Akhir-akhir ini banyak peristiwa yang mencerminkan menurunnya budi pekerti dan akhlak mulia di kalangan pelajar dan remaja. Seperti terjadinya tawuran antar pelajar, penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan remaja, pelecehan seksual di kalangan remaja bahkan terjadi juga di lembaga-lembaga pendidikan, dan tindak kriminal lainnya yang dilakukan oleh pelajar dan remaja.
Itulah salah satu bentuk keprihatinan yang terjadi di Indonesia saat ini, yakni ketidakpiawaian dan kegagalan dalam berelasi di kalangan masyarakat terutama pelajar dan remaja. Hal itu mencuatkan banyak gejala, terangkum dalam persoalan amat luas, dari ketidaksantunan dan budi bahasa yang buruk di kalangan pelajar dan remaja, sampai goyahnya kebersamaan sebagai satu bangsa.
Saat ini penting untuk menguatkan pendidikan budi pekerti dan akhlak mulia di lembaga pendidikan atau sekolah. Namun, muncul sebuah pertanyaan, sungguhkah ketidakpiawaian dan kegagalan dalam berelasi di kalangan pelajar dan remaja itu bisa diatasi hanya dengan penyelenggaraan mata pelajaran budi pekerti dan akhlak mulia di sekolah?
Ada seabrek mata pelajaran di sekolah yang sedemikian kaya pesan budi pekerti dan akhlak mulia. Ada yang jelas termaktub dalam mata pelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan dan pendidikan agama, bahkan dalam nuansa lebih tipis termaktub dalam mata pelajaran rumpun ilmu sosial, bahasa, dan sains.
Pesan-pesan budi pekerti dan akhlak mulia telah banyak dituturkan, diceritakan, bahkan dipahami dan dikaji. Kita boleh berasumsi, peserta didik telah mengetahui dan memahami pesan-pesan itu dengan baik. Namun, mengapa kini kita tetap saja berulang menyaksikan perilaku buruk para pelajar dan remaja yang tidak mencerminkan kepemilikan budi pekerti dan akhlak mulia yang memadai?
Menurut penulis, ada dua kategori jawaban. Pertama, konstituen yang berandil mewujudkan ketidakpiawaian dan kegagalan berelasi di kalangan pelajar dan remaja. Tetapi sebenarnya bukan hanya para siswa-siswi atau mahasiswa-mahasiswi, melainkan pula orang-orang Indonesia yang tidak lagi bersekolah secara formal. Mereka adalah para politikus, birokrat, orang tua, penguasa, hakim, jaksa, polisi, tentara, pengacara, anggota legislatif, guru, dosen, pengusaha, dan warga masyarakat lain. Mereka pernah mengenyam pendidikan formal, diasumsikan mereka pun pernah mendapat pesan-pesan budi pekerti dan akhlak mulia. Namun, adakah mereka masih mengetahui dan memahami pesan budi pekerti dan akhlak mulia itu? Adakah mereka juga masih mengejawantahkan pengetahuan dan pemahaman itu dalam sikap dan perilaku riil sehari-hari?
Kategori jawaban kedua, perwujudan sikap dan perilaku tidak senantiasa seiring sejalan sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman. Pengetahuan saja tidak akan menjamin perbaikan sikap dan perilaku, apalagi menjamin tumbuh kembang. Untuk mengejawantahkan perbaikan sikap dan perilaku, manusia perlu tahu (know), juga kesempatan berlatih mendemonstrasikan (show), dan melakukan (do) yang ia ketahui.
Jadi mengejawantahkan perbaikan sikap dan perilaku tidak bisa hanya dengan menuruti, menyampaikan cerita, menguliahi (tell), tapi perlu dengan memeragakan, mewujudkan contoh, dan melakukan.
Saat ini siswa-siswi dan mahasiswa-mahasiswi di lembaga pendidikan dituntut untuk tahu dan paham banyak hal, tetapi mendapat sedikit sekali kesempatan untuk berlatih mengejawantahkan yang mereka ketahui dan pahami dalam praktik hidup sehari-hari. Serta amat kurang mendapat contoh atau teladan riil sikap perilaku yang sesuai. Tak heran, hasilnya hanya insan-insan yang pintar berbicara, bercerita, berceramah, tetapi kurang berbudi pekerti dan berakhlak mulia. Sikap perilaku mereka tidak sesuai dengan yang mereka katakan dan ceramahkan.
Karena kepiawaian utamanya adalah berkata-kata belaka, orang Indonesia pun cenderung tampil sebagai warga yang pintar mengkambinghitamkan orang lain. Pada titik ini berawal suatu proses psikososial mengerikan yang menggerogoti kebersamaan kebangsaan dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Untuk itu sangatlah penting saat ini untuk terus-menerus menguatkan pendidikan budi pekerti dan akhlak mulia terutama dikalangan siswa-siswi dan mahasiswa-mahasiswa di lembaga pendidikan di seluruh pelosok tanah air.
Harapannya, melalui penguatan pendidikan, budi pekerti dan akhlak mulia di lembaga pendidikan, maka budi pekerti, akhlak mulia, sopan santun masyakat Indonesia semakin baik dan mulia. Semoga.
Penulis: P. Budi Winarto, S.Pd. Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang
0 Komentar