BERITAMAGELANG.ID - Komunitas Brayat Panangkaran kembali menggelar Kongres Borobudur ketiga di Pos Kenari Pelataran Candi Borobudur Kabupaten Magelang, Rabu (27/8).
Dalam paparannya, tokoh Ruwat Rawat Borobudur (RRB), Sucoro Setrodiharjo, menilai Candi Borobudur bukan hanya sebuah monumen megah, tetapi juga simbol peradaban, kebhinekaan, dan spiritualitas lintas agama.
"Maka Ruwat Rawat Borobudur melalui Kongres Borobudur yang ke-3 tahun ini kita mengangkat tema Kemanfaatan Nilai Spiritualitas Borobudur," kata Sucoro.
Menurutnya, sejak fungsi bangunan indah itu dialihkan menjadi Taman Wisata Candi Borobudur, yang sebelumnya merupakan Taman Purbakala Nasional, diliputi banyak masalah dan membuat suatu keprihatinan.
"Masalah yang terkait dengan pelestarian, eksploitasi besar-besaran, masyarakat yang tidak bisa menikmati, masyarakat yang masih miskin," ungkapnya.
Selaku pemrakarsa kongres, Sucoro menilai pergerakan 23 tahun Ruwat Rawat Borobudur ternyata belum bisa memberikan dorongan semangat, untuk membuat ruang evaluasi bersama.
Dia berharap dari kompetisi opini dilanjut kongres itu mendorong pihak pengelola, maupun pemerintah, untuk melakukan evaluasi berbagai persoalan.
âHal itu untuk mendorong pengelolaan Candi Borobudur yang berkualitas dan berkelanjutan," tegasnya.
Sucoro mengungkapkan, banyak persoalan yang tidak bisa disebutkan semuanya. Salah satunya, terkait upaya pelestarian dirasa sangat penting untuk diperhatikan. Kemudian tentang manfaat spiritual juga perlu perhatian.
âBorobudur kan awalnya tidak untuk destinasi wisata, tapi untuk kepentingan spiritual. Tapi kepentingan spiritual terabaikan," tuturnya.
Menanggapi materi Kongres, Dirut Taman Wisata Borobudur (TWB) Mardiyanto memberikan apresiasi. Menurut mereka, Kongres Borobudur ini menjadi ruang menarasikan dan mendiskusikan berbagai isu strategis pengembangan Borobudur beserta kawasannya.
"Aspirasi yang ada ini sudah tertuang di Perpres 101 Tahun 2024 dimana kami harus menindaklanjuti masukan masukan dan pandangan dari Kawasan," ungkapnya.
Adapun juara pertama kompetisi opini tahun ke-3 adalah Riyanto pedagang Kampung Seni Borobudur, dengan judul tulisan: Dampak Perubahan Kebijakan Tata Kelola Borobudur. Disusul juara dua Totok Rusmanto dengan judul tulisan: Pradaksina-Desa Borobudur Pengembangan Berbasis Pelestarian Nilai Spiritual Borobudur. Kemudian juara tiga adalah Basir dengan tulisan: Peran VW dalam Membangun Wisata Lintas Kawasan Borobudur.
0 Komentar