SAAT ini belanja bukan lagi kebutuhan namun sudah menjadi kebiasaan. Dahulu orang berbelanja karena memang membutuhkan barang sehingga dibeli, karena pada hakikatnya seorang mengonsumsi barang karena kebutuhan untuk hidup. Namun seiring perkembangan zaman, belanja telah berkembang sebagai cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Ditambah sebuah kebudayaan selalu berubah dan seiring dengannya, masyarakat juga bergerak pula menyesuaikan diri dengan mengubah perilaku, pola pikir, hingga cita rasa. Keduanya saling mempengaruhi. Kondisi masyarakat dipengaruhi budaya, yang diproduksi masyarakat itu sendiri. Jika hal itu dibiarkan menjurus kepada budaya konsumtif. Kata konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk pola perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok.
Perilaku konsumtif seseorang sudah terbentuk sejak usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk oleh rayuan iklan. Salah satu ciri masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Pada masa ini, umumnya remaja memandang kehidupan sesuai sudut pandangnya sendiri, yang belum tentu sesuai pandangan orang lain dan kenyataan.
Dewasa ini, remaja di kota-kota besar maupun di kota kecil menjadikan mall sebagai rumah keduanya. Salah satu alasannya, mereka ingin menunjukkan diri dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah, sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Nah, hal tersebut memunculkan perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif sebenarnya dapat dimengerti. Hal tersebut terjadi mengingat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja memiliki sejumlah kecenderungan seperti ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan. Oleh karena itu, ia berusaha menjadi bagian dari lingkungan. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang sebaya menyebabkan remaja berusaha mengikuti berbagai atribut yang sedang ngetrend sehingga mereka berperilaku konsumtif berlebihan dengan membeli barang yang sebenarnya kurang diperlukan.
Untuk menghindari dan mengurangi perilaku konsumtif yang berdampak negatif, maka para remaja dapat mengurangi perilaku ini sedikit demi sedikit. Bila tidak, akan terus mengakar menjadi gaya hidup dan berlanjut sampai dewasa. Perlu adanya kesadaran diri dan kendali dorongan hati, dan tentu saja hal ini berkaitan dengan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional itu sendiri menurut Cooper (2018) yaitu kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh manusiawi. Kecerdasan emosional menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Herald (2019) mengatakan pada intinya, kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi.
Goleman (2015) mengungkapkan 5 wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini dapat diaplikasikan terutama dalam mengurangi perilaku konsumtif, yaitu:
Dengan kecerdasan emosional, remaja diharapkan dapat mengontrol segala keinginan sesaat untuk berperilaku konsumtif yang terkadang belum menjadi kebutuhan mendesak. Bila pandai mengelola emosi dalam setiap keputusan yang diambil, pastilah budaya konsumerisme dapat terkendali. Semoga.
Penulis: P. Budi Winarto, S.Pd. Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang.
0 Komentar