BERITAMAGELANG.ID - Tak banyak yang tahu, anggrek adalah tanaman hias yang tidak mengenal musim. Setiap bulan bisa terus bertunas, mekar, dan memberikan kejutan keindahan. Inilah salah satu alasan mengapa bunga anggrek selalu menjadi primadona di pasar, dengan harga yang bisa melonjak seiring usia dan kelangkaannya.
Fakta menarik itu pula yang membuat Rezha Akbar Rizaldy, pemilik Bunda Orchid di Muntilan, serius menekuni dunia pembibitan anggrek sejak 2020.
Baginya, anggrek bukan sekadar tanaman hias, melainkan peluang usaha dengan pasar yang luas dan nilai ekonomi tinggi. Tidak sekadar menjadi reseller yang hanya menjual kembali tanaman dari orang lain. Ia memilih membudidayakan dan membibitkan anggrek sendiri. Proses ini membutuhkan ketelitian, riset berbulan-bulan, hingga percobaan yang tak selalu berhasil.
"Anggrek itu tidak ada musimnya. Setiap bulan bisa tumbuh, dan permintaan selalu ada," ujarnya, Rabu (10/9).
Setiap jenis anggrek punya nilai tambah sendiri. Semakin langka dan besar, harganya kian melambung. Jenis hybrid, silangan, hingga spesies asli dari hutan timur Indonesia, semua punya pasar tersendiri. setiap jenis anggrek punya nilai tambah sendiri. Semakin langka dan besar, harganya kian melambung. Jenis hybrid, silangan, hingga spesies asli dari hutan timur Indonesia, semua punya pasar tersendiri.
"Omzet bulanan bisa mencapai puluhan juta rupiah. Anggrek remaja bisa dijual mulai ratusan ribu rupiah, sementara jenis langka bahkan bisa menembus belasan juta,â ungkap Reza.
Di balik pesona keindahan bunga anggrek, terdapat proses panjang dan penuh kesabaran. Salah satunya adalah penyilangan. Menurut Rezha, penyilangan anggrek tak bisa dilakukan sembarangan.
"Pertama, bunganya harus benar-benar mekar sempurna, warna kelopaknya terang, dan dalam kondisi sehat, bunga yang dipilih kemudian disilangkan secara manual menggunakan tangan steril. Proses ini sangat krusial, sebab jika tangan tidak bersih, bunga bisa terinfeksi dan gagal berkembang," lanjutnya.
Setelah berhasil disilangkan, bunga akan membentuk kapsul biji yang berisi ribuan benih. Namun, proses ini tidak selalu berhasil. Untuk mempercepat dan menjaga kualitas, Rezha menggunakan metode kultur jaringan. Dengan cara ini, bibit anggrek bisa diperbanyak dalam jumlah besar, sekaligus mempertahankan kualitas silangan yang diinginkan.
Setiap bibit dirawat dengan penyemprotan anti jamur, hama, dan bakteri setiap hari. Anggrek dikenal sangat sensitif, sehingga sedikit saja terpapar bakteri bisa menular ke tanaman lain. Untuk pupuk, Rezha tak bergantung pada produk kimia. Ia meracik sendiri pupuk organik cair dari kotoran kelelawar hasil penelitian dua tahun penuh.
"Kalau pakai pupuk kimia ada efek sampingnya. Jadi saya pilih organik, hasilnya lebih sehat buat tanaman," kata Rezha.
Satu periode pembibitan biasanya minimal terdiri dari seribu pohon anggrek, dengan masa siap jual sekitar empat bulan. Meski prosesnya panjang, nilai jualnya sebanding. Bahkan jika bibit kecil belum laku, saat semakin besar harganya justru melonjak.
Tak hanya fokus pada bisnis, Rezha juga aktif berbagi ilmu. Ia kerap mengadakan edukasi pembibitan kepada masyarakat sekitar, termasuk ibu-ibu PKK. Baginya, usaha anggrek bukan sekadar mencari keuntungan, tapi juga membuka peluang baru bagi warga.
Ketua TP PKK Kecamatan Muntilan, Retno Indarti mengatakan budidaya anggrek bisa menjadi program strategis pemberdayaan ekonomi keluarga. TP PKK Kecamatan Muntilan juga secara rutin mengadakan pelatihan budidaya anggrek sesuai dengan program kerja Pokja 3.
Dalam kegiatan ini, para ibu rumah tangga tidak hanya diberi materi tentang dasar-dasar merawat anggrek, tetapi juga diajak langsung praktik cara membuat media tanam, teknik penyilangan sederhana, hingga strategi pemasaran melalui media sosial. Dengan demikian, pelatihan tidak hanya berhenti pada keterampilan teknis, tetapi juga membuka wawasan peserta tentang bagaimana anggrek bisa menjadi peluang usaha nyata.
"Bagi yang sudah punya usaha, kita fasilitasi diskusi tentang SOP, penggunaan pupuk, dan pengendalian hama. Sementara bagi yang baru ingin memulai, kami adakan pelatihan dan motivasi agar keterampilan ini bisa jadi sumber penghasilan," kata Retno.
Retno menegaskan, budidaya anggrek bukan hanya soal hobi, tapi juga peluang ekonomi yang menjanjikan. Dengan keterampilan yang tepat, ibu-ibu bisa berkontribusi pada pendapatan keluarga, bahkan menciptakan lapangan kerja baru.
"Perempuan tidak hanya konco wingking, tapi bisa jadi partner sejajar dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga,â ujarnya.
Budidaya pembibitan anggrek di Kabupaten Magelang bukan semata kisah tentang bunga hias yang mekar setiap waktu. Lebih jauh, kegiatan ini merepresentasikan potensi besar sektor UMKM yang dapat tumbuh dan berkembang apabila dikelola secara serius dan berkelanjutan.
Dengan dukungan masyarakat, pemerintah daerah, serta peran aktif organisasi seperti TP PKK, bukan tidak mungkin Kabupaten Magelang ke depan akan menjadi salah satu sentra budidaya anggrek yang memiliki daya saing dan diperhitungkan di tingkat nasional.
0 Komentar