Hambatan, Ancaman dan Tantangan di Pemilu 2024

Dilihat 52238 kali
Bawaslu Kabupaten Magelang saat menggelar Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP)

Oleh : Yohanes Bagyo Harsono, ST^)

 

PESTA Demokrasi di Indonesia untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Legislatif mulai dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pusat, propinsi hingga kabupaten/kota akan segera dilaksanakan, tepatnya pada Rabu 14 Februari 2024 mendatang. Pemilu serentak ini akan menjadi ujian yang sesungguhnya bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan demokrasi. Seperti pada pemilu - pemilu sebelumnya, tentu banyak hambatan, ancaman dan tantangan yang akan dihadapi. Tidak hanya oleh pemerintah, penyelenggara, tapi juga rakyat Indonesia secara luas.

Sejak dilaunching tahapan Pemilu oleh KPU pada 14 Juni 2022 lalu, dinamika perpolitikan di Indonesia, mulai dinamis. Terutama sejak sejumlah Parpol dan gabungan Parpol mulai menjalin komunikasi-komunikasi politik untuk saling membangun koalisi. Demikian pula saat masuk tahapan pencermatan data pemilih dan kini pencalegkan. Dinamika terus berubah dan berkembang.

Terlepas dari itu, dipastikan akan ada banyak hambatan, ancaman dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, para penyelenggara Pemilu dan seluruh rakyat Indonesia dalam upaya untuk mewujudkan Pemilu berkualitas di Tahun 2024 mendatang. Selain tentunya masalah teknis persiapan Pemilu, masalah partisipasi pemilih, masalah transparansi, dan tata kelola pemilu yang akuntabel dan masa kampanye. Masih ada hambatan, ancaman dan tantangan lain diluar itu.  Salah satunya tentu soal praktek money politik.

Seperti pada Pemilu 2019 lalu, praktek-praktek politik uang, kemungkinan masih akan mendominasi di Pemilu 2024. Hal ini didukung sikap masyarakat / pemilih di Indonesia yang cenderung prakmatis. Para politikus utamanya para caleg dan tim suksesnya masih akan melakukan segala cara untuk mendapatkan simpati pemilih. Dimungkinkan segala cara akan mereka lakukan untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Halal atau tidak, melanggar atau tidak, mereka tidak memikirkannya. Terpenting bagaimana caranya agar mereka bisa menang dan terpilih.

Praktek Money Politik kemungkinan akan lebih terpampang nyata tidak seperti Pemilu sebelumnya yang lebih banyak dilakukan saat menjelang hari pemungutan suara atau yang populer disebut "Serangan Fajar". Pada Pemilu 2024, "transaksi suara" dengan para pemilih kemungkinan akan terjadi secara fulgar. Bahkan kemungkinan, transaksi akan dilakukan tidak dengan "person to person", tapi  dengan kelompok/gabungan masyarakat. Bisa jadi dilakukan oleh Caleg/Tim Sukses dengan perwakilan masyarakat yang mengatasnamakan RT/RW, Kampung/Dusun atau bahkan desa. Bisa juga dengan kelompok-kelompok masyarakat/kelompok keagamaan / organisasi pemuda yang lain. Dan kemungkian tidak lagi bicara nilai Rp 20 ribu hingga Rp 100 ribu saja, tapi sudah jutaan untuk satu kelompok masyarakat tersebut.

Hal kedua bentuk hambatan, ancaman dan tantangan yang akan dihadapi adalah politik identitas. Untuk diketaui, politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut. Dalam hal ini, identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya (wikipedia). 

Bawaslu selaku Pengawas Pemilu yang misinya diantaranya meningkatkan kualitas pencegahan dan pengawasan pemilu yang inovatif serta kepeloporan masyarakat dalam pengawasan partisipatif. Kemudian meningkatkan kualitas penindakan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses pemilu yang progresif, cepat dan sederhana. Memperkuat sistem teknologi informasi untuk mendukung kinerja pengawasan, penindakan serta penyelesaian sengketa pemilu terintegrasi, efektif, transparan dan aksesibel, tentu yang paling akan bekerja keras untuk menghadapi berbagai hambatan, ancaman dan tantangan tersebut. Pada Pemilu 2019, Bawaslu telah melaounching Desa Anti Money Politik dan program lain di sejumlah daerah. Di Kabupaten Magelang misalnya, salah satunya di Dusun Pandeyan, Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan dan Desa/Kecamtan Sawangan telah ditetapkan sebagai desa anti politik uang. Kini total Bawaslu Kabupaten Magelang sudah membentuk 23 Desa Anti Politik Uang dan Desa Pengawasan.

Tidak hanya itu, Bawaslu Kabupaten Magelang juga telah berhasil menggelar Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP). Total kini telah memiliki puluhan kader pengawas partisipatif diwilayah ini. Selain itu, Bawaslu Kabupaten Magelang juga telah membuat Saka Adyasta Pemilu, yang melibatkan anak-anak Pramuka. Total sudah ada dua sekolah yang diajak bergabung. Yakni SMA Kota Mungkid dan SMK Wali Songo Kajoran. Apa yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Magelang ini, patut diapresiasi sebagai salah satu upaya untuk menekan atau meminimalisir praktek money poltik, politik identitas, kampanye hitam mau pun bentuk-bentuk kecurangan dalam Pemilu. Kontribusi kita sebagai bagian dari rakyat Indonesia, adalah ikut dan mendukung upaya yang telah dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten Magelang tersebut. Meski sulit, tapi minimal akan mengurangi bentuk-bentuk kecurangan yang dapat menciderai proses demokrasi tersebut.

*) Ketua PWI Kabupaten Magelang 2017-2021 dan 2021-2024

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar