BERITAMAGELANG.ID - Seniman asal Portugal, Nelson Ferreira bersama dengan In Journey Destination (IDM) menggelar pameran lukisan yang diberi tajuk Nyawiji "The Unity". Pameran ini dibuka melalui Pop Up Exhibiton di Lalitavistara restaurant Borobudur Cultural Center, Minggu (24/8) malam. Pameran lukisan akan dimulai lagi pada awal September 2025 di Museum Borobudur Kampung Seni Borobudur.
Lukisan yang dipamerkan bukan sekedar lukisan yang bisa dipandang kasat mata. Namun ada cara unik untuk menikmatinya, karena lukisan ini bisa berubah-ubah warna dan bentuk, tergantung sudut saat melihatnya.
Penikmat lukisan baru bisa melihat lukisan dengan cahaya. Dalam hal ini, Nelson menyarankan menggunakan center yang ada dalam HP. Caranyapun HP harus didekatkan di ujung hidung bawah mata. Nantinya akan muncul lukisa dengan warna coklat, hitam dan perak.
Nelson Ferreira yang suka disapa mas Nelson ini melukis dalam kegelapan. Sehingga candi peninggalan nenek moyang ini menjadi studio alam baginya dalam menumpahkan segala idenya. Ia menggunakan teknik PlatiGleam. Namun ia masih merahasiakan komposisi teknik tersebut.
Meski demikian, ia tetap sedikit membocorkan proses kreatifitasnya. Dikatakan, PlatiGleam itu artinya platinum yang berkilau.
âSaya menciptakannya pertama kali saat pameran di Biara Batalha, Portugal, situs warisan dunia UNESCO. Saya ingin merasakan sesuatu yang mistis seolah dari dunia lain," katanya.
Ide teknik PlatiGleam, katanya, lahir bukan dari percobaan cat atau bahan kimia, melainkan dari kebiasaannya menulis setiap pagi.
Dirinya menulis tiga halaman ide acak setiap hari selama empat bulan tanpa membaca ulang. Setelah satu bulan, barulah ia kembali membaca catatan- catatan yang ditulisnya.
Saat membaca kembali, dirinya merasa terkejut sehingga muncul ide PlatiGleam.
âJadi ini datang dari alam bawah sadar, seperti metode automatic writing yang juga dipakai Salvador Dali," ujarnya.
Nelson menggunakan kanvas, sprayer serta lebih suka melukis di atas kain sutra karena teksturnya halus. Namun, teknik ini juga bisa diterapkan di material lain seperti beludru hitam. Yang unik, ia selalu melukis di malam hari dengan bantuan lampu penambangan layaknya penambang.
Tiga bahan kimia itu digunakan, dua diantaranya saat basah tampak hitam pekat, baru saat kering muncul warnanya.
"Jadi saya melukis hampir seperti orang buta, hanya bisa melihat hasilnya setelah kering.
Proses itu makin menantang di Indonesia. Jika di Portugal cepat kering dengan wktu 5 menit, berbeda dengan Indonesia terutama Jawa yang udaranya lebih lembab. Butuh waktu 30 menit agar cat cepat kering.
Karena itu, agar proses kering lebih cepat ia menggunakan alat bantu hair dryer.
Untuk satu lukisan biasanya memakan waktu sekitar lima malam, ditambah dua malam untuk dokumentasi film.
Namun Nelson mengaku, baginya lukisan itu tidak pernah benar-benar selesai.
âSaya menyelesaikan karya berdasarkan memori dan imajinasi, bukan sekadar menyalin bentuk candi," ungkapnya.
Nelson mengaku pilihannya melukis Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Candi Sewu tidak lepas dari pengalaman pribadinya. Tiga tahun lalu, saat pertama kali datang ke Indonesia, ia merasakan kilatan visual kuat di Candi Sewu. Dalam kurun waktu dua detik, ia seperti melihat banyak lukisan candi di malam hari di kepalabya.
âIni pengalaman yang sangat kuat,â imbuhnya.
Sementara itu, Candi Borobudur, sebagai candi Buddha terbesar di dunia, disebutnya megah dan penuh wibawa. Lalu Candi Prambanan merupakan kuil Hindu terbesar kedua di luar India, ia menilai candi itu fantastis. Dan Sewu, katanya, adalah candi yang âberbicaraâ langsung kepadanya.
Commercial Group Head PT Taman Wisata Borobudur, AY Suhartanto, menilai pameran ini menjadi bagian dari program Twin World Heritage antara Borobudur dan Biara Batalha.
Ia menekankan, kerja sama ini bukan hanya soal destinasi, tapi juga pertukaran budaya yang membuka ruang penciptaan seni baru.
Lukisan Nelson dengan PlatiGleam menghadirkan pengalaman visual yang berubah-ubah sesuai sudut dan cahaya. Bagi penikmat seni, karya ini bukan sekadar gambar candi, melainkan jendela menuju keheningan dan spiritualitas malam di situs-situs bersejarah.
Sementara itu, salah satu pelaku seni di Borobudur, Umar Chusaeni, menyebut karya Nelson Ferreira sebagai bentuk kreativitas yang layak diapresiasi, meski teknik PlatiGleam disebut-sebut masih rahasia.
Menurutnya, setiap seniman punya ciri khas dan rahasianya sendiri. Justru itu membuat orang penasaran. Yang jelas, ini bagus untuk Borobudur sebagai warisan budaya dunia dan promosi internasional.
Dengan PlatiGleam yang penuh misteri, Nelson Ferreira tak hanya menghadirkan lukisan candi, tetapi juga membuka ruang perenungan tentang seni, spiritualitas, dan keindahan yang tak terjelaskan dengan kata-kata.
Pameran ini paling tidak bisa mendorong seniman dari Borobudur untuk bisa lebih kreatif dan menambah wawasan.
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Magelang Mulyanto mewakili Bupati Magelang menyampaikan apresiasi atas pameran lukisan oleh Nelson Ferrera.
âPameran ini bukan hanya sekedar ajang memamerkan lukisan, namun sebuah jembatan budaya yang menghubungkan Magelang dengan Portugal,â kata dia.
0 Komentar