Pada bulan Mei ini, seluruh umat Buddha merayakan peristiwa fenomenal dengan merayakan perayaan Trisuci Waisak yang dipusatkan di pelataran Candi Borobudur. Dharmasanti ritual puncak Trisuci Waisak selalu diselenggaraan pada malam hari diiringi lantunan pembacaan parita oleh para biksu yang menambah sakral dan khidmadnya perayaan tersebut.
Sebagaimana diketahui, Trisuci Waisak merupakan peristiwa fenomenal yang sangat penting yaitu, memperingati lahirnya Pangeran Sidharta di Taman Lumbini, mendapatkan penerangan agung di Bodh Gaya, serta Sang Buddha parinibbhana (wafat) di Kusinara. Sidharta adalah sosok bangsawan dari Kerajaan Kapilawastu yang berusaha mendapatkan pencerahan abadi. Sosok Sidharta merupakan seorang guru, filsuf, dan pemimpin spiritual yang dikenal sebagai pendiri agama Buddha.
Antara Candi Borobudur dengan tempat peribadatan Waisak, secara kontekstual tidak dapat terpisah. Candi Borobudur sebagai saksi historis yang tak bisa terbantahkan. Fisik bangungan peninggalan Dinasti Syailendra itu dan tempat peribadatan Waisak berkelindan dalam bingkai yang menunjukkan sinergi positif dalam pusaran waktu yang datang silih berganti, sebagaimana jentera bulan yang berputar mengiringi sang waktu.
Apabila ditelisik lebih mendalam, relief di Candi Borobudur dominasinya mengisahkan perjalanan hidup Sidharta Gautama dalam mencari tataran spiritual tertinggi untuk mendapatkan penerangan agung dengan segala dinamikanya. Filosofi dari ajaran tersebut dapat diketahui dalam ajaran Majjhima Patipada, sebagai ajaran pencerahan Sidharta Gautama kepada seluruh umat manusia. Tujuan dari ajaran Majjhima Patipada tersebut tak lain adalah mengajarkan umat manusia di seluruh dunia untuk konsisten berpegang pada ajaran hidup bijaksana, bermoral, dan berkesadaran sebagai sikap moderat untuk menuju tataran kesucian hidup (Totok Tejamano, 2022).
Mahakarya Budaya
Tidak bisa dipungkiri, Candi Borobudur merupakan mahakarya budaya karya putra Nusantara yang secara kosmopolitan sudah diakui dunia. Prediksi pembangunan candi ini dimulai saat Dinasti Syailendra mencapai kejayaannya. Candi ini, diperkirakan dibangun pada abad ke-8 masa pemerintahan Samaratungga pada tahun 825 Masehi. Karya monumental yang membikin semua orang di seluruh dunia kagum. Karya yang pemikirannnya melampaui manusia pada zamannya, yang belum tentu generasi sekarang mampu membuat karya semegah itu.
Mengacu pada konsep kosmologi Buddhis, Candi Borobudur diibaratkan sebagai Mahameru atau gunung yang menjadi penghubung antara surga dan dunia. Gunung ini berdiri di lokasi yang dikelilingi oleh gunung, samudra, dan sungai-sungai besar. Seperti dapat disaksikan saat ini, Candi Borobudur posisinya dikelilingi beberapa gunung, yaitu Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong, dan Pegunungan Menoreh. Di kawasan tersebut juga mengalir air dari sungai-sungai besar, seperti Elo dan Progo, sebagaimana sungai besar di India yaitu Sungai Gangga dan Yamuna.
Karakteristiknya nampak pada desain dan bangunan yang dirancang hingga secara personal membangkitkan intuisi emosional religius. Desain borobudur yang membentuk persegi dan lingkaran serta dihiasi ornamen pada dinding (relief) merupakan konstruksi masyarakat waktu itu, bahwa candi merupakan bangunan suci atau disakralkan sebagai tempat pemujaaan. Adapun tanda-tanda tersebut terangkai konsisten dan teratur layaknya narasi dalam suatu teks. Sebagaimana halnya sebuah teks, candi dapatdibaca dan ditelisik maknanya berdasarkan konsep kosmologi.
Candi Borobudur dibangun bukanlah tanpa tujuan. Pada setiap sudut Candi Borobudur terdapat ornamen yang menggambarkan nilai luhur sebagai ajaran humaniora yang kental dengan ajaran Buddha. Secara keseluruhan menceritakan tentang hakikat kehidupan manusia yang tervisualisasikan dalam pahatan estetika reliefnya.
Pada dasarnya relief adalah suatu seni pahat atau ukiran tiga dimensi pada media batu yang mangandung makna atau filosofi mendalam. Pada relief terukir estetis narasi cerita historis masa lampau yang berisi ajaran spiritual atau filosofi untuk menjadi pelajaran generasi berikutnya. Candi Borobudur menjadi istimewa karena adanya 2.672 panel relief dengan klasifikasi 1.460 panel relief cerita (naratif) dan 1.212 panel relief dekoratif yang dapat dibaca secara konstelatif layaknya narasi dalam sebuah cerita.
Seperti relief Karmawibhangga yang mengisahkan hukum sebaga akibat dari perbuatan manusia yang bersifat universal. Ada juga relief Lalitavistara (lantai 3) yang berisi kehidupan Buddha dari sebelum masa kelahiran sampai saat mengajar pertamanya di Taman Rusa. Masing-masing relief tersebut, satu sama lain saling bertautan membentuk narasi yang dapat menginpirasi banyak orang untuk mempelajari satu demi satu.
Pustaka Kultural
Di balik kemegahan spektakulernya, Candi Borobudur pada dasarnya bila ditelisik dari filosofis Buddhis adalah wujud dari sebuah mandala atau representasi dari tempat tinggalnya Sang Buddha. Ajaran mengenai mandala diturunkan secara lisan oleh Buddha Sakyamuni. Dengan melihat mandala dapat membantu mengubah arus batin seseorang dengan menciptakan kesan mendalam dan kuat akan kesempurnaan batin Sang Buddha. Hasil dari kesan mendalam ini akan membawa individu tersebut merasa lebih welas asih, mawas diri, menjadi individu yang lebih baik, serta tidak henti-hentinya untuk melakukan instrospeksi.
Di samping itu, Candi Borobudur dapat dikatakan sebagai pustaka kultural yang dapat digali makna kedalamannya dari berbagai perspektif. Baik dari perspekrtif religius, pengetahuan, arsitektur, kebudayaan, filsafat, dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Simbol-simbol yang melekat terkandung makna luhur bagi kehidupan manusia.
Hal ini menunjukkan bahwa Candi Borobudur juga memiliki nilai edukasi tinggi yang dapat digali dan dianalisis dari beragam displin ilmu. Candi Borobudur sebagai media pembelajaran, dimana belajar tidak hanya untuk mengetahui atau mengingat (pariyatti), namun juga untuk melaksanakan (patipatti), dan mencapai penembusan (pativedha). Dengan demikian dapat dipertegas, bahwa mempelajari struktur, ornamen, dan relief Candi Borobudur tidak hanya sekedar mengetahui namun juga memahami secara konstektual sebagai pembelajaran peziarahan hidup manusia.
Terlebih lagi, tiap tahun di tempat bersejarah ini selalu menjadi pusat perayaan Trisuci Waisak yang di dalamnya mengandung makna terkait dengan nilai luhur ajaran kemanusiaan. Mengoptimalkan fungsi Candi Borobudur dari berbagi perspektif akan menjadikan masyarakat semakin cerdas untuk terus menggali sampai tingkat kedalamannya, karena Candi Borobudur tidak hanya sekadar bangunan fisik namun merupakan pustaka kultural yang dapat menjadi sumber inspirasi.
Selamat Merayakan Trisuci Waisak 2024.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta. Semoga semua makhluk hidup berbahagia.
Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang.
0 Komentar