MASIH teringat jelas, di memori penulis ketika sekolah di jenjang pendidikan dasar, manakala menghadapi mata pelajaran eksakta, seperti matematika. Mata pelajaran tersebut, sepertinya momok yang menakutkan. Namun penulis merasakan kenyamanan dalam belajar, karena pendampingan guru yang terasa sangat familiar dan menyejukkan.
Ibu guru tersebut dengan sabar, mendampingi penulis dan peserta didik lain yang merasa kesulitan. Setiap soal yang salah dikerjakan, beliau tidak langsung marah, namun diberi jalan keluar dengan tetap menunjukkan sikap sebagai orang tua. Peserta didik yang kesulitan, selalu diberi motivasi. Bahkan beliau rela meluangkan waktu, melayani peserta didik di luar kelas.
Pengalaman pribadi di atas, dapat menjadi bahan refleksi bersama, bahwa pola pikir dan pola tindak guru yang berkesan akan selalu diingat oleh peserta didik sampai kapan pun. Guru merupakan penyala dalam ruang kehidupan peserta didiknya. Guru dalam mentrasformasikan pengetahuan dilandasi dengan hati yang tulus, akan menjadikan pemantik peserta didiknya dapat memaknai hakikat pendidikan yang sesungguhnya sebagai upaya untuk memanusikan manusia dalam pribadi utuh.
Fasilitator
Dalam sebuah proses pendidikan yang dinamis, guru merupakan fasilitator dalam proses pembelajaran yang memediasi materi-materi yang perlu dikuasai. Namun, sebagai pendidik karakter, guru bukan hanya sekadar berbagi ilmu dan menjadi alat untuk mempermudah peserta didik menguasai isi keilmuan yang penting. Guru juga menjadi pewarta nilai dan pembentuk karakter peserta didik.
Di samping itu guru juga memiliki fungsi formatif. Implikasinya fungsi yang membentuk karakter peserta didik agar mampu menangkap dan memaknai ilmu pengetahun yang dipelajari dalam konteks elaborasi dan pertumbuhan sebagai pribadi dan warga masyarakat yang bertanggung jawab. Di sini guru diharapkan mampu memantik refleksi peserta didik agar dapat memaknai materi pembelajaran yang dipelajari dalam hidup mereka sebagai manusia yang baik dan bertanggung jawab.
Pembentukan karakter peserta didik tersebut lebih dominan terjadi dalam konteks pembelajaran karakter berbasis kelas. Pembelajaran ini lebih mengutamakan proses komunikasi dan interaksi antara guru dengan peserta didik. Proses komunikasi dan interaksi di sini perlu dipahami lebih mendalam bukan sekadar pada fungsi teknis guru sebagai pengajar yang efektif, melainkan sebagai fasilitator pembentukan karakter yang mampu mengajak, mengarahkan, dan menginspirasi peserta didik tentang nilai-nilai moral untuk membentuk pribadi yang utuh dan dewasa.
Pembentukan karakter di dalam kelas dapat terjadi dalam konteks dialogis yang muncul selama proses pembelajaran, baik itu melalui bacaan, diskusi, pertanyaan reflektif, maupun pengelolaan kelas. Komunikasi dan interaksi yang berjiwa pembentukan karakter ini menjadi semakin nyata dapat dilihat dalam sebuah relasi yang sepadan, saling menghargai, dan saling memperkaya satu sama lain.
Relasi sejajar menempatkan baik guru maupun peserta didik sebagai individu yang berkolaborasi paralel mengarungi peziarahan pencarian ilmu. Peserta didik tidak hanya belajar dari guru. Sebaliknya, guru juga belajar dari pengalaman perjumpaan dengan peserta didik. Perjumpaan inilah yang membuka ruang-ruang perubahan dalam diri individu.
Dengan sikap saling terbuka, mau belajar satu sama lain, proses pembelajarn di kelas yang dijiwai semangat saling menghargai akan dapat terbangun. Kesepadanan sebagai pembelajar memang diperlukan, tetapi kesepadanan ini tidak aka nada artinya tanpa ada rasa penghargaan terhadap individu satu sama lain. Dengan corak relasi seperti itu akan terjasi proses yang saling memperkaya satu sama lain.
Komunikasi dan interaksi merupakan dua ciri spesifik utama dinamika pembelajaran berbasis kelas. Komunikasi mengandaikan adanya kesediaan untuk terbuka, saling memperhatikan, dan menghargai kehadiran yang lain. Di sisi lain, interaksi merupakan sebuah proses dinamis dalam proses pembelajaran yang memberi tempat pada aktivitas peserta didik yang saling memengaruhi satu sama lain dalam rangka pembelajaran sebuah objek atau materi pembelajaran. Interaksi dalam pembelajaran ini sangat spesifik, bukan semata-mata interaksi antarindividu, melainkan sebuah interaksi yang terarah pada proses pembejaran yang saling menumbuhkan satu sama lain.
Interaksi dan komunikasi di dalam kelas bukan sekadar terjadi dalam rangka rangka proses pembelajaran berbagai ilmu pengetahuan yang perlu dialami oleh peserta didik, melainkan juga interaksi dalam rangka mempertajam dan memperdalam pemahaman maupun pengertian akan nilai-nilai yang sedang dipelajari. Dalam proses ini, guru perlu memberikan ruang dan kebebasan bagi peserta didik untuk menyampaikan juga membagikan hal yang dipahami dan dimengerti, sehingga proses pembelajaran nilai dan pembentukan karakter akan menjadi semakin autentik.
Sementara itu, peran guru dalam proses pembentukan karakter adalah mengarahkan dan memberikan orientasi yang benar terkait nilai-nilai moral yang terkandung dalam sebuah materi belajar. Bila proses ini terjadi, sesuatu yang dipelajari peserta didik bukan hanya sekadar pembelajaran ilmu pengetahuan semata, melainkan sebuah pembelajan terhadap nilai-nilai sejatinya kehidupan (Doni Koesoema A., 2018)
Sepenuh Hati
Pendidikan karakter berbasis kelas mengoptimalkan peran guru dan corak relasional yang terjadi dalam kelas, sehingga setiap individu di dalam lingkungan kelas dapat bertumbuh secara sehat, dewasa, dan bertanggung jawab dalam mengembangkan kehidupan akademis serta pembentukan karakter.
Untuk itu perlu ditegaskan kembali, pendidik tidak hanya sekadar berperan sebagai guru tetapi juga sebagai inspirasi dan teladan bagi siswanya. Pendidik yang mengajar dengan hati, mengajar dengan cinta, dan memberi inspirasi dalam karyanya mempunyai pengaruh lebih besar dalam membentuk masa depan jiwa-jiwa muda yang sedang bertumbuh ini.
Mengajar dengan sepenuh hati merupakan prinsip dasar yang perlu dimiliki oleh semua guru. Empati, kepedulian, dan hati yang peduli merupakan kunci untuk membangun relasi emosional yang kuat antara guru dan peserta didik. Ketika seorang guru mengajar dari hati, ia tidak hanya menyampaikan atau mentransformasikan isi pengetahuan semata, tetapi juga nilai-nilai kehidupan. Berusaha untuk memahami kebutuhan, kelemahan, dan potensi setiap peserta didik dan membantu mereka tumbuh dan berkembang secara holistik.
Rasanya masih relevan pesan Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan bukan hanya sekadar memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik, tetapi juga melibatkan pembentukan karakter agar mereka menjadi lebih baik. Di sini peran guru sangat signifikan untuk mewujudkan pesan dari bapak pendidikan tersebut.
(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Pengamat Pendidikan, Alumnus Magister Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta)
0 Komentar