Sebagaimana diketahui dinamika pendidikan di Indonesia selama dilanda pandemi mengalami perubahan yang cukup signifikan. Pembelajaran daring yang sebelumnya belum dipersiapkan optimal, terpaksa harus diimplementasikan. Kebijakan tersebut harus dilakukan guna mencegah mata rantai merebaknya virus korona yang pada waktu itu sedang mengganas.
Selama lebih dari dua warsa sekolah harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sudah dipastikan proses pembelajaran daring dengan tatap muka perbedaannya sangat jauh. Pembelajaran tatap muka bisa dilakukan interaksi langsung antara guru dengan peserta didik. Sementara pembelajaran jarak jauh dengan sistem daring dilakukan dengan menggunakan kemampuan teknologi informasi sebagai alat bantu.
Proses pembelajaran jarak jauh yang terlalu lama akan menimbulkan kekhawatiran baru munculnya gejala learning lost. Gejala ini merupakan hilangnya pengetahuan dan kemampuan peserta didik, baik secara spesifik atau umum. Istilah ini sering diartikan sebagai kemunduran secara akademis yang berkaitan dengan kesenjangan yang berkepanjangan atau proses pendidikan yang berlangsung secara tidak baik.
Paradigma Baru
Menyikapi berbagai kekhawatiran terjadinya learning lost, Kemendikbudristek pada 2022 ini akan menambah jangkauan penerapan kurikulum dengan paradigma baru dijuluki Kurikulum Prototipe. Kurikulum ini sudah diterapkan secara terbatas pada kelas tertentu di sekitar 2.500 satuan pendidikan (sekolah penggerak) mulai dari jenjang pendidikan dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), hingga sekolah menengah atas (SMA) serta sekolah menengah kejuruan pusat keunggulan (SMK-PK).
Kurikulum prototipe rencananya akan diberlakukan secara terbatas dan bertahap melalui program Sekolah Penggerak. Dalam penerapannya, kurikulum prototipe bertujuan untuk memberi ruang yang lebih luas bagi pengembangan karakter dan kompetensi dasar peserta didik.
Dalam Kurikulum Prototipe ini terdapat tujuh aspek yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya.
Pertama, struktur kurikulum, profil pelajar Pancasila, yang akan menjadi acuan dalam pengembangan standar isi, standar proses, dan standar penilaian, atau struktur kurikulum, capaian pembelajaran, dan asesmen pembelajaran. Kedua, istilah KI (kompetensi inti) dan KD (kompetensi dasar) diganti menjadi capaian pembelajaran (CP). KI dan KD merupakan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik setelah proses pembelajaran.
Ketiga, pembelajaran tematik yang sebelumnya hanya terbatas pada kelas 4, 5, dan 6 SD saja, pada Kurikulum Prototipe pembelajaran tematik bisa diterapkan pada jenjang SMP dan SMA. Sebaliknya, pada jenjang SD juga bisa dilakukan pembelajaran berbasis mata pelajaran, bukan tematik semata.
Keempat, jumlah jam pelajaran ditetapkan per tahun. Jika dalam kurikulum sebelumnya penetapan jumlah jam pelajaran berlaku per minggu, pada Kurikulum Prototipe jumlah jam pelajaran ditetapkan per tahun sehingga sekolah memiliki kelenturan dalam mengatur pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
Kelima, aplikasi pembelajaran kolaboratif. Penerapan pembelajaran kolaboratif yang berbentuk proyek bertujuan mengembangkan profil pelajar Pancasila melalui pengalaman pembelajaran (experiential learning) dan mengintegrasikan kompetensi esensial yang dipelajari peserta didik dari berbagai disiplin ilmu.
Keenam, mata pelajaran TIK (teknologi informasi dan komunikasi) diajarkan kembali dengan sebutan informatika, yang akan diajarkan mulai jenjang SMP.
Ketujuh, mata pelajaran ilmu pengetahuan alam sosial (IPAS). Mata pelajaran IPA (ilmu pengetahuan alam) dan IPS (ilmu pengetahuan sosial) pada jenjang SD yang selama ini berdiri sendiri akan diajarkan secara bersamaan melalui IPAS. Selanjutnya, di SMA sebelumnya terdapat penjurusan seperti IPA, IPS, dan bahasa, pada Kurikulum Prototipe ada sedikit perubahan.
Di kelas 10 peserta didik hanya menyiapkan diri untuk menentukan pilihan mata pelajaran di kelas 11. Di kelas 11 dan 12 peserta didik mengikuti mata pelajaran dari kelompok mata pelajaran wajib, dan memilih mapel dari kelompok MIPA, IPS, bahasa, dan keterampilan vokasi sesuai minat dan bakat (Syamsir Alam, 2022).
Karakteristik Utama
Dalam proses perkembangan kurikulum, sudah dipastikan memiliki karakteristik yang menjadi ciri spesifik dari kurikulum tersebut. Dalam kurikulum prototipe, terdapat tiga karakteristik yang dapat dipakai sebagai rujukan.
Pertama, pengembangan kemampuan non-teknis (soft skills). Keterampilan non-teknis adalah perkembangan kemampuan dengan kecerdasan emosional dan berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi peserta didik. Pada kurikulum prototipe, tidak hanya diajarkan pada keterampilan yang berkaitan dengan bidang yang ditekuni peserta didik saja, tetapi bisa lintas minat.
Kedua, berfokus pada materi esensial. Dengan pembelajaran yang difokuskan pada materi-materi esensial, maka terdapat waktu cukup untuk mendalami pembelajaran yang terfokus kompetensi dasar, seperti literasi dan numerasi. Diharapkan peserta didik tidak tertinggal dalam kemampuan dasar tersebut.
Ketiga, memberikan fleksibilitas bagi guru. Fleksibilitas bagi guru, dimaksudkan untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal. Keluwesan dalam memberikan materi tersebut, guru tidak dikejar penyelesaian materi.Dengan demikian implementasi penguatan pendidikan karakter kepada peserta didik dalam kurikulum prototipe menjadi perhatian yang cukup mendasar.
Dengan rencana pemberlakuan Kurikulum Prototipe secara bertahap tersebut, mulai sekarang hendaknya dapat dipersiapkan berbagai perangkat pendukung termasuk sumber daya manusianya. Para guru perlu dibekali dengan pelatihan mulai dari dasar sampai teknis guna mendukung ketercapaian kurikulum tersebut.
(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)
0 Komentar