Detail Garis Seni Lukis Tradisional

Dilihat 336 kali
Lukisan kaca menarasikan pertemuan antara Raden Sumantri dan Sukasrana dalam Kisah Ramayana memiliki detail garis tajam yang memperjelas narasinya - Foto: Dokumen Museum Lima Gunung, Mungkid, Magelang.

SENI tradisi yang merambah di seluruh wilayah Nusantara sampai saat ini masih terus eksis walaupuan zaman sudah silih berganti. Tradisi merupakan kebiasaan atau adat istiadat suatu masyarakat yang telah berlangsung turun-temurun, dari generasi ke generasi.  Sedangkan segala sesuatu yang bersifat tradisi dapat  dikatakan tradisional.  

Sebagaimana dalam seni lukis tradisional sebagai bagian dari seni rupa merupakan kekayaan budaya Nusantara yang sudah diwariskan turun temurun dan sampai saat ini masih survival tumbuh berkembang di tengah-tengah komunitas. Secara faktual seni lukis tradisional dapat dilihat pada seni lukis batik, wayang kulit, wayang beber, lukisan kaca, dan sebagainya.

Bahan pewarna alami untuk membuat lukisan tradisional pada umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan, bebatuan, sampai bahan yang berasal dari tanah liat. Peralatan yang digunakan untuk melukis, terbuat dari bahan sederhana, seperti kuas dari lidi.  Seringkali peralatan tersebut diciptakan sendiri oleh pelukisnya. Hal itu menandakan sifat idealisme pelukis yang lebih bangga dengan menggunakan peralatan yang diciptakana sendiri sebagai bagian dari proses kreatifnya.  

Lukisan tradisional memuat nilai nilai filosofis, spiritual, sosial, ekonomi, dan kultural yang erat korelasinya dengan ajaran-ajaran kehidupan. Sedangkan temanya lebih berkisah tentang nilai-nilai humaniora yang berkembang di tengah-tengah kehidupan komunitasnya, seperti dalam kisah Ramayana, Mahabharata, Panji, dan sebagainya (Agus Priyatno, 2016).

Detail Garis

Apabila ditelisik lebih jauh seni lukis tradisional lebih menekankan pada detail garis sebagai pijakan dalam karya-karya yang dihasilkan. Sebagai misal pada lukisan wayang kulit detail garisya sangat kentara pada wujud masing-masing tokohnya, baik mulai dari bentuk tubuh, busana yang dipakai, sampai ornamen yang melekat pada busana tersebut.

Garis dalam seni lukis merupakan sekumpulan titik yang berderet dan berhimpun. Tanpa garis yang jelas, karya seni lukis tidak akan mungkin terbentuk secara sempurna. Peran garis dalam karya seni sangatlah penting. Garis tidak hanya mendukung proses pembentukan, tetapi juga menciptakan nilai keindahan dalam karya seni yang dihasilkan para seniman tersebut.

Dalam sebuah kidung Sunda berbahasa Jawa Kuno dari pertengahan abad ke-16 menceritakan Raja Hayam Wuruk mengirimkan pelukis ke Pasundan untuk melukis putri raja Pasundan, Dyah Pitaloka yang konon cantiknya luar biasa bagaikan Bidadari Kamaratih yang turun ke mayapada. Dalam kidung itu disebutkan duta kang anulis (utusan yang menulis) untuk menyebutkan penulis Majapahit tersebut.

Bisa dibayangkan, betapa para pelukis Nusantara waktu itu sangat piawai dalam membuat detail garis dalam lukisannya. Seperti piawainya pelukis Majapahit yang mampu melukis Dyah Pitaloka seperti wujud aslinya, sehingga Raja Hayam Wuruk penguasa Kerajaan Majapahit tersebut mabuk kepayang (Bambang Bujono, 2005).

Keterampilan seperti itu, sampai saat ini masih dapat ditemukan pada bentuk lukisan batik, wayang kulit, wayang beber, atau lukisan kaca. Seni lukis tradisional batik dibuat pada lembaran kain. Keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari tradisi berbusana masyarakat Jawa. Motifnya memiliki nilai-nilai simbolis secara kultural. Motif dan warna batik tertentu hanya digunakan sebagai busana raja-raja dan keluarganya.

Pemakaiannya pada acara-acara khusus, ada simbol-simbol strata masyarakat dan fungsi-fungsi tertentu. Pemakaian batik zaman sekarang lebih fleksibel. Setiap anggota masyarakat bebas mengenakan motif dan warna batik.Selain seni lukis batik untuk busana, ada seni lukis batik untuk ekspresi seni.  Melukiskan kisah atau tokoh pewayangan, bunga, tumbuh-tumbuhan, hewan, pemandangan dan sebagainya. Pemanfaatannya semata-mata untuk menghiasi ruangan.

Pada seni lukis tradisional wayang kulit dibuat pada lembaran kulit atau kulit yang ditatah. Tema lukisan tentang kisah Ramayana dan Mahabarata. Tokoh Pandawa dalam kisah Mahabharata terdiri dari Werkudara, Janaka, Puntadewa, Nakula dan Sadewa paling sering dilukiskan. Tokoh wayang yang juga sering dilukiskan adalah Punakawan atau pengasuhnya para ksatria Pandawa. Sentra pembuatannya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti di Yogyakarta, Surakarta, hingga Semarang.

Untuk wayang beber dibuat pada lembaran kain atau kertas. Lukisan pewayangan bertema Ramayana, Mahabarata dan kisah Panji. Disebut wayang beber karena seni pertunjukannya tersebut dipentaskan dengan cara membeberkan kertas atau kain yang digulung kemudian digelar. Masing-masing gulungan kain memiliki cerita tersendiri yang pada umumnya mengambil dari Kisah Panji.

Wayang beber tedapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu di Gunung Kidul dan Pacitan. Diperkirakan wayang beber telah ada sejak abad ke-13. Pada awal Islam disyiarkan di pulau Jawa, wayang beber mengalami berbagai modifikasi, kemudian dijadikan sarana dakwah agama Islam.

Sedangkan seni lukis tradisional yang dibuat pada lembaran kaca atau yang dikenal dengan lukisan kaca terdapat di berbagai kota di Jawa. Di antaranya yang terkenal adalah Cirebon. Lukisan kaca mula-mula berupa wayang dan kaligrafi. Pada era saat ini temanya semakin kompleks, seperti lukisan flora, fauna, cerita rakyat, dan sebagainya. Teknik pembuatannya unik, lukisan tidak langsung dibuat pada permukaan depan tetapi di sisi sebaliknya.

Titik Pijak Karya

Mencermati detail garis pada seni lukis tradisional yang memiliki banyak pemaknaan tersebut kiranya dapat memantik apresiasi semua pihak untuk memelajari sampai tingkat kedalamannya. Garis yang menjadi titik pijak untuk berkarya melukis sesuatu yang menjadi objek juga berfungsi menjadi tuntunan untuk mengelaborasikan imajinasi hingga mewujudkan karya lukis yang diinginkan.

Di samping itu detail garis, dapat menunjukkan piawainya pelukis menuangkan gagasan sehingga karyanya dapat dimaknai secara jelas atau kasat mata baik lukisan natural atau dekoratif. Kesemuanya tersebut tentunya tidak dapat instan, namun membutuhkan perenungan yang mendalam. Setiap pelukis atau seniman yang akan berkarya tidak langsung menorehkan kuasnya di atas kain kanvas, namun membutuhkan kontemplasi atau perenungan dari objek imajinasi yang akan dipakai sebagai pijakan.

Pada akhirnya, kita semua perlu mengapresiasi, bahwa seniman dalam berkarya tidak semudah yang diasumsikan banyak orang, namun membutuhkan banyak tahapan sampai menghasilkan karya sebagai hasil pergumulan dari proses kreatif yang dilakukan.   


*) Penulis : Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa  Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar