Aksi Nyata Kongres Kebudayaan Indonesia

Dilihat 515 kali
Kebudayaan akan dapat terbangun secara optimal apabila terjalin kolaborasi sinergis antar berbagai komponen di masyarakat. Komunikasi aktif Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid dengan para seniman dalam acara Festival Ruwat Rawat Borobudur di Pendopo TIC Borobudur beberapa waktu lalu.

Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) yang berlangsung di Jakarta pada 23-27 Okober 2023 telah melahirkan sejumlah gagasan kebudayaan dari perwakilan seniman juga budayawan seluruh Nusantara. KKI 2023 dapat terlaksana dengan sukses, sebagai ruang berkumpul bagi para pemangku kepentingan untuk berdialog, menyampaikan pendapat agar pembangunan kebudayaan Indonesia lebih terarah, berdampak, dan berbasis pada kebutuhan masyarakat.


Melalui KKI ini, telah dihasilkan setidaknya 10 gagasan utama yang signifikan juga penting dalam mendukung serta memperkuat pemajuan kebudayaan Indonesia. Salah satunya menyebut, periode 2024-2029 merupakan babak penting dalam meletakkan pemajuan kebudayaan sebagai kebutuhan dasar publik, dan sekaligus panduan transformasi ekonomi, sosial, dan ekologi untuk mencapai target visi Indonesia 2045.


KKI yang diselenggarakan di Jakarta tersebut, paling tidak dapat menjadi ruang dialog sebagai pedoman arah kebijakan kebudayaan ke depan. Dengan ruang dialog tersebut dapat terakomodasi berbagai permasalahan kebudayaan yang muncul di daerah untuk mendapat solusi terbaik. Rekomendasi dari KKI tersebut terbukti sangat membumi, menukik, dan memberi harapan bahwa bangsa Indonesia mampu mengemban tanggung jawab sebagai bangsa adidaya budaya (Kompas, 31/10/2023).


Pencipta dan Pengguna Kebudayaan


Tidak bisa dipungkiri, manusia dalam hidup kesehariannya tidak akan lepas dari kebudayaan, karena manusia adalah pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri. Dalam dinamika kehidupannya manusia dapat hidup di dunia ini karena didukung oleh peran kebudayaan yang menyertai. Dalam aktivitas keseharian, manusia selalu melihat dan menggunakan kebudayaan, bahkan kadangkala disadari atau tidak manusia telah masuk dalam pola normatif kebudayaan tersebut. Oleh karena itu, manusia dan kebudayaan merupakan suatu pola mutual yang saling membutuhkan satu sama lain.


Sumaryono dalam buku Antropologi Tari Dalam Perspektif Indonesia (2016) menegaskan bahwa kebudayaan lahir juga karena proses kehidupan manusia tersebut. Tidak bisa dipungkiri dalam proses perjalanan waktu, sebagai suatu proses kehidupan yang dinamis, manusia dan kebudayaan tersebut senantiasaa berbanding lurus untuk selalu adaptif dan melakukan perubahan. Adapun perubahahan tersebut merupakan suatu pertanda kehidupan yang juga selalu dinamis selaras dengan dinamika zaman.


Kebudayaan juga, berfungsi mengatur agar manusia memahami cara bertingkah laku, berbuat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di masyarakat, sehingga segala ketentuan di dalam masyarakat diharapkan dapat berjalan sesuai dengan harapan komunitas yang berada di daerah tersebut. Di samping itu, masyarakat juga diharapkan memiliki kapabilitas dalam beradaptasi dengan lingkungannya, agar semuanya dapat berjalan paralel.  


Di samping itu, kebudayaan juga berisi norma-norma sosial yakni sendi-sendi masyarakat yang berisi sanksi-sanksi atau hukuman-hukuman yang dijatuhkan oleh golongan bilamana peraturan yang dianggap baik untuk menjaga keutuhan dan keselamatan masyarakat dilanggar. Norma-norma itu merupakan kebiasaan-kebiasaan hidup, adat istiadat, kebiasaan atau habituasi. 


Di sini, kebudayaan memiliki peran signifkan menjadi regulasi agar manusia dapat melakukan pola kehidupan normatif sesuai dengan pranata yang berlaku. Apabila masyarakat konsisten dalam menjalankan norma-norma kebudayaan, akan terbangun kehidupan harmonis dan saling toleran.


Dengan demikian, substansi kebudayaan sangat kompleks. Publik pada umumnya hanya menafsirkan kebudayaan pada aspek kesenian saja. Kesenian hanya bagian dari 7 unsur kebudayaan sebagai wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia yang memberikan santapan rohani kepada semua pihak. Wujud hasil karya manusia dalam unsur kebudayaan sering disebut dengan wujud estetika.


Kabupaten Magelang memiliki potensi luar biasa terkait dengan aspek-aspek kebudayaan tersebut. Sampai saat ini tercatat 2.700 kelompok seni dengan jumlah 50 jenis seni, baik seni pertunjukan, seni rupa, maupun seni media rekam. Jenis seni tersebut tersebar di 21 kecamatan. Belum lagi, dengan berbagai upacara-upacara adat seperti upacara nyadran yang setiap desa pasti mengadakan tiap tahunnya. Upacara ritual lain, seperti Sungkem Tlompak di lereng Merbabu, Ritual Sendang Suruh di Giri Tengah Borobudur, Upacara Suran Tutup Ngisor Merapi, dan peritiwa-peristiwa budaya lain yang menyertai.


Potensi kebudayaan di Kabupaten Magelang tersebut, dapat menjadi indikator bahwa, kebudayaan di Kabupaten Magelang berkembang dinamis. Di sini peran kebudayaan sangat signifikan untuk membentuk karakter, norma, moral serta pola interaksi sosial di masyarakat, yang tentu saja sangat berkorelasi dengan pengambilan kebijakan dan strategi pembangunan di sebuah daerah. Pada prinsipnya, kebudayaan tidak hanya sekadar warisan untuk dilestarikan, tetapi juga kekuatan untuk mendorong kreativitas dan pembangunan berkelanjutan.


Aksi Nyata


Hasil KKI yang telah melahirkan sejumlah gagasan pencerahan kebudayaan sekaligus  penguat UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayan tersebut kiranya perlu ditindaklanjuti dengan aksi nyata. Rumusan KKI dapat menjadi pijakan utama bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat dalam menentukan peta jalan kebudayaan ke depan.


Tak kalah pentingnya diseminasi hasil KKI dan menggaungkan ke seluruh Indonesia segera diimplementasikan. Ekspektasinya, secara cepat informasi tersebut dapat diterima oleh berbagai kalangan tanpa terkecuali. Difasilitasi oleh pemerintah daerah dengan dibantu seniman yang mengikuti KKI tersebut, hasil KKI dapat didesiminasikan ke seluruh pelaku budaya di wilayahnya masing-masing.


Dari diseminasi tersebut dapat diidentifikasi, potensi budaya yang perlu digarap di masing-masing daerah. Sebagai misal di Kabupaten Magelang dengan segudang potensi budaya yang dimiliki, tentunya masing-masing kelompok seni atau budaya lainnya membutuhkan pendampingan dari pemerintah.


Sementara saat ini, keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah kadang kala menjadi kendala. Untuk itu kiranya perlu dicarikan solusi agar kendala-kendala tersebut direduksi. Alternatifnya, dengan mengangkat tenaga pamong budaya sesuai kompetensinya di masing-masing kecamatan dengan tugas pokok dan fungsinya melakukan pendampingan kebudayaan, sesuai dengan arah dasar rujukan rekomendasi dalam KKI tersebut.


Kolaborasi sinergis tersebut dapat menjadi pemantik dan sekaligus memberikan penyadaran kepada semua pihak bahwa kebudayaan berperan penting sebagai pendukung pembangunan berkelanjutan, karena bersinggungan dengan kehidupan manusia dengan berbagai aspeknya yang dapat menjadi sumber daya untuk menghadapi berbagai tantangan seperti ekologi, ekonomi, dan sosial.


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar