Menumbuhkan Gemar Membaca Sejak Usia Dini

Dilihat 1611 kali

Oleh : P. Budi Winarto, S.Pd*)


SEORANG anak kecil memiliki keinginan yang besar untuk belajar. Menurut Glenn Donan, seorang tokoh pengembangan kemampuan manusia, banyak orang sering menyamakan dua kata yang sangat berbeda artinya Belajar dan mendidik. Menurutnya, belajar biasanya dihubungkan dengan proses yang terjadi pada seseorang untuk mendapatkan ilmu, sedangkan mendidik adalah proses belajar yang dituntun oleh seorang guru atau sekolah. Karena hal itulah kadang orang merasa bahwa pendidikan formal dimulai pada usia enam tahun, proses belajar yang lebih penting lainnya pun mulai pada usia enam tahun. Anggapan itu salah besar. Yang benar adalah seorang anak mulai belajar sesudah ia dilahirkan. Baik kognitf, afektif, maupun psikomotorik anak berkembang paling cepat saat usia balita. Anak belajar berjalan, belajar mengenal perasaan orang-orang di sekitarnya pada usia dini, serta belajar mendengar dan bicara pada masa ini. Pada saat ia berusia enam tahun-tujuh tahun dan mulai bersekolah, dia telah menyerap informasi dalam jumlah yang luar biasa besarnya, mungkin lebih banyak daripada yang akan dipelajarinya selama sisa hidupnya.

Ketika anak berusia enam tahun, ia telah mempelajari hampir semua fakta dasar mengenai diri dan keluarganya. Ia telah belajar mengenal tetangga dan hubungan dengan dirinya, serta lingkungan sekitar dan fakta-fakta dasar lainnya. Hal ini dilakukan sebelum ia melihat sebuah ruangan kelas. Namun sayang sekali banyak orang yang meremehkan kemampuan belajar anak kecil, meskipun pengalaman telah membuktikan bahwa kita dapat berjalan dan berbicara pada usia balita. Orang tua justru lebih suka mengekang dan mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang kita anggap lebih baik. Kita bahkan lebih sering manghalangi proses belajar anak pada usia ini dengan berbagai dalih, seperti agar tetap bersih, aman dan lain-lain. Berbagai metode telah dipergunakan untuk mengatasi rasa ingin tahu yang sangat besar pada anak. Namun justru hampir semua metode tersebut menghambat proses belajar anak.

Hal yang paling lazim adalah dengan memberikannya suatu benda atau mainan yang awet (tak mudah pecah),  bisa berupa kerincingan, mobil-mobilan, boneka dan lain-lain yang bagus warnanya. Reaksi sesaat ia akan segera melihatnya dengan gembira, memukul-mukulkan benda itu untuk mengetahui apakah ia bisa berbunyi, merabanya dan mengecapnya. Proses ini hanya memakan waktu kira-kira 90 detik. Setelah semua yang ingin diketahuinya tentang mainan itu sudah terpenuhi, anak itu segera meninggalkan mainan itu dan memperhatikan hal lain, semisal kotak pembungkusnya. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa perhatian anak bergantung pada banyaknya barang yang diberikan kepadanya untuk dipelajari dan bukan seperti yang diduga bahwa seorang anak tidak mampu memperhatikan lama-lama.

Metode pengalihan perhatian yang menghambat rasa ingin tahu anak berikutnya adalah dengan mengembalikan dia ke dalam boxs. Sesungguhnya kalau mau jujur kita bisa bertanya manfaat boks itu untuk siapa? Untuk anak ataukah untuk orang tuanya? Hanya sedikit orang tua yang menyadari betapa merugikannya sebuah boxs. Boxs menghambat perkembangan penglihatan anak, ketangkasan tangan dan kakinya, koordinasi tangan dan mata, serta berbagai macam kemampuan yang lain.

Maka jangan menghambat anak untuk belajar pada periode kehidupannya ketika keinginan untuk belajar sedang berada pada puncaknya. Otak manusia itu makin banyak diisi, makin banyak pula yang ditampung. Belajar adalah permainan yang paling hebat dan paling menyenangkan dalam kehidupan ini.

Ajarilah Anak Membaca

Selain belajar secara alami dilakukan anak, seperti belajar berjalan dan berbicara, seharusnya orang tua menuntun anak untuk belajar membaca pada masa ini. Mengapa?

Sering kita jumpai ada anak tamatan SD/MI yang belum lancar membaca. Padahal anak yang tak mampu membaca adalah masalah paling besar dalam dunia pendidikan. Bagaimana hal ini terjadi? Mungkin orang tuanya terlalu mempercayakan keberhasilan belajar anaknya pada sekolah, sementara anak itu sudah berusia 6 atau 7 tahun dan belum dipersiapkan untuk belajar membaca. Di sekolah, guru harus menghadapi banyak anak. Bisa ditebak anak tersebut selain berada  pada usia yang lebih sukar untuk belajar membaca juga tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari guru. Ia pun menjadi tertinggal dibandingkan dengan temannya. Karena unsur kasihan anak ini tak mungkin akan tinggal kelas terus. Dan terjadilah pengerusakan diri pada anak ini karena sistem kelulusan yang bisa dibuat longgar. 

Membaca merupakan fungsi otak yang paling penting bagi manusia. Inilah pentingnya membaca sejak usia dini. Karena ia merupakan fungsi otak, makin dini diperkenalkan akan makin cepat ia kuasai dan sebaliknya bila kita terlambat belajar membaca, akan makin sulit ia memahaminya. Dan banyak sekali bukti yang membenarkan hal ini. Misalnya kita mengenal  Ir. Kun Ariwibowo yang berhasil lulus sebagai sarjana teknik elektro, Fakultas teknik Universitas Trisakti dalam usia 18 tahun 8 bulan. Menurut keterangannya ia sudah dapat membaca pada usia 4 tahun berkat ketekunan ibu-bapaknya mengajar. Dia mengatakan bahwa pada usia 4 tahun dia bukan hanya telah dapat membaca, tetapi juga sangat gemar membaca. Hampir semua orang besar dan terkenal di dunia dapat dipastikan bahwa mereka sangat gemar membaca buku seperti Mahatma Gandhi, Soekarno, Kennedy dan lain-lain.

Oleh karena itu, penulis mengajak para orang tua agar tidak begitu saja mempercayakan keberhasilan belajar pada sekolah atau pendidikan formal yang ada. Sebab kitalah yang seharusnya lebih tahu keadaan anak-anak kita. Dan setiap anak memiliki kekhasan masing-masing, Anak kita adalah tanggung jawab kita sendiri, bukan tanggung jawab orang lain. Maka ajarilah mereka membaca sejak dini, jangan menunggu terjadinya kesulitan yang akan dihadapinya. Penulis ingin mengutip kesimpulan Glenn Doman tentang hasil studi pustaka yang beliau lakukan mengenai empat hal.

  1. Sejarah mengajarkan anak-anak usia dini bulanlah penemuan baru, tetapi sudah berlangsung berabad-abad.
  2. Sering kali orang-orang dari generasi yang berbeda melakukan hal yang sama meskipun dengan alasan dan dasar pemikiran yang berbeda.
  3. Mereka memutuskan untuk mengajarkan anak-anak kecil membaca menggunakan sistem yang walaupun berbeda dalam teknik tapi banyak mempunyai persamaan faktor.
  4. Yang paling penting, dalam kasus yang kami temukan mengenai anak kecil yang diajarkan membaca di rumah, siapa pun yang mencobanya pasti berhasil, tidak peduli metode apa yang dipakainya.

Mari kita jadikan anak-anak kita untuk dapat belajar membaca sejak dini dan mencintai buku sejak usia dini. Gemar membaca adalah modal utama untuk menjadi bangsa yang berkualitas. Semoga.


*)Penulis adalah guru SMP Pendowo Ngablak – Kabupaten Magelang.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar