Kiat Pendampingan dan Pencegahan Anak Down Syndrome

Dilihat 2443 kali

Down syndrome adalah sekumpulan gejala akibat kelainan kromosan yang bersifat genetik (dibawa sejak lahir) dengan tampilan bentuk wajah dan tubuh yang khas, keterlambatan mental, dan gangguan fisik lainnya. Bayi dengan down syndrome memiliki kelebihan kromoson yang mengakibatkan gangguan pada sistem metabolisme dan kemudian memunculkan gejala tersebut, Walaupun penyakit itu tidak bisa disembuhkan, dengan perawatan dan pendampingan yang tepat bisa membantu penderitanya agar mendapatkan kehidupan yang sehat, aktif, dan mandiri.

Anak yang mengalami down syndrome memiliki ciri-ciri fisik dan mental sebagai berikut:

1) Fitur wajah khas, yaitu: kepala kecil, bola mata miring ke atas, mulut kecil dan lidah besar,

2) Leher, lengan dan kakinya pendek, tangan lebar dengan garis tangan sangat besar, jari kelingking kadang-kadang menekuk ke dalam,

3) Terlihat lemas karena tonus otot lemah dan persendian yang longgar,

4) Perkembangan dan pertumbuhan tidak normal, anak tidak pernah mencapai postur tubuh atau perawakan yang normal,

5) Keterbelakangan mental, kecerdasan di bawah rata-rata, IQ biasanya antara 30-50. (Faisal, S.PA, M.Kes: 2016)

 

Faktor risiko dan penyebab down syndrome

Penyebab down syndrome yang spesifik belum diketahui, tapi kehamilan oleh seorang ibu yang berusia 35 tahun berisiko tinggi memiliki anak down syndrome. Hal ini diduga karena terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan pemisahan kromosom 21 tidak berjalan dengan sempurna sewaktu proses pembelahan sel berlangsung, sehingga terjadilah kelainan kromosom. Hal itu dapat terjadi pada proses menua, sehingga ibu hamil yang berusia 35 tahun ke atas mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak down syndrome.

Selain faktor usia seorang ibu saat kehamilan, risiko melahirkan bayi down syndrome meningkat bila ada riwayat keluarga yang menderita down syndrome, memiliki bayi down syndrome sebelumnya, ibu memakai obat tertentu sebelum hamil, kena radiasi zat kimia atau infeksi. Selain itu, risiko dapat bayi down syndrome sebesar 10-15% jika ibu adalah yang menjadi pembawa gen down syndrome dan sekitar 3 persen jika ayah menjadi pembawa down syndrome translocation.


Pendampingan dan perawatan anak down syndrome

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan down syndrome ini, hanya pendampingan dan perawatan yang baik bagi anak down syndrome yang bisa dilakukan.

Pendampingan dan perawatan yang baik bagi anak down syndrome adalah sebagai berikut:

1) Psikoterapi dan konseling bagi orang tua, banyak orang tua yang menyalahkan dirinya sendiri dan memerlukan pertolongan untuk mengatasi perasaan bersalah yang sebenarnya tidak perlu,

2) Secara rutin berkonsultasi kepada dokter spesialis berkaitan dengan perkembangan anak penderita down syndrome,

3) Melakukan operasi dan pengobatan untuk memperbaiki penyakit jantung kongenital atau gangguan pencernaan sebagai komplikasinya,

4) Perawatan di rumah atau perawatan rumah berkelompok jika perawatan di rumah tidak dapat dilakukan.

Seiring perkembangan menuju usia dewasa, penderita down syndrome mengalami kemunduran pada sistem penglihatan, pendengaran, maupun kemampuan fisiknya akibat tonus otot yang melemah. Dalam kegiatan sehari-hari, penderita penyakit ini harus mendapatkan pendampingan, perawatan dan dukungan dari semua pihak terutama orang tua. Informasi yang cukup dan kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai, berkaitan dengan kemunduran perkembangan fisik maupun mental tersebut. Operasi atau pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi cedera pada jantung, karena sebagian besar penderita down syndrome lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan jantung. Dengan adanya leukimia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang membahayakan.

 

Upaya pencegahan yang perlu dilakukan

Penyakit kelainan down syndrome sebenarnya tidak bisa dicegah karena merupakan kelainan jumlah kromosom yang tidak terdeteksi sebelumnya. Selain itu, penyebabnya masih tidak diketahui secara pasti. Yang diketahui sampai saat ini adalah semakin tua usia seorang ibu semakin tinggi risiko terjadinya down syndrome. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil, terutama pada bulan-bulan awal kehamilannya. Terlebih lagi bila ibu hamil tersebut pernah mempunyai anak down syndrome, atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun, karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan kelainan down syndrome lebih tinggi, sehingga harus hati-hati dan memantau perkembangan janinnya. Diagnosis down syndrome dalam kandungan bisa dilakukan dengan analisis kromosom, dengan sampel dari plasenta pada usia kehamilan 10-12 minggu, atau sampel dari air ketuban yang diambil dengan cara amniosentesis pada usia kehamilan 14-16 minggu.

Konseling genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian down syndrome. Dengan teknik Biologi Molekuler, misalnya dengan gene targeting atau dikenal juga sebagai homologous recombination, sebuah gen dapat dinonaktifkan. (Faisal, S.PA, M.Kes: 2016)

Jika ada dari keluarga kita atau pasangan kita yang menderita down syndrome, sebaiknya dapatkan konseling dari dokter sebelum menikah. Jika hamil pada usia 35 tahun, atau pasangan suami istri mempunyai riwayat keluarga down syndrome, mintalah pemeriksaan amniosentesis kepada dokter dengan mengambil cairan dari kantong amniotic di rahim untuk mendeteksi apakah bayi menderita down syndrome. Semoga bermanfaat.

 

P. Budi Winarto, S.Pd. Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar