Dinamika Seni Tradisi di Tengah Pusaran Zaman

Dilihat 1767 kali
Seni tradisi dapat tetap bertahan sampai saat ini karena spirit komunalitasnya mengakar kuat dalam diri masing-masing pribadi seniman pelakunya.

Pada saat ini di tengah maraknya era digitalisasi, membicarakan seni tradisi, dapat diandaikan seperti membicarakan barang-barang antik atau kuno yang semakin lama sulit ditemukan. Nasibnya kadang tidak menentu. Kadang, benda-benda tersebut tidak ditengok, tidak mendapat perhatian, apalagi penghargaan. Bahkan kadang juga tak terjamah, berdebu, berlumut, sampai tak tampak wujud orisinalnya.


Namun sebaliknya, apabila ketemu dengan pencinta barang-barang antik atau kolektor, benda yang semula tak berharga tersebut akan dihargai bahkan akan diburu sehingga menjadi patron dalam ajang koleksinya. Dampak ikutannya barang-barang yang semula tidak berharga tersebut akan memiliki posisi tawar tinggi. Sifat kekunoannya, juga kadang kala menjadi jaminan akan kualitas barang-barang tersebut.


Ilustrasi tersebut menandakan, bahwa seni tradisi di era sekarang ini membutuhkan pemikiran yang multidimensional agar tidak tergerus oleh perubahan zaman yang berubah sangat cepat bagaikan anak panah melesat dari busurnya. Pemikiran multidimensional diperlukan usaha-usaha yang komprehensif.


Spirit Komunalitas


Di tengah gegap gempitanya euforia globalisasi dan digitalisasi saat ini, pada seni tradisi masih dapat dijumpai simpul-simpul nilai yang dapat dipakai sebagai penopang kehidupan sosial. Dalam seni tradisi terdapat nilai-nilai spirit komunalitas dan partisipasi atau dedikasi.


Terminologi komunalitas merujuk dari kata komunal, dapat dipahami sebagai kelompok orang-orang yang hidup bersama-sama serta memiliki kecenderungan kepemilikan dan pemakaian hak secara kolektif. Kolektivitas menjadi perekat kehidupan mereka. Kesenian yang mereka ciptakan lebih sebagai kebutuhan dan aktualitas bersama. Mereka menyadari bahwa eksis atau tidaknya kesenian tersebut tergantung pada kesetiaan komunitas pendukungnya.


Berkaitan dengan aspek komunalitas ini memunculkan aspek partisipasi atau dedikasi. Partisipasi yang tinggi dari komunitas pendukungnya, merupakan ciri spesifik yang menonjok dari seni tradisi. Inspirasi datang dari mereka dan untuk mereka. Dari kelompok-kelompok seni tradisi tersebut, publik dapat memahami aspek gotong-royong sebagai solidaritas bersama.


Aturan main dalam kelompok yang terkait dengan berbagai hal dibuat dan dikelola oleh mereka sendiri. Bila dicermati secara akuratif nilai-nilai solidaritas tersebut menunjukkan bahwa pilar-pilar masyarakat modern sesungguhnya sudah tercermin dalam nilai spiritual seni tradisi tersebut. Sebut saja seperti nilai etika, moralitas, demokrasi, yang sejak dulu sudah dikelola oleh komunitas seni tradisi dengan mengedepankan nilai kebersamaan.


Di Kabupaten Magelang, sudah banyak muncul kantong-kantong budaya yang telah menuai sukses dalam menyelenggarakan berbagai acara agenda budaya. Seperti Festival Lima Gunung (FLG) yang sampai saat ini sudah memasuki tahun ke-21. Dalam ajang festival tersebut masing-masing komunitas dari kelima gunung, yaitu Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, Menoreh, bahu-membahu dengan semangat solidaritas berusaha semaksimal mungkin agar agenda tersebut tiap tahunnya tetap terlaksana.


FLG telah menguatkan nilai-nilai keyakinan yang pada gilirannya membentuk dan meneguhkan ideologinya. Kenyataan empiris menunjukkan ideologi itu tampak dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dicermati pada pola-pola pikiran, aktivitas berkesenian sehingga mempola menjadi kebiasaan dan keyakinan dalam kesehariannya.


Ideologi itu terekspresi dalam kesenian melalui FLG secara langsung maupun tidak langsung telah mempengaruhi proses pembentukan, penumbuhan kesenian masyarakat dusun sekitar. Kesenian yang dipentaskan dalam forum FLG menjadi inspirasi bagi dusun lain. Kesenian Dusun yang ditampilkan dalam FLG menjadi tolok ukur bagi kesenian dusun sekitar. Dampak ini menegaskan pula bahwa adanya FLG juga memberi kontribusi yang cukup berarti pada keberadaan kesenian masyarakat yang tumbuh dan berkembang di pedusunan Kabupaten Magelang. Secara nyata FLG sebagai kekuatan lokal yang telah menjadi peneguh dan pemersatu identitas kelompok (Joko Aswoyo, 2013).


Lain halnya dengan kegiatan Ruwat Rawat Borobudur di Borobudur. Agenda kegiatan yang sudah berlangsung 20 tahun tersebut bertujuan untuk melestarikan budaya lokal, merajut pergaulan jaringan budaya, sekaligus  menguatkan kawasan Borobudur sebagai salah satu destinasi wisata dunia, namun tidak meninggalkan kelestarian Borobudur sebagai pusaka budaya dunia serta warisan budaya agung yang harus tetap dihormati dan dilestarikan.


Agenda yang sudah berjalan 20 tahun tersebut, bisa eksis karena melakukan langkah strategis dengan memperkuat komunitas basis. Masyarakat sudah merasa memiliki acara tradisi tersebut, sehingga kontak emosional dapat terajut dan membumi untuk terus mendukung kegiatan tersebut sampai kapanpun.


Memanfaatkan Teknologi


Dinamika seni tradisi dalam perjalanan waktunya tentu tidak bisa lepas dari aspek teknologi yang menyertai perjalanannya. Manakala sebagaian kalangan seniman menganggap teknologi menggeser peran seni tradisi, maka mindset atau pola pikirnya harus diubah. Teknologi yang asumsi awal sebagai ancaman, kiranya sekarang malah harus dipakai sebagai peluang.


Teknologi dapat digunakan sebagai ajang promosi melalui media sosial atau media-media elektronik lainnya. Di samping itu, teknologi juga berfungsi sebagai perangkat yang membantu memperoleh akses informasi untuk kemajuan seni tradisi tersebut, seperti dapat mengapresiasi penampilan seni tradisi dari kelompok-kelompok lain yang tentunya dapat membuka cakrawala pandang para seniman, sehingga wawasannya semakin terbuka.


Dengan demikian kolaborasi pelaku seni tradisi dengan kemajuan teknologi menjadi suatu kebutuhan primer untuk saat ini. Karena disadari seni tradisi, tidak harus berhenti pada suatu titik tertentu, namun harus juga berkembang selaras dengan tanda-tanda zaman.

 

(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar