaafkan dan Halal Bi Halal.


"Fenomena yang terjadi saat ini, sebagian generasi muda hanya mengunjungi ke tempat yang menurut mereka menarik saja. Biasanya lebaran di hari kedua, ketiga dan seterusnya yang masih dalam kondisi libur lebih tertarik mengunjungi tempat wisata.


Bahkan, sangat disayangkan generasi muda melakukan pacaran atau hal yang kurang nilai manfaat baiknya di tempat tersebut," tuturnya.


Hal ini sebagai wujud dampak penanaman nilai tradisi/budaya saling memaafkan kepada generasi muda masih kurang.


Dijelaskannya, penanaman pendidikan karakter kepada anak cucu dalam hal maaf-memaafkan perlu ditekankan. Pendidikan memaafkan ini merupakan suatu hal yang penting kepada keluarga, orang tua, guru dan para Kyai. Harapannya momen silaturahmi saat lebaran ini tidak hanya berlangsung di hari pertama atau kedua saja, tapi durasinya bisa diperpanjang lagi.


Gus Muna memberi beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh para orang tua terkait penanaman nilai tersebut.


"Pertama, orang tua perlu memberi nasehat dalam lingkungan keluarga, bahwa tidak ada manusia yang luput dari kesalahan.


Orang tua memberikan contoh tentang hal introspeksi diri, bahwa kita harus sadar punya kesalahan dan wajib minta maaf kepada orang lain," jelasnya.


Ditambahkannya, pihak orang tua harus memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk kepada anak cucunya, untuk bersedia minta maaf kepada orang lain. 


Hal ini perlu karena jika tidak ada bimbingan dan arahan, anak tidak mempunyai gambaran atau petunjuk tentang bagaimana cara yang tepat minta maaf kepada orang lain.


"Kedua, anjangsana tidak hanya kepada yang masih hidup saja, namun juga bisa diajak ke makam saudara/keluarga yang sudah meninggal. Harapannya agar anak mengetahui sejarah atau urutan silsilah keluarganya.


Orang tua harus pandai dalam mengemas segala kegiatan yang berhubungan dengan rekreasi. Dimaksudkan, agar anak tidak ber-mindset bahwa saat liburan Idul Fitri /lebaran digunakan untuk rekreasi tapi difokuskan untuk lebih menjalin eratnya kekeluargaan," pesannya.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar