Menumbuhkan Imajinasi di Kelas

Dilihat 910 kali
Membiasakan presentasi di depan kelas secara rutin dan berkelanjutan dari materi yang sudah dipelajari akan dapat menumbuhkan ranah imajinasi peserta didik dengan ekspetasi akan berguna untuk bekal hidupnya kelak di kemudian hari.

Dalam suatu kesempatan, penulis selaku pendamping mata pelajaran Seni Budaya menayangkan materi perang Bharatayuda yang diambil dari kisah Mahabharata. Dalam perang besar keturunan Dinasti Bharata yang berlangsung selama 18 hari tersebut telah menelan korban ribuan prajurit di kedua belah pihak.

Salah satu tayangan dengan latar Padang Kurusetra itu, tervisualisasikan banyak kereta yang hancur, perlengkapan perang, seperti pedang, perisai, busur, anak panah, dan berbagai senjata perang lain berserakan di sana-sini. Dari tayangan tersebut, penulis melontarkan pertanyaan pemantik, faktor penyebab benda-benda perang tersebut berserakan yang nampak jelas dalam tayangan.

Jawaban mereka, pada umunya hanya normatif, bahwa benda-benda tersebut berserakan akibat perang. Jawaban normatif tersebut menandakan, kurangnya wawasan mereka dalam menggali dan mengembangkan materi. Pemahaman mereka hanya berkutat dari materi yang diberikan guru. Mereka enggan untuk mengembangkan materi dan mencari dari sumber-sumber lain yang relevan. Hal itu lebih menegaskan, bahwa kemampuan mereka untuk menumbuhkan ranah imajinasi belum terbangun secara optimal.  

 

Keprihatinan Tersendiri

Lemahnya imajinasi peserta didik pada saat Kurikulum Merdeka ini digencarkan menjadi keprihatian tersendiri. Minimnya karya-karya sastra maupun buku-buku karya seni lainnya hasil tulisan kalangan generasi milenial sebagai bukti yang tak terbantahkan, bahwa kemampuan menumbuhkan daya imajinasi belum sesuai harapan.

Untuk itu, peranan guru saat ini sangat diperlukan untuk dapat mengemas materi pelajaran secara menarik sehingga peserta didik terangsang untuk berpikir kreatif tanpa menghafal secara normatif. Guru memang selayaknya menjadi motivator utama dalam segala hal. Salah satunya, guru perlu menjadi perancang dan pengarah untuk berkembangnya imajinasi peserta didik dari potensi imajinatif dasar yang dimiliki oleh masing-masing individu sebagai pribadi.

Pada dasarnya implikasi imajinasi adalah daya pikir untuk membayangkan dalam angan-angan atau menciptakan cerita, lukisan, karangan, dan gambaran kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang. Jika daya imajinasi peserta didik begitu miskin dan rendah, dampak pertama yang tampak adalah mampatnya kapabilitas untuk mengarang atau berbicara (St. Kartono, 2009).

Ditambah lagi, soal-soal uji kompetensi atau ujian didominasi soal pilihan ganda. Peserta didik tinggal memilih opsi yang sudah tersedia. Dengan adanya opsi tersebut, kesempatan untuk mengkaji soal secara mendalam menjadi sempit. Tuntutan soal dalam pilihan ganda yang menekankan pola berpikir kritis, seperti pertanyaan mengapa, bagaimana, berikan alasan jarang dijumpai. Sedangkan soal esai atau uraian yang memantik pola berpikir imajinatif porsinya tidak sebanding soal pilihan ganda. Bahkan kadang-kadang soal esai ditiadakan.

Untuk itu, kiranya kemampuan imajinasi tersebut perlu terus ditumbuhkembangkan di semua jenjang pendidikan karena sebenarnya aspek ini sangat penting dan perlu dimiliki oleh peserta didik. Dengan imajinasi, sebenarnya akan bisa melahirkan orang-orang yang memiliki kemampuan mencetuskan konsep, kreativitas, inovasi, maupun perilaku yang aktual dalam kehidupannya.

Semua karya teknologi di dunia ini lahir selalu melalui proses imajinasi para inventornya. Bill Gates seorang perancang komputer dari Amerika Serikat adalah sosok yang mengawali kariernya dengan selalu bermimpi dan berimajinasi. Kemudian meminta tenaga ahli yang dipekerjakannya untuk menerjemahkan mimpi dan imajinasinya tersebut ke dalam berbagai bentuk software komputer yang saat ini banyak membuat masyarakat di seluruh dunia tergantung padanya.

 

Pendekatan Pembelajaran

Dalam menumbuhkan imajinasi peserta didik, kiranya diperlukan beberapa pendekatan khusus di antaranya, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bermain dan beraktivitas. Memberi suasana aman dan bebas secara psikologis. Menerapkan disiplin yang tidak kaku, peserta didik boleh mempunyai gagasan sendiri dan dapat berpartisipasi secara aktif. Di samping itu guru dapat memberi kebebasan berpikir kreatif dan berpartisipasi secara aktif bagi peserta didik.

Semua pendekatan tersebut, akan memungkinkan peserta didik mengelaborasikan seluruh potensi kecerdasannya secara optimal. Suasana kegiatan belajar mengajar yang menarik, interaktif, merangsang kedua belahan otak peserta didik secara seimbang, memperhatikan keunikan tiap individu, serta melibatkan partisipasi aktif setiap peserta didik. Pendekatan tersebut akan membuat seluruh potensi peserta didik berkembang secara optimal termasuk ranah imajinasinya.

Untuk membantu mengasah kemampuan imajinasi seperti bercerita guru dapat memilih metode yang relevan dan diharmonikan dengan tingkat berpikir peserta didik di masing-masing jenjang pendidikan, seperti metode pembiasaan dan global. Metode pembiasaan merupakan salah satu cara membiasakan peserta didik untuk berpikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan yang harus dilakukan. Metode pembiasaan dinilai sangat efektif diterapkan pada peserta didik karena dengan pembiasaan rutin dan berkelanjutan akan dapat menguatkan berbagai hal positif yang sudah diimplementasikan.

Sedangkan metode global yaitu guru dapat mengarahkan peserta didik belajar membuat suatu kesimpulan dengan kalimatnya sendiri. Melalui metode ini, peserta didik dapat berimajinasi dan sangat membantu menumbuhkan kecerdasannya. Contohnya, ketika peserta didik bermain, melukis, membaca buku, atau menonton film, tagihannya dapat dilakukan agar mereka dapat menarasikan dengan kalimatnya sendiri.

Metode tersebut dapat memantik ranah imajinasi yang tumbuh secara alami dari pengalaman nyata yang sudah dialami. Ekspektasinya materi dapat diserap secara maksimal dan membumi dalam pemahaman mereka, yang bukan hanya pemahaman normatif. Melalui metode ini peserta didik juga akan terlatih berpikir kreatif dan berinisiatif. Dengan demikian, kemampuan berimajinasi mereka akan terarah den terstruktur selaras dengan arahan guru sebagai pendamping.

Oleh karena itu, untuk menumbuhkan imajinasi peserta didik, semangat literasi harus direalisasikan dalam aksi aktual. Perpustakaan sekolah yang sepi pengunjung perlu dioptimalkan kembali dengan menghadirkan koleksi bacaan yang menarik dan menantang. Di samping itu guru semua mata pelajaran, perlu memberikan penugasan yang dapat memantik imajinasi peserta didik, dengan tugas literasi, seperti membaca dan membuat sinopsis dari buku atau bacaaan yang dibaca.

Apabila pembiasaan tersebut dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, dalam dinamika proses perjalanan waktu imajinasi peserta didik akan dapat tumbuh yang sangat berguna untuk bekal kehidupannya kelak di kemudian hari.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar