Sejarah Hari Pahlawan

Dilihat 512 kali

Setiap tanggal 10 November memperingati Hari Pahlawan. Dan setiap peringatan Hari Pahlawan kita mengenang pertempuran yang penuh heroisme di Surabaya pada November 1945.

Pertempuran bernilai strategis karena dapat meningkatkan keberanian dan semangat juang bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. Sedangkan, peringatan Hari Pahlawan sangat strategis dalam pembentukan karakter generasi muda.

Memahami sejarah bagi generasi muda, dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis. Berpikir kritis dan analitis artinya mampu mengevaluasi informasi, melakukan identifikasi pola-pola peristiwa sejarah, untuk membuat keputusan yang lebih baik.

Pertempuran pada November 1945 di Surabaya, menjadi saksi bahwa bangsa Indonesia yang baru merdeka dengan gagah berani menghadapi tentara Inggris, yang baru saja memenangkan perang dunia kedua. Semangat juang ini menjadi bekal untuk menghadapi berbagai perang dalam mempertahankan kemerdekaan selanjutnya.   

Penetapan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan dituangkan melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959, yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno.

The Allies vs the Axis

Perjuangan kemerdekaan Indonesia berlangsung di tengah  perang dunia kedua (PD II). Dalam PD II berhadapan  negara-negara sekutu (The Allies) melawan kelompok negara poros (the Axis). Dalam sekutu bergabung: Inggris,  Amerika Serikat, Uni Soviet dan Tiongkok, juga Belanda. Negara poros terdiri dari Jerman Nazi, Italia, dan Jepang.

PD II bermula pada 1 September 1939 ketika Nazi Jerman, di bawah Adolf Hitler, menginvasi Polandia. Konflik ini meluas ke seluruh Eropa dengan berbagai pertempuran besar seperti Pertempuran Dunkirk, Pertempuran Stalingrad, dan Pertempuran Normandia.

Pada 10 Mei 1940 Jerman melakukan invasi ke Belanda. Dan hanya dalam waktu lima hari, Belanda takluk. Maka pada tanggal 13 Mei 1940, Ratu Wilhelmina dan pemerintah Belanda mengungsi di London dan membentuk pemerintahan di pengasingan. Pemerintahan ini berlangsung hingga PD II berakhir.

Pada 7 Desember 1941 secara mendadak Jepang membuka serangan ke Pangkalan AL Amerika Serikat Pearl Harbor di Hawai, maka dimulailah mandala Pasifik. Namun, sebelumnya Jepang telah berhasil menguasai banyak wilayah di Asia Tenggara, termasuk Filipina, Malaysia, dan Indonesia.

Dalam pertempuran Midway pada 4 sampai 7 Juni 1942 dan pertempuran Laut Guadalkanal pada 12 sampai 15 November 1942 bala tentara Jepang dikalahkan. Kekalahan Jepang ini diketahui oleh beberapa pemimpin pemuda, melalui siaran radio walaupun secara rahasia.

Perlu diingat bahwa dalam masa pendudukan Jepang, siaran radio dilarang, dan mendengarkan radio dapat dipidana. Kekalahan Jepang ini membuka secercah harapan Indonesia Merdeka.

Tanggal 6 Agustus 1945, Amerika menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima, berikutnya di kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Bom-bom ini menyebabkan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu (the Allies) pada 15 Agustus 1945.

Upacara penyerahan secara resmi dilakukan di atas geladak kapal perang USS Missouri yang bersandar di Teluk Tokyo, 2 September 1945.

Hari Merdeka


Dalam persepsi para pemuda Indonesia kekalahan Jepang dalam PD II berarti Indonesia bebas dari penjajahan. Namun, dalam persepsi Belanda, adanya kekalahan Jepang berarti Indonesia kembali ke tangannya.

Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyatakan kalah perang maka terjadi masa vakum kekuasaan di Indonesia, maka dibacakan Proklamasi 17 Aguatus 1945 oleh Soekarno - Hatta.

Namun, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Sebagai usaha menjajah kembali Indonesia, Belanda memerintahkan Netherlands Indies Civil Administration (NICA), membonceng tentara Sekutu yang datang ke Indonesia.

NICA dibentuk pada 3 April 1944 di Australia dan awalnya bertugas menghubungkan pemerintah Hindia Belanda di pengasingan dengan komando tertinggi sekutu di Pasifik Barat Daya.

25 Oktober 1945 pasukan Inggris yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal A W S Mallaby, mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Dengan tujuan melucuti senjata tentara Jepang dan menyelamatkan para tawanan sekutu.

Battle of Surabaya

Kehadiran tentara Inggris, beserta NICA, dan tentara Jepang, serta laskar perlawanan rakyat yang telah berhasil merebut senjata tentara Jepang menjadikan suasana panas dan genting di Surabaya.

Pada akhirnya terjadi beberapa insiden, pada 30 Oktober 1945. Brigadier A.W.S. Mallaby, komandan pasukan Britania, tewas dalam baku tembak. Atas insiden ini Inggris mengeluarkan ultimatum kepada laskar perlawanan rakyat Surabaya, untu menyerahkan diri ke hadapan pasukan Inggris.  

Bagi arek Surabaya ultimatum tersebut dianggap penghinaan terhadap jiwa merdeka, maka ultimatum diabaikan. Di bawah pimpinan Bung Tomo, arek-arek laskar di Surabaya bertempur.

Bung Tomo selama pendudukan Jepang bekerja untuk Dmei Tsushin, badan berita resmi Jepang. Ia juga mendirikan Radio Pemberontakan yang mempromosikan semangat persatuan dan perjuangan di kalangan pemuda Indonesia.

Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Bung Tomo berperan penting dalam memobilisasi rakyat Surabaya untuk melawan NICA yang berusaha kembali menguasai Indonesia. Melalui Radio Pemberontakan, Bung Tomo menyiarkan berita bahwa kemerdekaan telah diproklamasikan.

Bung Tomo memimpin Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) dan memainkan peran kunci dalam Pertempuran Surabaya pada bulan November 1945. Ia berhasil memobilisasi dan menginspirasi pejuang, melalui pidato-pidato di radio, yang selalu menyertakan slogan "Merdeka atau Mati".

Kota Surabaya berubah menjadi medan perang yang sangat brutal selama hampir tiga minggu. Akibatnya infrastruktur kota Surabaya hancur, dan banyak warga sipil menjadi korban.

Pertempuran ini menyebabkan ribuan korban jiwa. Sekitar 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, sementara 1.600 tentara Inggris tewas, hilang, atau terluka. Meski akhirnya Surabaya jatuh ke tangan Sekutu, semangat perlawanan rakyat Surabaya menginspirasi seluruh rakyat Indonesia untuk terus berjuang demi kemerdekaan.

Selama perang kemerdekaan, terjadi beberapa pertempuran, antara lain pertempuran di Medan, Sumatera Utara, Ambarawa, Bandung yang terkenal sebagai Bandung Lautan Api, dan Pertempuran Puputan Margarana di Bali.

Belanda juga melakukan dua serangan besar yang dilakukan oleh Belanda terhadap Republik Indonesia berupa Agresi Militer I dan II. Agresi I, tanggal: 21 Juli - 5 Agustus 1947 dan Agresi  II tanggal: 19-20 Desember 1948.

Akibat Belanda berhasil mempersempit wilayah republik. Belanda juga berhasil menguasai beberapa wilayah penting, termasuk ibu kota sementara Republik Indonesia, Yogyakarta.

Menghormati Pahlawan

Kepada Bung Tomo yang wafat pada 7 Oktober 1981 di Arafah, Arab Saudi, telah dianugrahkan Pahlawan Nasional. Gelar Pahlawan Nasional diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 November 2008.

Bagi para penerus perjungan bangsa yang mampu berpikir kritis dan analitis terhadap motif dan tujuan penjajah, yaitu melakukan eksploitasi sumber daya (alam dan manusia), memperluas pasar bagi produk-produk mereka, untuk sebesar-besarnya kemakmuran penjajah sendiri.

Penjajah yang ingin menaklukan melalui perang terbukti bisa dikalahkan, namun, pada saatnya mereka akan datang dengan cara lain. Untuk itu para pemuda harus mampu berpikir kritis. Demikianlah, cara menghormati jasa para pahlawan.  Marcus Tullius Cicero, seorang filsuf dan politikus Romawi kuno, berpesan "We study history not to be clever in another time, but to be wise always".

Budiono, Purna Perencana Pembangunan Sosial Ekonomi


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar