Membumikan Napas Nasionalisme untuk Indonesia Maju

Dilihat 932 kali
Napas nasionalisme perlu terus digaungkan dan dibumikan sampai tataran praksis agar tujuan nasional untuk Indonesia terus melaju ke depan dapat terealisasi - Foto: Kominfo.go.id

Tak bisa dinafikan kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia merupakan hasil perjuangan yang tak kenal lelah. Indonesia merdeka tampil dengan jiwa pemenang. Sebagai pemenang revolusi, para pemimpin bangsa memandang masa depan dengan penuh percaya diri bahwa harapan, idealisme, dan nasib bangsa ini akan tercapai pasca kemerdekaan.

Pemikiran rasional mereka patut diapresiasi. Luas wilayah suatu negara dan kumulatif besarnya penduduk bukan jaminan yang menunjukkan kebesaran harkat maupun martabanya sebagai suatu bangsa. Parameter yang sangat substansial tak lain adalah kualitas dan tekad bangsa tersebut. Kualitas maupun tekad yang sudah mengakar kuat dan menjadi suatu prinsip hidup merupakan sikap mentalitas yang merefleksikan kuat juga lemahnya jiwa bangsa.

"..... Kita sebagai manusia mempunyai kewajiban untuk membesarkan jiwa kita sendiri dan membesarkan jiwa bangsa yang menjadi anggota daripadanya." Sebagaimana ditulis dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi (1969), di setiap kesempatan dalam pidatonya Bung Karno berulangkali menekankan perlunya membesarkan jiwa bangsa dengan cara semua komponen bangsa harus mengerahkan segala tenaga dan kemampuannya agar tujuan cita-cita proklamasi bisa terealisasi.

Dalam pandangan Bung Hatta, sebuah bangsa tidaklah eksis dan besar dengan sendirinya, tetapi  tumbuh atas landasan  suatu keyakinan dan sikap batin  yang perlu dibina  dan dipupuk sepanjang masa. Terlebih kebangsaan Indonesia sebagai konstruksi politik yang meleburkan aneka suku bangsa ke dalam suatu unit kebangsaan baru dalam satu tarikan napas nasionalisme Indonesia.

               

Napas Nasionalisme

Harapan dan pesan kedua tokoh proklamator bapak bangsa di atas patut menjadi bahan refleksi dalam usia 78 tahun ini. Napas nasionalisme perlu juga digaungkan setiap waktu.  Berbicara nasionanalisme harus dielaborasikan dalam aras kebersamaan, seperti gotong royong. Dari aras kebersamaan ini setiap individu dapat merasakan adanya kebebasan serta kesempatanan yang sama untuk mendapatkan kesejahteraan dan merasakan arti dari suatu keadilan sosial dan ekonomi.

Tidak dapat dipungkiri, sampai saat ini nasionalisme sangat diperlukan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Spirit nasionalisme diharapkan dapat menjadi motivator dalam kelangsungan hidup suatu negara. Di Tengah era disrupsi ini, dengan berbagai informasi yang tak terbendung, apabila tidak dilandasi oleh prinsip yang membumi dalam nafas nasionalisme dikawatirkan bangsa Indonesia akan terbawa arus yang tidak selaras dengan tujuan nasional.

Informasi yang marak muncul di ranah publik tersebut tidak semuanya positif, namun banyak juga yang berisi berbagai hal yang kontradiksi dengan kondisi riil alias hoak. Inilah yang perlu diantisipasi. Berita hoak yang dominasinya berisi ujaran kebencian dengan memojokkan kelompok satu dengan lainnya, apabila tidak dikaji kebenarannya akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, yang sudah dengan susah payah dirintis dan dibangun oleh para pendiri bangsa ini.

Untuk itu semangat nasionalisme perlu ditanamkan ke semua komponen bangsa ini terutama generasi milenialnya. Membumikan rasa nasionalisme sampai tingkat pengakarannya menjadi kata kunci yang perlu dilaksanakan sampai tataran praksis, seperti menerapkan pola budaya yang sudah menjadi kepribadian bangsa, membiasakan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, mengutarakan pendapat secara santun, mencintai produk bangsa sendiri, dan berbagai tindakan lain yang berorientasi pada rasa cinta tanah air.   

 

Karakter Bangsa                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       Sebagaimana gagasan besar Tri Sakti, presiden pertama Indonesia Sukarno dalam pidato Kemerdekan tanggal 17 Agustus 1964 yang menegaskan tiga peradigma besar yang sangat substansial yakni berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Dengan mengaplikasikan gagasan Tri Sakti tersebut, Indonesia dapat menjadi negara besar, karena dinamika pembangunan yang dijalankan dilandasi pembangunan karakter bangsa yang berorientasi pada kebudayaan nasional.

Untuk itu, kapabilitas masing-masing komponen bangsa perlu melakukan penjelajahan waktu (time-travel) yaitu mengenang jauh ke masa lalu dan membayangkan jauh ke masa depan. Diandaikan gerak tumbuh pohon kehidupan bangsa harus senantiasa mengingat dari mana bangsa ini bermula, di mana mulai berjejak, karunia potensi yang dimiliki, dari akar historis maupun tradisi apa bangsa ini tumbuh (Yudi Latif, 2023).

Gerak kehidupan juga harus bisa membayangkan kemungkinan mendatang dengan  mengantisipasi perubahan, menyesuaikan diri dengan elaborasi, berwawasan kosmopolitan dengan kesiapan belajar pada praktik terbaik dari sumber mana pun, seraya menyiapkan perencanaan  dan haluan masa depan yang diperlukan untuk menjadi dasar dalam berpikir dan bertindak.

Untuk itu, sekali lagi diperlukan kekuatan mental untuk percaya diri pada pilihan sistem sendiri yang selaras dengan kepribadian dalam berkebudayaan. Dalam kaitan itu, pembangunguan karakter bangsa menjadi sangat fundamental. Dengan mengedepankan pembangunan karakter bangsa, kiranya nafas dari tema HUT Kemerdekaan ke-78 terus melaju untuk Indonesia maju dapat diimplementasikan dalam simpul-simpul yang paling elementer dalam bingkai persatuan dan kesatuan nasional.

 

(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar