Seni Tari Sebagai Ekspresi Budaya Komunal

Dilihat 7691 kali
Seni tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalaui gerak ritmis estetis. Penampilan Sanggar Kinara-Kinari Borobudur dalam Sendratari Mandatara yang terinpirasi dari Relief Candi Borobudur.

Sebagaimana diketahui, pemerintah pada saat ini sudah memberikan kelonggaran kegiatan di masyarakat seiring dengan melandainya kasus Covid-19. Seiring dengan kebijakan tersebut, maka berbagai cabang seni sudah mulai menggeliat. Pameran seni rupa dan berbagai event seni pertunjukan sudah mulai menggeliat mengisi ruang-ruang galeri dan arena seni pertunjukan baik yang berada di panggung prosenium (panggung tertutup) atau open stage (panggung terbuka).


Demikian juga cabang seni tari sudah mulai melakukan kegiatan, baik itu pentas maupun latihan. Beberapa sanggar tari, juga sudah sering mendapatkan job baik pentas, rias, sampai menyewakan kostum untuk pementasan atau acara-acara kolosal lainnya. Berpijak dari pengalaman sebelum pandemi sampai pasca pandemi ini, para pengelola sanggar tari perlu memutar otak agar karya yang dimunculkan ke ranah publik inovatif dan berbeda dengan karya-karya sebelumnya.


Hiburan dan Komunikasi


Seni tari mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, karena dapat memberikan berbagai manfaat, seperti sebagaimana sarana hiburan dan sarana komunikasi. Seni tari sebagai bagian dari kesenian, secara umum apabila dianalisis maka akan tampak bahwa didalamnya terdapat elemen yang sangat penting yaitu gerak dan ritme. Sedangkan implikasi seni tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak ritmis estetis.


Sebagai hiburan, seni tari tentunya akan dikemas semenarik mungkin, agar komunikasi bisa sampai ke penonton. Untuk itu, piawainya penata tari dalam menggarap karya seni tari untuk publik memang dipertaruhkan. Aspek yang perlu dikedepankan adalah memberi sajian dengan memperkuat aspek koreografi sebagai parameter utama dalam melakukan proses kreatif.


Koreografi dapat dipahami sebagi seni atau praktik merancang urutan gerakan tubuh fisik maupun penggambarannya secara otentik. Koreografi juga dapat merujuk pada desain gerak tersebut. Koreografi dibuat oleh seorang koreografer, yaitu orang yang menciptakan koreografi dengan mempraktikkan seni koreografi.


Konsep koreografi untuk menganalisis sebuah tarian dapat dilakukan dengan telaah bentuk geraknya, teknik geraknya, serta gaya geraknya. Pengertian bentuk adalah wujud diartikan sebagai hasil berbagai elemen dalam tari yaitu gerak, ruang, dan waktu, dimana secara bersama-sama elemen-elemen itu mencapai vitalitas estetis. Pengertian teknik diartikan seluruh proses baik fisik maupun mental yang memungkinkan penari mewujudkan estetisnya dalam sebuah komposisi atau koreografi, sebagaimana keterampilan melakukan. Sementara pemberian gaya lebih menunjukkan pada ciri khas atau corak yang terdapat pada bentuk serta tekniknya.


Koreografi menjadi tradisi yang sangat besar dan prestisius di kalangan raja-raja Jawa hingga masa kerajaan-kerajaan dinasti Mataram baik yang dilakukan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma, Sunan Pakubuwana di Kasunanan Surakarta, Sultan Hamengkubuwana di Kasultanan Yogyakarta, dan beberapa adipati di bawah kekuasaan raja-raja besar tersebut.


Hal tersebut menunjukkan bahwa tradisi menari atau mengembangkan koreografi bukan hal sepele, tetapi telah melewati perjalanan panjang dengan segala dinamikanya. Tradisi menari yang ada sejak zaman feodal tersebut dapat membuat dunia menjadi lebih semarak, lebih menggembirakan, dan lebih memberikan daya hidup (Robby Hidayat, 2018).


Bila ditelisik lebih jauh berdasarkan tipe intuitifnya ada dua model koreografi, yaitu pertama, koreografi ekspresionis. Koreografi ini lebih menekankan pada usaha koreografer untuk mengungkapkan perasaannya atas dasar gejolak yang dirasakan dalam dirinya. Hasil koreografinya menunjukkan kekuatan pada aspek kemurnian gerak. Implikasinya sedikit sekali gerakan yang memiliki pola imitatif (peniruan alam) atau duplikasi gerak yang sudah ada. Kecenderungan semacam ini umumnya dilakukan oleh koreografer yang intensif dalam melakukan ekplorasi atau pencarian gerak inovatif.


Kedua, koreografi impresionis. Pola koreografi ini pada umumya memiliki kecenderungan pada usaha memotret realitas gambaran alam melalui indra visual. Pola koreografi ini memiliki kecenderungan mengarah pada aspek imitatif (peniruan), bahkan dapat memiliki kecenderungan yang bersifat duplikasi atau peminjaman bentuk koreografi lain. Pendekatan garapan koreografi impresionis lebih dominan bersifat studi, yaitu dengan intensif memelajari bentuk dan sekaligus mengelaborasikan aspek-aspek fisikal dari bentuk yang sudah ada.


Ekspresi Komunal


Mencermati perjalanan dinamika seni tari mulai zaman feodal sampai saat ini menunjukkan bahwa seni tari tidak hanya sekadar santapan estetis personal, melainkan sudah merupakan ekspresi komunal. Hal tersebut dimaksudkan seni tari sudah merupakan bagian hidup dari kelompok masyarakat untuk menunjang segala kegiatannya.


Dalam upacara protokoler pemerintahan seni tari sering dipakai sebagai media penyambutan tamu. Sedangkan untuk upacara-upacara ritual di beberapa komunitas, seni tari sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Sebut saja upacara sungkem tlompak sebagai penghormatan leluhur di Pakis Kabupaten Magelang, selalu disertai dengan tari Soreng. Upacara Suran di Tutub Ngisor Dukun Magelang, selalu disertai dengan seni tari tradisional yang merupakan satu rangkaian dengan upacara tersebut.


Sebagai suatu ekspresi komunal seni tari tak akan lekang oleh waktu dan akan tetap hidup. Terlebih lagi, di saat ini sudah bermunculan sanggar-sanggar seni seni tari yang mempunyai tujuan mengokohkan jati diri budaya. Kembali di sini perlu ditekankan, seiring dengan kelonggaran melakukan kegiatan kesenian termasuk seni tari, sanggar-sanggar seni tari, pelaku kesenian, atau komunitas budaya, perlu tetap menjaga PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) dalam melakukan kegiatan, baik saat latihan maupun pementasan guna meduksi munculnya klaster-klaster baru yang tidak diharapkan.


(Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar