Proses Kreatif Penciptaan Seni Tari

Dilihat 420 kali
Sendtatari bertajuk Gatotkaca Kridha, karya kolaborasi SMA Seminari Mertoyudan Kabupaten Magelang dengan SMK Pius X Magelang (2019) membutuhkan proses kreatif yang cukup panjang.

Kapasitas seniman dengan berbagai hasil karya seni yang menjadi titik pijak kreativitasnya, ternyata telah dapat menghentak perhatian publik. Sebut saja, para seniman dalam kegiatan Festival Lima Gunung di Kabupaten Magelang, yang sampai saat ini usianya sudah melebihi dari dua dasawarsa, tiap tahunnya, para seniman pasti melakukan terobosan inovasi agar pengunjung tidak jenuh. Seniman merancang semua itu tidak lepas dari kepentingan untuk membangun eksistensinya. 


Mereka saling kompetitif melakukan strategi kebudayaan yang implementasinya tergantung dari ideologi serta tujuan yang melatarinya. Sehingga, ekspresi karya yang dimunculkannya bisa bermacam-macam dari sekadar untuk hiburan sampai dengan keperluan ritual. Bahkan dalam elaborasi selanjutnya, ada yang menjelma menjadi sarana kritik sosial, penyadaran, atau pembelajaran pengetahuan, dan banyak segmen lainnya.


Adapun yang perlu menjadi perhatian proses kreatif berperan signifikan dalam pencitraan seni tari. Bahkan proses kreatif ini, lebih penting daripada resultansi akhir sebuah karya seni tari. Hal-hal praktis, seperti pencarian ide secara langsung atau pengayaan. Tak ubahnya seperti melakukan riset laboratorium.

 

Proses Kreatif


Pada prinsipnya proses kreatif dapat dimaknai sebagai proses dalam tahapan kerja yang diimplentasikan seniman dalam menghasilkan karya seni sesuai dengan tujuan awal dari pekerjaannya. Untuk itu, ada beragam proses kreatif yang ditempuh oleh seniman, baik berangkat dari pemikiran yang konseptual dengan sistematika tertentu dan penuh pertimbangan maupun melalui proses yang tampak sederhana.


Akan tetapi, tidak jarang pula proses pencariannya memakan waktu panjang dengan berbagai metode dan sistem kerja yang berbeda-beda. Semuanya itu merupakan proses kreatif dengan ekspektasi agar karya seni yang dihasilkan bisa sampai kepada publik atau komunitas pendukungnya. Seni tari sebagai ikon dari seni pertunjukan merupakan hasil dari olah kreatif yang ditata atau diciptakan untuk dinikmati.Tentu proses kreatifnya melalui berbagai tahapan-tahapan artistik, sehingga elaborasi seni tari tetap dalam konsep-konsep yang mendasar.


Sedangkan implikasi yang mendalam dari seni tari yaitu bentuk ekspresi jiwa manusia yang diekspresikan melalui totalitas gerak tubuh dengan berbagai komponen pendukung seperti rias, busana, iringan, perlengkapan penari, dan tata panggung. Semua komponen tersebut berkelindan dalam satu harmoni yang seirama (Nunik Widiasih, 2009).

Sebagai sebuah ungkapan, pernyataan dan ekspresi, maka sifat karya tari adalah personal. Oleh karena itu, bekal pengalaman dalam produksi karya tari baik sebagai penari, penata tari, dan keterlibatan dalam memproduksi karya tari merupakan  pengalaman yang tidak ternilai harganya.


Adapun dalam proses penciptaan karya seni tari tersebut, sejatinya merupakan proses personal sebagai pembauran dari berbagai pengalaman pribadi di masa lalu ataupun pemikiran jangka panjang ke depan. Integrasi dari berbagai pengalaman tersebut membaur dengan pengalaman emosional sehingga akan membentuk gaya pribadi yang membedakan dengan seniman lainnya.


Untuk itu, memang tidak berlebihan kiranya, kalau bisa ditekankan di sini, bahwa proses pembuatan karya koreografi atau penciptaaan seni tari tidaklah kalah penting. Eksplorasi gerak dan pengayaan ide-ide inovasi dapat lahir dari para seniman ketika prose kreatif berlangsung. Parameter keberhasilan seniman dalam menciptakan seni tari paling tidak ditentukan oleh beberapa komponen elementer. Pertama, kapabilitas kemampuan teknik. Dalam seni tari, keterampilan mencakup  teknik gerak dan koreografi. Menjadi tuntutan yang sangat prinsip, seorang penari juga koreografer harus mampu melakukan teknik gerak sesuai dengan teknik koreografi, termasuk tuntutan estetikanya.


Koreografer dituntuk memiliki kapabilitas menciptakan, merangkai, dan mengintegrasikan gerak dengan berbagai elemen pendukung sehingga tercipta bangunan seni tari yang estetis. Untuk merealisasikan dalam sebuah seni pertunjukan dibutuhkan teknik lain yaitu teknik produksi atau teknik untuk menghasilkan seni tari sampai dikenal publik.


Kedua, kepekaan intuisi. Sosok seniman sangat berbeda dengan pemain akrobat. Seniman perlu memiliki kepekaan intuisi baik gerak yang berjiwa, estetika rasa, juga nilai humaniora. Sedangkan pemain akrobat lebih mengedepankan kemampuan fisik atau visualnya.


Ketiga, kreativitas. Kemapuan kreativitas ini merupakan kemampuan untuk mencipta, memberi interpretasi, mewujudkan ide, gagasan, dan pengalaman ke dalam sebuah bentuk seni yang disertai daya imajinasi dan inovasi yang tinggi dengan berpikir kritis. Dengan memiliki kapabilitas kreativitas, karya seni tari yang dihasilkan akan lebih variatif dan memiliki roh yang spesifik.


Mengolah Proses


Dari berbagai kemampun yang harus dimiliki oleh seniman bila ingin mencipta suatu karya tari yang berkualitas, tentunya untuk bisa sampai pada tataran ideal harusnya seniman tersebut tidak patah arang untuk mengolah proses mulai dari perencanaan sampai rencana tindak lanjut karya yang dihasilkan.


Seperti halnya, karya Daryono dalam Sendratari Mahakarya Borobudur di tahun 2005 yang menjadi branding pariwisata di Borobudur. Garapan yang menggambarkan proses berdirinya Candi Borobudur pada masa kejayaan Dinasti Syailendra itu, ternyata proses awalnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan proses panjang mulai dari eksplorasi gerak, latihan, memadukan musik, tata panggung, dan sebagainya. Berbagai dinamika mengiringi perjalalan dalam karya tersebut.


Lain lagi pengalaman personal penulis. Pada 2019, penulis menggarap Sendratari Gatotkaca Kridha di SMA Seminari Menengah Mertoyudan Magelang. Karya ini terinspirasi dari Epos Mahabharata karya Valmiki yang sudah melegenda. Dalam proses kreatif penggarapannya sangat menguras waktu dan tenaga karena harus memadukan casting penari dari dua lembaga, yaitu SMA Seminari Mertoyudan dan SMK Pius X Magelang. Dalam karya kolaborasi tersebut, pihak SMA Seminari Mertoyudan menggandeng SMK Pius X Magelang untuk memerankan peran penari putrinya.


Secara naratif cerita dalam dramatari ini sudah cukup dikenal, yang mengisahkan kesetiaan dan nasionalisme tokoh Gatotkaca sebagai senapati para Pandawa untuk melawan keangkararmurkaan Kurawa. Proses penggarapanya memerlukan kerja ekstra mulai dari latihan sampai pementasan, karena karakter penari dari masing-masing lembaga tersebut sangat berbeda. Namun, sesulit apapun kendala yang ada di lapangan, bila dilakukan dengan sabar, telaten, dan tak pantang menyerah, akhirnya hasilnya dapat dipentaskan dengan cukup baik. Hikmah dari karya kolaborasi tersebut dapat merajut spirit kebersamaan dari dua lembaga yang berbeda.


Dari berbagai pengalaman proses kreatif itu dapat ditarik suatu tautan benang merah, bahwa ide atau pengayaan bisa berawal dari apa saja untuk dapat membuahkan karya spektakuler, yang tidak sekadar berpusat pada teknik gerak. Namun, justru dari pemahaman dan wawasan komprehensif akan memperkaya ide sehingga karya yang diciptakan menjadi semakin membumi.


Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar