Ajak ATS Bersekolah KMPP Keliling 4 Kecamatan

Dilihat 885 kali
Komunitas Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPP) Kabupaten Magelang, lakukan menginventarisasi faktor-faktor penyebab Anak Tidak Sekolah (ATS) di wilayah Kabupaten Magelang.

BERITAMAGELANG.ID - Komunitas Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPP) Kabupaten Magelang, terus menginventarisasi faktor-faktor penyebab Anak Tidak Sekolah (ATS) di wilayah ini. Mereka berkeliling ke sejumlah desa dibeberapa kecamatan yang tingkat ATSnya tinggi, Kamis (16/11/2023). Meliputi Desa Sutopati, Kecamatan Kajoran, Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik, Desa Purwodadi Kecamatan Tegalrejo dan ke Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan.

Ada yang menarik saat Tim dari KMPP berkunjung ke Desa Sutopati. Ternyata beragam faktor yang menyebabkan banyak ATS di desa yang berada di lereng Gunung Sumbing tersebut. Selain karena biaya dan jauh dari lembaga pendidikan setingkat SMA, tapi ada budaya ditengah masyarakat yang hingga kini masih bertahan. Yakni menikahkan anaknya saat usia muda 15 -17 tahun atau setara SMP.

Kades Sutopati, Kajoran, Slamet Nursidi mengakui, banyak warganya tidak melanjutkan sekolah (ATS) tersebut. Ada beberapa diantaranya yang putus sekolah saat jenjang SD, ada pula yang hanya sampai jenjang SMP. "Umumnya, tidak melanjutkan sekolah kejenjang SMA. Beragam faktor. Selain biaya dan jauh dari lembaga pendidikan setingkat SMA, tapi juga karena budaya masyarakat untuk menikahkan anaknya selepas lulus SMP," katanya.

Diakui, diwilayahnya untuk bersekolah ke jenjang SMA, cukup jauh. Jadi motivasinya untuk melanjutkan jadi kurang. Ini juga karena faktor biaya. Namun budaya disini, anak perempuan yang sudah umur sekitar 16 tahun atau lulus SMP, langsung dinikahkan atau dijodohkan. "Untuk yang laki-laki, biasanya memilih bekerja disektor pertanian karena kondisi geografinya memang mendukung," ungkapnya.

Sementara Kudaifah dari Komunitas Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPP) Kabupaten Magelang mengatakan, tanggung jawab orang tua terhadap anak itu ada tiga. Pertama, memberikan nama yang baik. Kedua, menyekolahkan yang tinggi minimal 12 tahun atau jenjang SMA, syukur hingga perguruan tinggi. "Tanggung jawab ketiga adalah menikahkan anak-anaknya. Dan itu baik dilakukan, kalau setelah selesai jenjang SMA," jelasnya. 

Pihaknya mengaku, prihatin melihat masih banyaknya warga di Desa Sutopati yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA. Apalagi, masih ada beberapa orang tua yang berpikiran "kuno", yakni tanggungjawab untuk menyekolahkan anaknya hanya sampai di jenjang SMP, setelah itu menikahkan. "Budaya atau ungkapan ini yang harus dirubah. Kalau sudah memberi nama yang bagus, menyekolahkan yang tinggi minimal hingga SMA syukur hingga perguruan tinggi, baru menikahkan," imbuhnya.

Ditegaskan, dengan semakin tinggi jenjang pendidikannya, anak-anak kita akan jauh lebih siap saat berkeluarga dan menghadapi dunia kerja. Di sisi lain, jika banyak warga Desa Sutopati yang berpendidikan tinggi minimal SMA, tentu akan bisa ikut berkontribusi memajukan desa. Apalagi, Desa Sutopati sangat potensi untuk menjadi desa wisata. "Disinikan ada curug atau air terjun silawe, pemandangan alamnya juga bagus. Kalau ini didukung semua warga terutama para pemuda dan pemudi yang memiliki pendidikan tinggi, tentu akan cepat perkembangannya," harapnya. 

Ditambahkan Ketua KMPP Kabupaten Magelang, Eko Triyono, untuk Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, terdapat 48 ATS. Saat dikunjungi tadi, mereka langsung mendaftar dan siap melanjutkan sekolah melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sawangan. "Dari 48 ATS di desa ini, ada beragam alasan. Umumnya masalah biaya, kerja dan menikah. Beberapa diantaranya, ada yang berhenti saat masih di kelas satu SMP, kelas 3, lulus kelas 3 tapi tidak melanjutkan, tidak melanjutkan setelah kelas 1 dan 2 SMA. Namun kami senang, karena setelah kita datang dan dialog, mereka semangat untuk melanjutkan sekolah kembali di PKBM Sawangan," imbuhnya.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar