Generasi Sandwich, Putus Atau Terus?

Dilihat 1191 kali
Beratnya menjadi Generasi Sandwich (Foto : dokumen pribadi)

Apa yang terbenak pertama kali ketika mendengar kata sandwich? Roti yang ditumpuk dengan isian selada segar, irisan tomat, keju, timun dan daging asap. Belum lagi ditambah aneka saus yang lezat lalu dimakan pagi-pagi sebagai sarapan ala-ala orang barat? Yap, lezat bukan? Lalu bagaimana jika mendengar kalimat generasi sandwich, apakah selezat yang dibayangkan?


Generasi sandwich adalah mereka orang dewasa paruh baya yang terlibat dalam mengasuh dua generasi yaitu orang tua lanjut usia dan anak-anak. Dalam pengertian individual, istilah ini menggambarkan orang-orang yang terjepit di antara tuntutan simultan merawat orang tua yang sudah lanjut usia dan mendukung anak-anak mereka yang masih bergantung (Ward & Spitze, 1998). Kondisi ini diibaratkan seperti sandwich yang terhimpit oleh dua roti bagian atas dan bawah. Roti atas diasumsikan sebagai orang tua, roti di bawah ibaratnya anak, sedangkan daging isinya adalah diri sendiri yang disebut generasi sandwich.


Secara umum, karakteristik individu yang berada pada generasi sandwich adalah pria maupun wanita dengan kisaran usia 30 tahun ke atas yang telah menikah dan bekerja. Beban yang ditanggung generasi sandwich meliputi tanggung jawab secara ekonomi, mental-emosional, fisik dalam memberikan perawatan, transportasi, waktu, makan, perawatan kesehatan dan berbagai urusan rumah tangga lainnya baik bagi anak dan pasangan maupun orang tua serta diri sendiri.


Penyebab dan Dampak dari Generasi Sandwich


Banyak orang yang terpaksa harus menjadi generasi sandwich dengan berbagai permasalahan. Hal ini banyak dijumpai di negara berkembang termasuk Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) selama lima tahun terakhir menunjukkan rasio ketergantungan lansia (usia 60 tahun ke atas) terus meningkat dari 15.54% pada tahun 2020 menjadi 16,76 di tahun 2021. Fakta tersebut artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung setidaknya 17 orang penduduk lansia. Peningkatan penduduk lanjut usia berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan, termasuk perawatan, yang pada akhirnya menjadi beban ekonomi penduduk usia produktif dalam rangka pembiayaan penduduk lanjut usia.


Fenomena generasi sandwich bisa dipengaruhi oleh banyak faktor baik keluarga maupun kondisi suatu negara. Salah satu yang utama adalah minimnya pengetahuan mengenai perencanaan keuangan. Gaya hidup konsumtif, gemar berhutang untuk keinginan bukan kebutuhan, bersenang-senang saat masih muda dan bekerja sehingga lupa menabung menjadi penyumbang banyaknya generasi sandwich. Selain itu tidak adanya jaminan kesehatan yang berlaku seumur hidup.


Di Indonesia, secara sosiologis hutang budi merupakan wujud dari konsep resiproritas sehingga seolah disikapi dengan memberi bantuan kembali kepada siapapun yang telah memberikan bantuan sebelumnya. Sering sekali dijumpai beberapa orang yang "nggak enakan". Hal ini termasuk pula pada hubungan anak dengan orang tua. Keadaan demikian menjadikan anak ikut menanggung beban orang tua sebagai balas budi lalu pada akhirnya masuk dalam generasi sandwich. Selain itu andil negara seperti kesulitan bagi lansia mendapatkan kemandirian secara finansial.


Individu yang berada dalam situasi generasi sandwich cenderung lebih emosional dalam bertanggung jawab dan lebih rentan mengalami burnout yaitu kelelahan fisik dan mental. Dampak negatif lain seperti kondisi pernikahan, gangguan tidur, kecemasan, perasaan yang selalu khawatir, jika tidak dapat mengendalikan diri sendiri berujung pada depresi.


Memutus Rantai Generasi Sandwich


Rantai generasi sandwich harus segera diputus, untuk itu inilah beberapa langkah tepat untuk memutuskan generasi sandwich:


1.    Disiplin untuk menabung

2.    Cermat berasuransi

3.    Menghindari sifat konsumtif dan berhutang

4.    Menyiapkan program pensiun

5.    Komunikasi dengan pasangan atau kerabat

6.    Menambah sumber penghasilan


Ketika berada pada generasi sandwich, hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres sebagai berikut:


1. Me Time (Meluangkan waktu untuk diri sendiri)

Sesekali luangkan waktu untuk diri sendiri dari segala aktivitas seperti melakukan hobi, sekedar nonton film terbaru, olahraga.


2. Meminta bantuan

Tak perlu malu ketika sudah sangat kerepotan berada pada kondisi generasi sandwich, misalnya mencari bantuan untuk mengurus kebersihan rumah atau perawatan orang tua yang sedang sakit, sehingga generasi sandwich dapat fokus bekerja.


3. Komunikasikan dengan keluarga

Komunikasi yang baik dengan keluarga merupakan dukungan sosial yang dibutuhkan oleh generasi sandwich dalam situasi yang tidak mudah.


4. Menikmati momen yang ada

Apabila tidak dapat lepas dari kondisi generasi sandwich, maka melepaskan semua kepenatan dengan cara menerima dan menikmati momen yang ada dengan segala hal positif seperti dapat melihat pertumbuhan anak, melihat senyum orang tua setiap saat.


5. Konsultasi dengan psikolog atau psikiater

Saat beberapa jalan keluar mulai buntu, konsultasi dengan tenaga yang ahli di bidangnya menjadi salah satu solusi. Tak perlu malu untuk mendatangi mereka di klinik tempat mereka praktek.


Untuk para generasi sandwich, pandai-pandailah mengelola fisik dan mental agar menjadi generasi sandwich yang sehat dan bisa mengoptimalkan kesehatan dan kesejahteraan tiga generasi, yaitu generasi dirinya, serta dua generasi lain yang dirawatnya. Tetap semangat, salam sehat selalu.


(Oleh: Fajar Nur Farida, S.E, M.P.H, Administrator Kesehatan Muda, RSUD Muntilan Kab. Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar