Pariwisata Berbasis Protokol Kesehatan

Dilihat 2397 kali
Kepatuhan wisatawan melaksanakan protokol kesehatan di destinasi wisata sangat dibutuhkan agar kenyamanan bersama dapat terbangun secara optimal.

Sebagaimana diketahui publik, sektor pariwisata kembali dibuka di beberapa daerah. Mereka telah mulai berbenah melakukan strategi untuk melakukan terobosan agar sektor yang diandalkan ini bisa bangkit kembali. Banyak para pengelola pariwisata, pelaku, pengrajin, seniman yang mulai merintis kembali agar usahanya dapat mendongkrak sektor pariwisata.


Tak dapat dipungkiri sektor pariwisata memiliki dampak positif dan signifikan yang dirasakan oleh masyarkat, baik tingkat pengusaha, pelaku, maupun pemerintah. Adapun keuntungan yang telah dirasakan diantaranya industri pariwisata dapat menciptakan lapangan kerja dan usaha baru.


Dari berbagai kajian penelitian menegaskan pariwisata dapat menjadi sumber utama pendapatan masyarakat atau menjadi pemantik kegiatan yang menarik bagi pengembangan sektor lain, sehingga kegiatan ekonomi lainnya juga terfasilitasi.


Produk pariwisata merupakan mata rantai dari serangkaian komponen yang satu sama lain saling berkelindan. Sebagai misal sektor pariwisata walaupun merupakan sektor yang mengutakan pelayanaan jasa perjalanan, akan berkorelasi dengan sektor perdagangan, indurtri, seni, akomodasi, dan sebagainya (Sedarmayanti, 2014).


Kesadaran Wisatawan


Menyikapi mulai menggeliatnya industri pariwisata, kiranya perlu dipikirkan untuk mengoptimalkan kesadaran berwisata bagi pengunjung. Masih banyak terlihat, pengunjung yang berkunjung ke destinasi wisata, lupa kalau harus melaksanakan protokol kesehatan yang mestinya harus ditaati.


Fenomena tersebut dimungkinkan karena masyarakat sudah terlalu lama terkungkung di dalam rumah, seiring dengan pemberlakuan PSBB. Ketika kran kelonggaran dibuka, maka bagaikan air bah lepas dari bendungan, mereka ingin menghirup udara segar di luar sebebas-bebasnya.


Kiranya kesadaran berwisata tersebut bisa diawali dari tingkat keluarga sebagai dasar pentingnya menaati protokol kesehatan. Keluarga merupakan fondasi paling elementer agar protokol kesehatan dapat diimplementasikan secara optimal. Selebihnya bisa diperkuat sosialisasi dari tingkat RT, RW, desa, dan seterusnya. Apabila kesadaran taat protokol kesehatan sudah digencarkan secara simultan, niscaya ketaatan itu dapat semakin membumi.


Pelanggaran Prokes


Bila dicermati, hampir semua pembukaan destinasi wisata selalu dilengkapi dengan protokol kesehatan yang harus dipatuhi wisatawan juga infrastruktur kesehatan yang sudah disiapkan. Bahkan sudah banyak lembaga pengelola pariwisata yang mengantongi sertifikat CHSE. Implikasi CHSE adalah penerapan protokol kesehatan yang berbasis pada Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan),dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan).


Namun, realitanya banyak pengunjung yang melanggar, misalnya tidak disiplin memakai masker, tidak menjaga jarak serta mengabaikan cuci tangan dengan sabun maupun hand sanitizer. Bila kondisi seperti ini dibiarkan, tentu berakibat fatal yang akan memunculkan klaster baru di tempat destinasi wisata. Bila kasus baru di tempat destinasi pariwisata bermunculan, sudah bisa dipastikan akan ditutup kembali. Potensi kerawanan akan bermunculan apabila wisatawan tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan.


Dengan demikian pemulihan industri pariwisata perlu dibarengi dengan strategi baru untuk membangkitkan industri pariwisata di tengah pandemi Covid-19. Strategi tersebut tidak hanya sekadar mengandalkan keindahan wisata, seni, budaya, tetapi juga harus mengedepankan keunggulan lain, yaitu diterapkannya protokol kesehatan dan pengawasannya di sejumlah objek wisata.


Strategi tersebut sangat rasional, karena orang berwisata tentu tak ingin sakit atau tertular penyakit. Konsekuensinya, pengelola destinasi wisata harus menjamin keselamatan pengunjung agar tetap sehat, baik saat masuk maupun keluar dari tempat wisata. Untuk itu kiranya diperlukan mekanisme yang standar atau Standar Operasional Prosedur (SOP) di setiap destinasi wisata.


Tentunya kita juga sepakat, kalau SOP tersebut diterapkan secara ketat di setiap tempat destinasi wisata. Justru dengan penerapan yang ketat ini menjadi daya tarik wisatawan, karena mereka akan merasa aman dan nyaman saat berkunjung ke objek wisata. Sistem pengawasan juga harus diperketat. Misalnya, mereka yang tidak taat pada protokol kesehatan, dikeluarkan dari tempat wisata daripada  membahayakan orang lain. Kalau perlu, mereka yang terbukti melanggar protokol kesehatan dikenai denda biar jera.


Pemulihan industri pariwisata memerlukan suatu keyakinan bahwa semua wisatawan akan menjalankan protokol kesehatan dengan patuh. Bila digali lebih mendalam, ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol pandemi Covid-19 bukanlah hal yang baru atau hal yang khas pandemi ini saja.


Faktanya, tingkat kepatuhan masyarakat kita terhadap segala peraturan secara umum masih cukup rendah. Beberapa peraturan atau kebiasaan sosial berhasil ditanamkan, hanya melalui strategi perubahan perilaku yang komprehensif dan masif. Contohnya perilaku berlalu lintas yang diperkuat melalui mekanisme hukuman cukup berat atas pelanggaran.


Tanpa strategi dan ketegasan masif dari pengambil kebijakan, perubahan perilaku masyarakat tidak akan terwujud. Apabila kebijakan ketegasan menerapkan aturan normatif di sektor pariwisata tidak segera diimplementasikan, nanti dikhawatikan timbul krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah maupun pengelola objek wisata.


Dengan demikian, sekarang perlu digencarkan kebijakan pariwisata berbasis protokol kesehatan dengan tujuan kenyamanan berwisata yang mengedepankan protokol kesehatan sebagai parameternya. Kebijakan tersebut dapat terealisir apabila ada kerja sama sinergis semua pihak, agar protokol kesehatan dapat diterapakan sampai tataran praksis demi kenyamaan bersama.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar