Implementasi Soft Skills dalam Pembelajaran

Dilihat 2136 kali
Keberhasilan soft skills dalam pembelajaran berkorelasi erat dengan kemampuan guru untuk mengasah kemampuan peserta didik dengan metode refleksi

Seperti diketahui setiap pemegang profesi dituntut mempunyai hard skills yang khusus, tetapi soft skills bisa merupakan  kemampuan yang harus dimiliki di setiap profesi. Implikasinya setiap individu yang akan menekuni suatu profesi tertentu tidak hanya memerlukan kecakapan teknis yang terkait dengan profesi tersebut, namun perlu memiliki kecakapan non teknis yang terkait dengan faktor penguat individu tersebut dalam menjalaninya.


Tak bisa dipungkiri, sering kali kita mendengar berbagai keluhan yang menyangkut sikap atau perilaku para pekerja di dunia kerja. Di antaranya yang sering dijumpai, banyak teknis cerdas tapi tidak disiplin. Operator terampil tapi tidak jujur. Juga sekretaris cekatan tapi judes. Ada juga banyak pekerja yang pintar tapi tidak dapat bekerja sama.


Keluhan tersebut mengindikasikan gambaran tentang kurang dikuasainya soft skills dalam diri mereka ketika duduk di bangku satuan pendidikan. Untuk itu sekolah sebagai institusi formal merupakan tempat paling efektif untuk mengasah keahlian soft skills seseorang.

 

Berhubungan dengan Orang Lain


Adapun pengertian elementer dari soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berkorelasi dengan orang lain termasuk dengan dirinya sendiri. Adapun, atribut soft skills tersebut meliputi nilai yang perlu dianut, motivasi, perilaku, kebiasaaan, karakter, serta sikap.


Sedangkan soft skills dapat diklasifikasikan menjadi dua komponen, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal skills merupakan kapabilitas seseorang dalam mengatur diri sendiri. Sedangkan interpersonal skills adalah ketrampilan seseorang  yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain.


Kecakapan diri pribadi ini merupakan kecakapan yang seharusnya  dapat dipelajari oleh peserta didik dalam proses pembelajarannya berkaitan dengan pengelolaan kemampuan yang terkait dengan elaborasi pribadinya. Untuk itu sekolah sebagai satuan pendidikan seharusnya dapat membantu  peserta didik untuk menguasai kecakapan ini melalui aktivitas pembelajaran dalam bentuk pengaturan jadwal, pemberlakuan disiplin, juga dalam pemberian tugas-tugas yang menantang.


Tak kalah urgennya, kompetensi bergaul atau interpersonal skills merupakan kompetensi yang bisa diasah dalam pembelajaran. Melalui aktivitas pembelajaran peserta didik didorong  berkomunikasi aktif dengan teman dan guru untuk membangun relasi antar sesama. Melalui penugasan yang bersifat kelompok, peserta didik  dapat berlatih kemampuan, saling mempunyai bargaining position untuk menyepakati suatu keputusan.


Dalam mempertanggungjawabkan hasil penugasan atau tugas, peserta didik dapat diberi kesempatan untuk berlatih berbicara di depan umum melalui presentasi yang sekaligus dapat menjadi wahana promosi diri  dalam menampilkan kapabilitasnya. Melalui berbagai  aktivitas yang mendorong peserta didik mengembangkan diri dalam kelompok, juga akan menjadi ajang motivasi bagi masing-masing pribadi dalam menuntaskan tugas mereka (Endang & Made, 2010).


Proses Pembelajaran 


Pengembangan soft skills dalam proses pembelajaran dilakukan melalui  kegiatan belajar baik di dalam maupun di luar kelas. Dalam hal ini sangat diperlukan sekali kreativitas guru yang mengajarkan mata pelajaran atau kompetensi yang diharapkan untuk pengembangan soft skills bagi peserta didik.


Dengan demikian,  pengembangan soft skills dalam proses pembelajaran dapat dilakukan melalui kurikulum terintegrasi dan hidden curriculum (kurikulum tersembunyi). Pengembangan secara terintegrasi mengandung implikasi semua komponen atribut soft skills, seperti etika, inisiatif, berpikir kritis, kemauan, motivasi, komitmen, dan sebagainya secara eksplisit diintegrasikan  dalam mata pelajaran yang dituangkan dalam Alur Tujuan Pembelajaran atau Modul Ajar.


Sedangkan proses hidden curriculum adalah suatu strategi pengembangan kurikulum dimana soft skills disampaikan  oleh guru kepada peserta didik pada saat  proses pembelajaran. Misalnya, dapat dilakukan sebagai selingan (pengisi waktu jeda) atau diselipkan di awal, tengah, atau akhir pelajaran.


Pembentukan soft skills perlu dilakukan secara integratif di semua mata pelajaran. Di samping isi materi, metodologi cara penyampaian pembelajaran juga sangat mempengaruhi pembentukan soft skills peserta didik. Cara-cara pembelajaran yang demokratis, menarik, kreatif, dan inovatif akan sangat efektif untuk membentuk soft skills peserta didik. Misalnya guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya atau menyampaikan pendapat sehingga terjadi diskusi.


Apabila metode pembelajaran dilakukan sesuai dengan sifat masing-masing mata pelajaran, maka pembelajaran tersebut akan menarik dan bervariasi sehingga dapat diarahkan untuk membentuk soft skills peserta didik. Perlu juga ditekankan dalam pembentukan soft skills ini adalah dalam ranah konteks kecerdasan emosional. Dengan demikian pada setiap materi pelajaran dan tautan proses tujuanya tidak hanya untuk mencapai hard skills saja, melainkan  juga diarahkan untuk mampu menguasai emosi diri sendiri dan orang lain, serta mampu untuk mengendalikannya. Kesadaran semacam inilah yang akan terwujud dalam kesabaran, keuletan,  motivasi diri, dan tanggapan untuk menghadapi tantangan.


Untuk mencapai keberhasilan permanen tersebut, maka diperlukan dua komponen yang cukup elementer, yaitu, pertama, proses latihan. Proses ini diperlukan karena ada kemungkinan pengalaman yang telah dialami dan diperoleh peserta didik dan keluarga belum mencakup apa yang dialami di satuan pendidikan, seperti di Sekolah Menengah Kejuruan. Misalnya bagaimana peserta didik harus mampu membiasakan diri menjadi pribadi berkomitmen untuk bekerja yang senantiasa memperhatikan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dengan menggunakan perangkat K3 secara benar dan proporsional.


Kedua, proses refleksi. Implikasi mendasar dari refleksi ini  adalah cara berpikir tentang segala sesuatu yang baru dipelajari atau mengkaji ulang kembali terkait dengan peristiwa atau momentum yang sudah pernah dilakukan. Refleksi juga merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, dan pengetahuan baru. Melalui refleksi tersebut peserta didik diharapkan dapat mengendapkan materi yang baru dipelajari merupakan pengalaman baru sebagai tambahan wawasan atau revisi pengetahuan maupun pengalaman yang pernah dilalui. 


Untuk bisa merealisasikan penanaman soft skills bagi peserta didik, kiranya satuan pendidikan harus menjadi lingkungan yang subur untuk penanaman benih-benihnya. Para pendidik dan tenaga pendidikan di satuan pendidikan diibaratkan menjadi petani yang memelihara tanaman tersebut dengan senantiasa menyiram dan memberi pupuk serta menyiangi rumput atau ilalang yang menghalangi pertumbuhannya.


Di samping itu, guru sebagai pendamping perlu lebih mengedepankan pendidikan afektif dalam pembelajarannya. Implikasinya, dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik perlu dengan sungguh-sungguh melibatkan, menggunakan daya intuisi, interaksi timbal balik antara peserta didik, guru, serta lingkungannya sehingga proses pembelajannya semakin komunikatif dan menyenangkan.


Dengan penguasaan soft skills, diharapkan peserta didik setelah lulus dari satuan pendidikan menengah, seperti SMK, SMA, MA, dan sebagainya lebih diterima di dunia kerja serta menjadi pribadi  yang mencintai pekerjaanya sehingga  menjadi betah di dunia kerja. Kebetahan mereka dikarenakan para lulusan telah siap berada di dunia kerja dengan bekal soft skills kuat dalam dirinya.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar