Anjloknya persentase kelas menengah menjadi topik yang trending di semua media, nasional maupun internasional. Koran BBC yang berbasis di London Inggris, pada 11 September 2024 menurunkan berita: "Nasib jadi kelas menengah di Indonesia banting tulang, makan tabungan, dan penuh kekhawatiran".
Sementara koran CNN menyampaikan fakta anjloknya persentase kelas menengah, dimana pada 2019 yang mencapai 21,45 persen, pada 2023 berkurang menjadi sebesar 17,44 persen. Harian Kompas 9 Oktober 2024, menyampaikan data jumlah kelas menengah dalam 5 tahun turun 9,5 juta.
Respon terhadap fakta anjloknya persentase kelas menengah sangat luas. Baik respon resmi dari pemerintah maupun dari akademisi secara ilmiah. Respon resmi antara lain dari Menko Pembangunan Manusia, Menteri Keuangan, Kantor Staf Presiden (KSP) hingga Menteri Perdagangan.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memberi respon: "Jangka pendek kita mulai menggelontorkan bansos atau KUR, membantu kelas menengah yang kemarin turun. Semacam stimulus atau asuransi bagi kelas menengah yang turun," (Kompas, 9 Okober 2024).
Sementara dari kalangan akademisi, Profesor M. Khotib Basri dari Universitas Indonesia menuangkan respon dalam kolom Kompas, bertajuk Kelas Menengah: Dari Zona Nyaman ke Zona Makan. Demikian gambaran berkurangnya kelas menengah dalam skala nasional, bagaimana kondisi Kabupaten Magelang?
Menurut BPS, sebagaimana dikutip https://www.bbc.com/indonesia, kelas menengah adalah yang mempunyai pengeluaran perkapita/bulan 3,5 hingga 17 kali dari garis kemiskinan (GK).
Dalam penerapannya, karena GK pada 2023 ditetapkan Rp.411.129,00 maka yang masuk kategori kelas menengah adalah memiliki pengeluaran minimum Rp1.438.951,50.
Dalam klasifikasi BPS, kelas terendah adalah miskin jika pengeluaran kurang dari GK. Rentan miskin jika pengeluaran 1,0 - 1,5 kali GK. Calon kelas menengah jika pengeluaran 1,5 - 3,5 kali GK. Kelas menengah jika pengeluaran 3,5 - 17 kali GK. Kelas atas jika pengeluaran lebih dari kali GK. Jadi dalam klasifikasi ini terdapat 5 kelas.
Namun, karena dalam pencarian secara daring (online) untuk kondisi 2019 -2023 belum diketemukan data terklasifikasi dalam lima kelas, dalam tulisan ini digunakan data yang sama, tetapi terklasifikasi dalam tiga kelas.
Data dimaksud adalah Tabel Distribusi Pengeluaran Berdasarkan Kriteria Bank Dunia (Persen) yang dapat diunduh di laman BPS Prov. Jateng. Dan dari hasil pencarian di laman BPS Pusat: Tabel Distribusi Pembagian Pengeluaran per Kapita dan Indeks Gini, 2010-2023.
Tabel ini menjelaskan berapa persen PDRB (produk domestik regional bruto) yang dinikmati oleh warga masyarakat, kelas bawah (kurang mampu), kelas menengah dan kelas atas (paling kaya). Sesuai kebutuhan, dalam kesempatan ini disajikan dalam yang kelas tengah saja.
Dalam grafis, terlihat bahwa secara nasional antara 2019 hingga 2023 terjadi penurunan pangsa kelas menengah terhadap PDRB dari 36.8 persen menjadi 35,3 persen.
Di Prov. Jateng penurunan pangsa kelas menengah terjadi antara 2020 hingga 2022, semula 37,75 persen menjadi 35,71 persen. Pada 2023 telah pemulihan (recovery) menjadi 36,18. Namun, pemulihan ini lebih rendah dari capaian tahun 2019 sebesar 37,63 persen.
Sementara di Kabupaten Magelang terjadi penurunan pangsa kelas menengah terhadap PDRB antara 2019 hingga 2021 dari 36.75 persen menjadi 35,89 persen. Namun, pada 2022 hingga 2023 telah terjadi pemulihan (recovery) kembali. Dimana, capaian 2023 sebesar 37,28 persen lebih tinggi dari tahun dasar 2019.
Sesuai data, telah terjadi penurunan pangsa ekonomi kelas menengah dalam skala nasional, provinsi dan kabupaten. Namun, baik provinsi maupun kabupaten telah mengalami pemulihan pada 2023.
Secara khusus Kabupaten Magelang mengalami recovery tercepat sehingga capaian 2023 lebih tinggi dari tahun dasar 2019. Perlu disyukuri, penurunan pangsa kelas menengah di Kabupaten Magelang telah terkoreksi (recovery), dan semoga secara nasional segera mendapatkan solusi.
Penulis: Budiono, Purna Perencana Pembangunan Sosial Ekonomi
0 Komentar