Upah Minimum Kabupaten Dalam Perspektif Ekonomi

Dilihat 844 kali

JIKA ritual demokrasi siklusnya 5 tahun, maka ritual para pekerja/buruh berlangsung tahunan, setiap bulan Nopember. Jika pesta demokrasi dijaman orba diiringi syair lagu seluruh rakyat menyambut gembira, pas menyambut UMK bagaimana suasana hati para pekerja?

Tujuan dari upah minimum adalah untuk melindungi pekerja dari upah yang terlalu rendah. Hal ini membantu memastikan adanya pembagian hasil kemajuan yang adil dan merata bagi semua orang, dan upah hidup minimum bagi semua orang yang bekerja dan membutuhkan perlindungan tersebut (www.ilo.org).

Untuk UMK tahun 2024 diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023, dimana Formula Upah Minimum mencakup 3 variabel yaitu Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu (disimbolkan dalam bentuk α).

Indeks Tertentu sebagaimana dimaksud, ditentukan oleh Dewan Pengupahan Daerah dengan mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja dan rata-rata/median upah.

Sebagaimana laman www.detik.com, Upah Minimum Provinsi (UMP) Jateng 2024 sebesar 4,02%. UMP Jateng yang semula Rp 1.958.169 naik Rp 78.778, atau menjadi Rp 2.036.947.

Sementara itu sesuai laman jatengprov.go.id, UMK Kabupaten Magelang semula Rp.2.236.776,9 naik menjadi Rp 2.316.890. Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota berbatasan, maka UMK Kabupaten Magelang tertinggi kedua setelah Kabupaten Semarang.  

Partai Buruh bersama KSPI sesuai laman meminta  kenaikan upah minimum UMP/UMK 2024 sebesar 15%, atau setidak-tidaknya minimal 10% (www.cnbcindonesia.com). Alasannya, pertama, dari hasil survei KHL di 25 kota industri seluruh Indonesia, ditemukan kenaikan nilai KHL antara 12 hingga 15%.

Value marginal product of labor

Namun, dari sisi pengusaha keputusan tentang jumlah karyawan yang direkrut sesuai upah (w) yang setara dengan value marginal product of labor (VMPL), bukan uapah yang setara dengan kebutuhan hidup layak (KHL).

VMPL adalah perubahan total nilai produksi sebagai akibat dari pengubahan satu unit input tenaga kerja.

Besar upah yang setara VMPL, dijadikan sinyal bagi para pengusaha untuk menentukan jumlah pekerja yang direkrut, dan dijadikan sinyal juga oleh para pekerja untuk memasuki pasar tenaga kerja.

Dengan demikian, persoalan pekerja yang lebih menyukai upah yang lebih tinggi, sementara pengusahan lebih condong untuk merekrut pekerja ketika upah rendah, teratasi ketika kedua fihak mematuhi sinyal upah. Demikianlah, mekanisme yang diterangkan dalam teori Adam Smith bahwa perekonomian diatur oleh tangan tidak kentara atau invisible hand.

Upah minimum adalah intervensi oleh visible hand, yang akan menimbulkan masalah yang serius ketika upah yang ditetapkan lebih tinggi dari upah yang ditetapkan melelui mekanisme invisible hand.

Ketikan upah yang ditetapkan pemerintah lebih tinggi dari upah yang berlaku di pasar tenaga kerja, maka pengusaha akan mengurangi karyawan yang direkrut. Artinya, akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), maka pengangguran bertambah.

Selanjutnya, melihat tingkat upah yang lebih tinggi, akan lebih banyak pekerja baru yang berminat untuk bekerja. Mereka ini harus menerima nasib untuk hanya bergagung dengan barisan pengangguran.

Namun perlu disampaikan bahwa dalam standar baku ilmu ekonomi, diskripsi tidak hanya dilakukan secara naratif, tetapi dipaparkan secara grafis, gambar dan pada level tertinggi disajikan secara matematika, dalam hal ini kalkulus dan ekonometri. Karena ekonomi itu tentang angka, belum disebut pakar kalua belum bisa menyajikan analisis numerik.

Analisis ekonomi secara grafis, bahkan secara metematika telah diajarkan di kelas X atau SMA kelas I. Dan mengingat para penyelenggara negara banyak yang bergelar MM, dimana dalam kurikulum ilmu manajemen pasti ada mata kuliah Makroekonomi, maka analisis UMK secara grafis, merupakan sesuatu yang familiar.

Untuk pemahaman lebih bacaan yang dianjurkan: George J. Borjas, Labor Economics, dan Campbel R. McConnel dan Stanley L. Brue, Contemporary Labor Economic, juga buku-buku makroekonomi, N.Gregory Mankiw.

Model Standar untuk menjelaskan dampak UMK secara ekonomi, disajikan dalam grafis berikut. Pertama, ketika upah minimum yang ditetapkan wm lebih tinggi dari upah semula w0, maka dunia usaha akan menurunkan jumlah jumlah pekerja yang diminta dari Q0 menjadi Qm. Akibatnya, akan timbul pengangguran.

Jika tetap pada Q0 dunia usaha tidak dapat meraih untung. Padahal, fitrah dunia usaha adalah meraup untung. Karena keuntungan ini dapat digunakan untuk pengembangan usaha dan penciptaan lapangan kerja baru.

Kedua, begitu melihat upah yang meningkat menjadi wm, akan manarik minat pencari kerja hingga poin c. Pada poin c inilah terjadi kelebihan pasok tenaga kerja (over supply) , yang artinya tenaga kerja yang tidak terserap dalam pasar tenaga kerja atau menganggur. Jumlah tenaga kerja yang tidak terserap ini sebesar Q0bcQs.


Namun, tentu saja ada yang diuntungkan dari penerapan UMK, yaitu tenaga kerja keterampilan dan keahlian rata-rata (unskill labor) yang beruntung tidak kena PHK. Sementara, tenaga kerja keahlian diatas rata-rata (skill labor) telah menerima upah diatas UMK.

Dampak pertama dari penerapan upah minimum, tenaga kerja baru lulus sekolah (teenager) yang mecari kerja. Umumnya, dunia usaha merasa terbebani jika harus menerima karyawan yang belum pengalaman dan kurang ketrampilan ini, jika harus memberi upah sesuai UMK.

Hitungan Matematiknya, setiap kenaikan UMK 10 persen akan mengurangi pekerja muda sebasar 1 hingga 3 persen, sesuai hasil riset Charles Brown (N. Gregory Mankiw, Macro Economics).

Kedua, karena penerapan UMK meningkatkan ongkos produksi (wage cost), yang pada gilirannya meningkatkan harga barang yang diproduksi, maka upah minimum berdampak pada konsumen untuk membayar lebih tinggi.

Solusinya, adalah peningkatan value marginal product of labor, dalam bentuk pemerintah memperbesar alokasi untuk investasi sumber daya manusia (investment in human capital) melalui pendidikan, pelatihan termasuk on the job training. Juga pelayanan kesehatan yang baik, dan peniadaan hambatan membuka usaha.


*)Penulis : Budiono, purna JFP dan menempuh S2 di EPN IPB University.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar