Menjadi Pendidik yang Asertif Untuk Menyongsong Implementasi Kurikulum Merdeka

Dilihat 2725 kali
ilustrasi : https://www.freepik.com/free-vector/formula-concept-illustration_20287874

Oleh : P. Budi Winarto, S.Pd*)


PENDIDIKAN yang asertif adalah pendidik yang mampu mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak serta perasaan orang lain.

Dalam bersikap asertif, seorang pendidik dituntut untuk jujur terhadap dirinya sendiri dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat, dan kebutuhan secara proposional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan atau pun merugikan orang lain.

Asertif  Itu Tidak Agresif

Seorang pendidik dikatakan asertif jika dirinya mampu bersikap tulus dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangannya pada orang lain sehingga tidak merugikan atau mengancam integritas pihak lain. Bagaimanapun juga, seorang pendidik harus mampu bersikap tegas tapi tidak ditafsirkan menyerang orang lain. Inti dari sikap asertif adalah mampu berkata ‘tidak’ tanpa merasa bersalah dan tanpa melukai siapa pun dan mampu berkata ‘ya’ tanpa kesombongan.

Sedangkan dalam agresif, ekspresi yang dikemukakan justru terkesan melecehkan, menghina, menyakiti, merendahkan, bahkan menguasai orang lain sehingga tidak ada rasa saling menghargai dalam interaksi atau komunikasi tersebut. Tentu saja hal ini cenderung akan merugikan orang lain sehingga tidak ada rasa saling menghargai dalam interaksi atau komunikasi tersebut. Tentu saja hal ini cenderung akan merugikan orang lain.

Saat ini, akan sedikit pendidik yang masih bersikap tidak asertif bahkan lebih mengarah pada perilaku agresif. Misalnya dengan mengatakan kepada muridnya sebagai berikut; “kamu ini cantik-cantik kok goblok” atau “kalian ini lambat sekali sih kayak siput aja!”. Ciri tindakan agresif adalah Iam OK and You are not. Orang-orang agresif tidak peduli akan perasaan orang lain, bahkan terkadang dengan sengaja merampas hak dan menginjak martabat orang lain.

Pertanyaannya, apakah kelambatan siswa dalam menangkap mata pelajaran, harus direspon dengan menggunakan kekerasan? Kondisi demikian mengakibatkan seoarang anak takut berbuat salah, daya cipta kurang , dan daya kreasi rendah. Akhirnya, anak menjadi takut berekspresi dan kurang percaya diri.

Perilaku agresif cenderung tidak melihat atau tidak mempertimbangkan kepentingan orang lain. Apa pun yang menjadi keinginan diri itulah yang harus dilaksanakan. Kondisi demikian akan mengganggu kinerja seseorang, khususnya kinerja seseorang, khususnya ketika harus bekerja secara tim.

Asertif itu Tidak Submisif

Lain halnya dengan perilaku submisif. Seseorang yang mempunyai perilaku submisif seolah-olah menerima dan bahkan menyerah pada semua hal yang terjadi, sekalipun yang dihadapi buruk adanya. Yang menonjol dari perilaku ini adalah adanya ketidakmampuan untuk mengatakan TIDAK pada kondisi yang diperlukan, orang yang submisif cenderung gagal mengekspresikan perasaan, pikiran, pandangan, dan keyakinannya sehingga menyebabkan orang lain merasa tidak nyaman.

Perilaku submisif dapat menimbulkan berbagai masalah, baik bagi diri individu yang bersangkutan maupun orang lain. Orang yang submisif cenderung menghindari konflik, meski di belakang panggung  berkeluh kesah bahkan mungkin mengumpat. Orang jawa sering menggambarkan perilaku submisif dengan istilah “nggah-nggih ora kepanggih” (berkata iya tetapi tidak melakukan tindakan nyata).

Sampai saat ini, nampaknya masih ada pendidik yang bersikap submisif “ndak-ndak apa-apa kok”, kata seorang ibu guru yang baru saja terkena lemparan bola di pantatnya, menanggapi permintaan maaf anak didiknya sembari berlalu tanpa memperhatikan anak didik tersebut, sehingga membuat sang anak merasa sangat bersalah.

Ciri orang submisif adalah membuat orang lain merasa sangat bersalah dengan sikap yang terkesan rendah hati. 

Asertifkah Anda?

Orang yang asertif dapat menyatakan YA dan TIDAK sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Orang yang memiliki perilaku asertif cenderung dapat bekerja sama dan berkembang untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Pada perilaku ini, tingkat sensitivitas yang dimiliki cukup tinggi sehingga ia dapat membaca situasi yang terjadi di sekelilingnya. Hal inilah yang memudahkan orang-orang tersebut dalam menempatkan diri dan melakukan aktivitasnya secara strategis, terarah, dan terkendali.

Perilaku aserif berarti adanya sikap tegas yang dikembangkan dalam berhubungan dengan banyak orang dalam berbagai aktivitas kehidupan. Orang yang asertif  mampu mengambil keputusan atau melakukan tindakan tertentu berdasarkan hasil pemikiran sendiri, tanpa sikap emosional, meledak-ledak, atau berperilaku buruk lainnya. Ia menegakkan kemandiriannya tanpa bermaksud menyakiti hati orang lain. Ketegasannya penuh kelembutan, ketegasannya tanpa arogansi. Itulah ciri-ciri asertif.

Lebih jauh lagi, perilaku asertif membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri. Dalam hal ini, ia bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan,dan perasaan secara terbuka namun tetap memperhatikan dan mempertimbangkan pendapat orang lain. Citra dirinya akan terlihat sebagai sosok yang berpendirian, dan tidak terjebak pada eksploitasi yang merugikan diri sendiri. Dengan demikian, akan timbul rasa hormat dan penghargaan orang lain yang berpengaruh besar terhadap pemantapan eksistensinya.

Membangun Perilaku Asertif

Beberapa pendekatan yang dapat ditempuh untuk membangun asertivitas antara lain tertuang dalam formula 3A, yang terdiri dari tiga kata Appreciation, Acceptance, dan  Accommodating.

Appreciation berarti menunjukkan penghargaan terhadap kehadiran orang lain, dan tetap memberikan perhatian sampai pada batas-batas tertentu atas apa yang terjadi pada diri mereka. Mereka pun, seperti halnya kita, tetap membutuhkan perhatian. Dengan kata lain, agar mereka mau memperhatikan, memahami, dan menghargai kita, ada baiknya jika mulai terlebih dulu menunjukkan perhatian, pemahaman, dan penghargaan kepada mereka.

Acceptance adalah perasaan mau menerima, memberikan arti sangat positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang, yaitu menjadi pribadi yang terbuka dan dapat menerima orang lain sebagaimana keberadaan diri mereka mereka masing-masing, dalam hal ini, kita tidak memiliki tuntutan berlebihan terhadap perubahan sikap atau perilaku orang lain (kecuali yang negative) agar ia mau berhubungan dengan kita. Salah satu caranya adalah tidak memilih-memilih orang dalam berhubungan dengan tidak membatasi diri hanya pada keselarasan tingkat pendidikan, status sosial, suku, agama, keturunan, dan latar belakang lainnya.

Terakhir adalah Accomodating, yakni menunjukkan sikap ramah kepada semua orang tanpa terkecuali. Keramahan senantiasa memberikan kesan positif dan menyenangkan kepada semua orang yang kita jumpai. Keramahan membuat hati kita senantiasa terbuka, yang dapat mengarahkan kita untuk bersikap akomodatif terhadap situasi dan kondisi yang kita hadapi tanpa meninggalkan kepribadian kita sindiri. Artinya, kita dapat memperhatikan toleransi dengan penuh rasa hormat, namun bukan berarti kita jadi ikut lebur dalam pandangan orang lain, apalagi dengan hal-hal yang bertentangan dengan diri kita. Hal ini penting sekali untuk diperhatikan agar kita mampu membina saling pengertian dengan orang lain.

Perlu Latihan Untuk Menjadi Asertif

Kenyataannya, tidak mudah untuk menjadi seorang pendidik yang asertif. Banyak pendidik yang merasa enggan untuk bersikap asertif karena dalam dirinya ada rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak lagi disukai atau pun tidak diterima, atau sebaliknya takut eksistensinya tidak diakui oleh anak didik dan rekan kerjanya.

Menjadi asertif  memang tidak mudah dan perlu dilatih dari hari ke hari. Kendala yang sering dihadapi anatara lain sulit menjaga keseimbangan antara menyatakan pendapat, keinginan, dan perasaan kita dengan tetap menghormati dan bertenggang rasa pada orang lain. Untuk itu perlu usaha dan latihan terus-menerus untuk menjadi asertif.

Seorang anak adalah seorang peniru yang ulung. Mereka akan lebih mudah mengikuti apa yang mereka lihat daripada apa yang mereka dengar. Bukankah akan menjadi pemandangan yang indah saat menyaksikan mereka mampu mengekspresikan dirinya secara spontan, jujur, percaya diri, jauh dari persaingan yang tidak sehat. Artnya para pendidik perlu berlatih untuk menjadi asertif karena pada akhirnya merekalah yang akan menjadi model bagi anak didiknya. Bagaimana caranya untuk tampil sebagai pendidik yang asertif? Tentu saja dimulai dengan melakukan evaluasi dan refleksi diri dengan memperhatikan elemen-elemen yang bermanfaat untuk peningkatan asertivitas dengan berpatokan pada formula 3A.

Seperti halnya belajar naik sepeda “practice makes perfect”, demikian pula halnya dalam berperilaku asertif. Semoga di masa mendatang kita dapat menyaksikan generasi-generasi muda yang semakin berwarna dan indah, karena mereka mampu berkomunikasi dan berperilaku asertif sebagaimana para pendidik mereka. Semoga.


*Penulis Guru SMP Pendowo Ngablak

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar