DALAM kesempatan diskusi dengan para seniman se-Magelang Raya, muncul topik diskusi manarik. Para seniman sudah berkarya sesuai dengan idealismenya masing-masing, baik itu mereka yang berkecimpung dalam aspek seni pertunjukan juga seni rupa. Permasalahan yang paling elementer, setelah berkarya, mereka bingung untuk mencari pangsa pasar dari karya-karya mereka yang dominasinya lebih mengarah pada seni wisata. Karya-karya mereka yang dibuat penuh idealime tersebut akan disuplai kemana? Itulah kasus yang sangat mendasar untuk dicarikan solusi.
Padahal apabila ditelisik lebih jauh, produk-produk seni tersebut sangat berperan dalam sektor pariwisata. Industri pariwisata, tidak bisa lepas dari unsur-unsur seni untuk mendukung dalam elaborasinya, terutama untuk menarik minat pengunjung. Industri pariwisata tanpa didukung oleh produk seni, sudah dipastikan tidak dapat berjalan optimal. Pengunjung destinasi wisata akan membutuhkan berbagai cindera mata sebagai oleh-oleh bagi keluarga atau kerabatnya. Cindera mata dalam bentuk seni tersebut akan dapat menjadikan branding tersendiri bagi destinasi wisata, karena kesan wisatawan positif dan tindak lanjut kunjungannya tersebut sangat prospektif.
Keterkaitan Kuat
Sebagaimana diketahui aspek seni dan pariwisata merupakan dua domain kegiatan yang saling memiliki keterkaitan kuat. Aspek seni pertunjukan dalam konteks industri pariwisata telah menjadi atraksi atau daya tarik wisata yang sangat penting dan menarik, khususnya apabila dikorelasikan dengan aktivitas wisata budaya. Seni pertunjukan yang mencakup aspek seni tari, seni musik maupun seni pentas lainnya, di berbagai daerah destinasi wisata di Indonesia telah berkembang dan banyak dikemas untuk konsumsi wisatawan, yang digelar di gedung-gedung pertunjukan atau teater. Bahkan ada yang dipentaskan di area terbuka atau lingkungan pedesaan yang memiliki nuansa spesifik.
Demikian halnya seni rupa, yang di dalamnya mencakup karya-karya seni lukis, seni patung dan seni kerajinan telah mampu menempatkan daya tariknya sebagai suatu obyek seni yang memiliki nilai apresiasi sangat tinggi yang digelar di galeri-galeri seni maupun sebagai unsur kenangan khas yang perlu dibawa oleh wisatawan sebagai cindera mata.
Apabila diamati dari perspektif kesenian, maka berkembangnya industri pariwisata secara nyata telah mendorong tumbuhnya kreativitas pelaku seni untuk mengembangkan karya ciptanya sehingga mampu menarik minat pengunjung ataupun wisatawan. Dalam aspek seni pertunjukan, kreativitas seniman perlu mampu diaktuliasasikan dalam koreografi yang menarik, atraktif, dan mampu menyajikan pesan serta cerita yang utuh bagi wisatawan dalam rentang waktu kunjungannya yang terbatas dan biaya terjangkau.
Demikian juga halnya dalam aspek cabang seni rupa. Tidak dapat dipungkiri, tumbuhnya sektor pariwisata telah membuka pangsa pasar baru yaitu dari kalangan wisatawan, disamping pemerhati dan pencinta karya seni termasuk kalangan kolektor yang sekarang marak di Indonesia. Untuk itu, memiliki peluang pemasaran untuk kalangan khusus, seperti para kolektor dan pencinta seni. Melihat peluang tersebut, tentunya para seniman bisa mengolah proses kreatifnya dengan maksimal.
Namun fakta di lapangan menunjukkan mereka kebanyakan gagap ketika habis berkarya. Mereka kebingungan untuk mencari pangsa pasar untuk mamasarkan hasil karyanya. Untuk itu kiranya dibutuhkan strategi khusus untuk menyikapi fenomena tersebut. Salah satunya para seniman perlu memahami konsep marketing mix (bauran pemasaran). Implikasi dari bauran pemasaran adalah kegiatan pemasaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan pemasaran dalam pangsa pasar. Bauran pemasaran juga merupakan variabel-variabel terkendali yang digunakan untuk membuat konsumen tertarik (Moh. Abdul Aziz, 2017).
Adapun dalam bauran pemasaran tersebut meliputi beberapa komponen, pertama produk. Komponen produk ini adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk dapat diperhatikan secara jeli. Produk bisa dikategorikan seperti barang fisik, pengalaman, orang, serta gagasan. Dalam merencanakan produk atau jasa yang baik perlu adanya pedoman dalam penciptaannya, seperti mengubah produk atau menambah produk.
Kedua, harga. Komponen ini menegaskan bahwa nilai dari barang dan jasa yang dapat dibeli dengan sejumlah uang. Atas dasar nilai tersebut perusahaan atau seseorang akan rela melepaskan barang maupun jasa yang dimilikinya untuk. Tentu harga suatu barang atau jasa menjadi faktor penentu dalam permintaan pasar. Harga juga dapat memengaruhi posisi persaingan dengan lembaga atau perusahaan lain. Keputusan dalam penentuan harga harus dilakukan dengan jeli, karena berkorelasi erat dengan nasib produk yang dihasilkan. Jangan sampai terjadi banting harga, atau menjual produk semurah mungkin, yang berbeda dengan produk-produk lain yang sejenis, karena apabila dilakukan akan menjadikan bumerang sendiri akan kelangsungan produk yang dihasilkan.
Ketiga, promosi. Komponen ini merupakan aktivitas dalam mengomunikasikan keunggulan produk dan merayu pelanggan atar mau membeli produk yang dihasilkan. Adapun kegiatan yang dimaksud meliputi periklanan, penjualan secara pribadi, online, publisitas, juga relasi dengan banyak lapisan masyarakat.
Keempat, saluran distribusi. Dalam komponen keempat ini merupakan aktivitas pengelola atau perusahaan yang melakukan distribusi secara merata sehingga membuat produk mudah didapatkan oleh konsumen. Pada komponen saluran distribusi ini juga dibutuhkan kiat-kiat khusus agar tujuannya tercapai, seperti memilih perantara yang akan dilibatkan dalam saluran distribusi, serta mengelaborasikan sistem distribusi yang secara visual dapat menangani dan mengangkut produk melalui saluran tersebut dengan maksud agar produk dapat disalurkan kepada konsumen tepat pada waktunya.
Dengan memahami bauran pemasaran tersebut, harapannya para seniman dapat lebih mudah memasarkan produk-produknya secara kompetitif. Di samping itu, para seniman juga perlu melengkapi kualitas personalnya dengan berbagai wawasan yang mendukung, seperti kemampun dalam menggunakan teknologi informasi, karena berbagai informasi terkini banyak disebarkan lewat media media sosial.
Merajut Jaringan
Melihat fenomena para seniman yang kesulitan dalam memasarkan produknya, kiranya diperlukan alternatif solusi untuk mengurai benang kusut tersebut. Para seniman perlu membentuk jaringan kerja seniman yang didalamnya terdapat berbagai komponen baik komponen seniman maupun di luar seniman. Dengan para seniman dapat berbagi terkait dengan produk yang aktual untuk dipasarkan. Sedangkan dengan komunitas di luar seniman seperti pengusaha, dapat memediasi untuk mengantisipasi pangsa pasar, agar para seniman dapat mengendalikan diri untuk tidak melakukan banting harga.
Di samping itu, pemeritah dan berbagai BUMN dapat memfasilitasi untuk melakukan pendampingan dan promosi berkelanjutan. Untuk seni pertunjukan dan seni rupa dapat difasilitasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk pendampingan kualitas produknya. Sedangkan Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga dapat memfasilitasi terkati dengan pemasaran dan mencarikan jejaring.
Apabila kolaborasi paralel tersebut dapat terbangun, harapannya para seniman dapat lebih memiliki wawasan pengetahuan terkait pemasaran baik dalam skala mikro maupun makro dengan harapan produknya dapat bermanfaat untuk publik secara konsisten, sebarannya meluas, dan berkelanjutan.
(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)
0 Komentar