Wisata Jelajah Kampung di Borobudur

Dilihat 1401 kali
Dusun Gopalan Borobudur yang berasal dari toponimi Gopala diprediksi dahulu merupakan pintu masuk atau pintu gerbang sebagai lalu lintas keluar masuknya para mahasiswa Buddha yang menimba ilmu pengetahuan di sekitar Borobudur.

TIDAK dapat dipungkiri, sampai saat ini wisatawan yang berkunjung ke Borobudur lebih terpusat di Candi Borobudur yang masuk zona pertama. Dampak yang diakibatkan kawasan pertama Candi Borobudur ini selalu dipadatI dengan pengunjung yang tiap hari membludak. Terlebih lagi pada saat bulan-bulan libur wisata. Sudah dipastikan pengunjung akan membludak di satu titik.

Membludaknya pengunjung di destinasi wisata yang overtourism (melebihi batas maksimal) tentunya akan berdampak pada tingkat kenyamanan pengunjung. Fenomena tersebut perlu mendapat perhatian serius. Tingkat kenyamanan pengunjung perlu menjadi skala prioritas, karena hidup atau tidaknya dunia pariwisata terkait dengan kenyamanan pengunjung tersebut.

Untuk itu pengelola destinasi wisata perlu melakukan langkah cerdas agar overtourism tersebut dapat diminimalisir. Alternatifnya tak lain adalah memecah keramaian tidak di satu titik, namun mengemas destinasi wisata di sekitar Borobudur menjadi destinasi wisata menarik yang nyaman untuk dikunjungi wisatawan. Walaupun orientasi utama, wisatawan akan menuju ke Candi Borobudur, pengelola destinasi wisata dapat menberikan alternatif untuk mengunjungi destinasi lain di sekitar candi dengan biaya terjangkau. Untuk kunjungan ke Candi Borobudur tidak diganti, namun dibuat alternatif kunjungan terakhir setelah mengunjungi destinasi wisata lain di sekitar candi.

Jelajah Kampung

Di balik hiruk pikuknya situasi dan kesibukan pada rutinitas kerja, banyak wisatawan yang ingin melakukan perjalanan wisata, agar lepas dari berbagai kepenatan aktivitas kesehariannya yang kadang menyita waktu, tenaga, juga pikiran. Selain untuk melepaskan diri dari kejenuhan, yang mendorong seseorang melakukan perjalanan wisata adalah untuk penyegaran kembali atau relaksasi.

Relaksasi ini mengandung pemahaman dengan seseorang melakukan perjalanan wisata, akan dapat merasakan kembali kesegaran dalam dirinya baik itu jasmani maupun rohaninya, sehingga orang tersebut dapat melanjutkan aktivitasnya kembali dengan kondisi jasmani maupun rohani yang lebih fresh. Para wisatawan ingin santai dan menikmati lingkungan berbeda dari yang sudah pernah dinikmati sebelumnya. Harapannya kesegaran jasmani maupun rohani dapat terbangun kembali agar nantinya  siap untuk beraktivitas dengan lebih optimal.

Pada saat ini, ada ide yang kiranya perlu diapresiasi bersama, yaitu wisata minat khusus jelajah kampung. Wisatawan dapat leluasa menyambangi kampung-kampung tersebut sambil menyaksikan berbagai aktivitas keseharian komunitasnya. Candi peninggalan Dinasti Syailendra yang sampai saat ini masih berdiri tegak dengan kokohnya tersebut, tentu pada waktu itu dibangun dengan didukung oleh komunitas penyangganya yang tinggal di sekitar Borobudur.

Penamaan dusun atau kampung di sekitar Candi Borobudur dapat menjadi kajian menarik, untuk dapat menjadikan wisata minat khusus jelajah kampung sebagai ikon pariwisata baru yang berorientasi untuk menambah pengetahuan maupun cakrawala pandang wisatawan.

Bila dicermati secara akuratif dari aspek toponimi di sekitar Candi Borobudur banyak terdapat penamaan yang erat korelasinya dengan candi Buddha tersebut. Implikasi toponimi adalah cabang onomastika atau linguistik yang menyelidiki nama tempat maupuan segala muatan makna yang terkandung di dalamnya.

Toponimi sebagai bagian dari folklor (budaya rakyat), yaitu termasuk folklor lisan, mempunyai ciri-ciri utama, di antaranya penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara oral, bersifat tradisional yang diturunkan secara turun-temurun, serta milik bersama secara kolektif dalam komunitas tersebut yang diyakini menjadi hak paten walaupun secara tradisional atau adat hanya diwariskan dari generasi sebelumnya (Retty Isnendes, 2015).

Ada beberapa dusun yang erat kaitannya dengan Candi Borobudur yang jarang ditemui di tempat lain,seperti Dusun Brojonalan. Di dusun ini terdapat bangunan suci Candi Pawon yang didirikan oleh Dinasti Syailendra. Candi yang sering disebut juga dengan Vajranala ini merupakab tempat penyimpanan abu jenazah Raja Indra, penguasa Kerajaan Mataram Kuno, sebagai bagian dari Dinasti Syailendra yang juga ayahanda Samaratungga. Di candi ini diyakini sebagai tempat umat Buddha membersihkan badan dan jiwanya dari kotoran-kotoran batin lainnya selama hidup di mayapada.

Dusun Brojonalan semula berasal dari kata Vajranala atau nama lain dari Candi Pawon yang mempunyai makna tempat untuk membersihkan hati dan membuang semua kotoran-kotoran dalam rangka mempersiapkan diri untuk beribadah terutama bagi umat Buddha atau bisa dikatakan sebagai tempat penyucian hati sebelum melakukan peribadatan.

Selanjutnya ada lagi nama Dusun Gopalan. Berdasarkan etimologinya Gopalan berasal dari kata Gopala yaitu arca raksasa penjaga gerbang istana. Dalam tradisi oral dapat disimpulkan bahwa Dusun Gopalan dahulu merupakan pintu masuk atau pintu gerbang sebagai lalu lintas keluar masuknya para mahasiswa Buddha yang menimba pengetahuan.

Di sebelah barat daya Candi Borobudur, berjarak kurang lebih 500 meter terdapat Dusun Bumisegoro yang diduga berasal dari kata Bhumi Sambhara Budhara yang tertuang dalam prasasti Sri Kahulunan.

Di dusun ini yang sering didentikkan dengan Bhumi Sambhara Budhara merupakan pusat sekolah atau pendidikan tinggi agama Buddha pada masa Dinasti Syailendra bekuasa. Alih suara Bhumi Sambhara Budhara menjadi Bumisegoro lazim dijumpai. Seperti dalam pewayangan tokoh Krishna menjadi Kresna, tokoh Raja Khamsa menjadi Raja Kangsa, Kerajaan Dwaraka menjadi Dwarawati dan beberapa alih suara lain yang menandakan penamaan makna sama.

Ada lagi kawasan Dusun Kurahan. Ditelisik dari muasal katanya dari kurah yang mengandung arti air bersih untuk berkumur. Tak bisa dipungkiri, air merupakan unsur yang sangat substansial dalam beribadah. Dalam agama Islam memakai air untuk berwudu sebelum shalat, sementara Buddhisme menggunakan air untuk berkumur menjelang berdoa, atau dalam agama Katolik, umat Kristiani sebelum masuk beribadat di gereja diwajibkan memerciki dahinya dengan air suci sebagai simbol pembersihan diri. Oleh komunitas lokal diyakini bahwa Dusun Kurahan masa lampau berjejalin dengan sumber atau tempat air untuk berkumur sebagai semiotika pembersihan diri sebelum masuk ke ruang doa (Hery Priyatmoko, 2022).

Kemasan Destinasi Wisata

Apabila dikaji secara akuratif sebernarnya masih banyak penamaan-penamaan tempat yang sampai sekarang terdapat tautan benang merah dengan Candi Borobudur. Kiranya wisata jelajah kampung dengan mengenalkan dusun-dusun yang ada korelasinya dengan toponimi Candi Borobudur perlu dikemas menjadi kemasan destinasi wisata menarik.

Sambil memperkenalkan dusun-dusun tersebut termasuk potensi yang ada di dalamnya, kiranya wisatawan perlu diberi informasi terkait dengan nama-nama dusun yang dikunjungi, masih erat hubungannya dengan candi megah peninggalan Dinasti Syailendra tersebut. Tentunya, pengelola destinasi wisata perlu mengoptimalkkan sumber daya manusianya termasuk para pramuwisatanya dalam memberikan pencerahan kepada wisatawan.

Wisata jelajah kampung ini bila dapat berjalan konsisten, bersinergi, dan berkelanjutan, tentunya dapat menjadi wisata aternatif, agar konsentrasi pengunjung tidak sekadar naik ke candi, namun dapat mengunjungi objek destinasi wisata lain, yang masih ada korelasinya dengan Candi Borobudur. Selebihnya, akan dapat memperkaya pengetahuan wisatawan dalam ranah yang lebih komprehensif.


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar