Ribuan Umat Budha Peringati Hari Suci Ashada Puja di Borobudur

Dilihat 7361 kali
Prosesi Umat buddha ikuti peringatan Hari Raya Suci Ashada Mahapuja di Candi Borobudur Kabupaten Magelang

BERITAMAGELANG.ID - Ribuan umat Buddha memadati pelataran Candi Borobudur untuk merayakan bersama Hari Raya Suci Asadha Mahapuja. Rangkain acara ini menjadi penutup gelaran Indonesia Tipitaka Chanting (ITC) tahun 2022 yang berlangsung selama tiga hari pada Jumat-Minggu (8-10/7/2022).


Penasihat ITC 2022 Bante Y.M. Subhapanno Mahathera mengatakan, Asalha Mahapuja ini diikuti sebanyak 4.000 umat Buddha yang berasal dari perwakilan seluruh Indonesia. Kegiatan ini sekaligus sebagai momentum untuk mengingatkan para umat Buddha pada satu peristiwa penting, yakni pembabaran Dhamma. 


"Asadha Mahapuja merupakan salah satu  hari besar agama Buddha, yaitu memperingati pertama kalinya Buddha Gautama mengajarkan Dhamma kepada lima pertapa, yaitu Dhammacakka Pavatana Sutta (Khotbah Pemutaran Roda Dhamma pertama kali)," kata Subhapanno.


Sementara itu, Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Kementerian Agama Supriyadi menyebut, melalui Asalha Mahapuja ini, umat Buddha mengenang peristiwa penting. Yang mana Buddha Gautama membabarkan Dhamma untuk pertama kalinya. 


Dia menjelaskan, Buddha Gautama menyampaikan khotbah pertama kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana. Kelima orang pertapa itu adalah Kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama, dan Assaji. Bersama kelima orang pertapa yang kemudian menjadi siswanya, dibentuklah Sangha Bhikkhu pertama sehingga lengkaplah menjadi Triratna, yakni Buddha, Dhamma, dan Sangha. Ketiga peristiwa itulah yang kemudian diperingati sebagai Hari Asadha atau Asalha Mahapuja.


Kata dia, Buddha Gautama mengajarkan kepada umatnya untuk membebaskan diri dari penderitaan dan meraih kebahagiaan. Umat Buddha diajarkan untuk menyadari dan mengakui kehidupan. Baik penderitaan seperti usia tua, mati, dan rencana yang tidak tercapai.


 "Umat Buddha harus bijak menghadapi penderitaan yang datang padanya," paparnya. 


Dengan terputusnya sebab penderitaan itu, lanjut Supriyadi, kebahagiaan akan dapat diraihnya. Sedangkan kata kunci yang diajarkan untuk memutus sebab penderitaan itu adalah dengan melaksanakan jalan mulia yang berunsur delapan atau dalam bahasa Pali disebut Ariyo Atthangiko Maggo.


Dalam konteks pemerintah, dia melanjutkan, ajaran Buddha ini selalu selaras konsepsi program moderasi beragama atau menjalani praktik kehidupan beragama yang selalu mengambil jalan tengah. Moderasi beragama ini dimaknai sebagai cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama. 


Satu diantaranya dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan demi kebahagiaan semua. 


"Semoga nilai-nilai luhur ajaran Buddha dapat memberikan panduan dalam menempuh kehidupan secara seimbang dengan prinsip jalan tengah," paparnya. 


Menurutnya, kesadaran akan esensi ajaran agama adalah sumber kekuatan. Melalui momentum ini, umat Buddha dapat memaknainya dengan merealisasikan ajaran leluhur Buddha untuk dapat mengikhlaskan diri dari belenggu keinginan.


Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sumarno menuturkan, Asalha Mahapuja ini dapat menjadi momentum untuk me-refresh peran serta umat Buddha dalam menjaga pelestarian. Juga pemberdayan serta pemantapan praktik dharma umat Buddha Indonesia. 


Menurutnya, momentum sakral ini diharap mendorong seluruh umat Buddha untuk memperdalam ajaran Sang Buddha dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, ajaran Buddha ini bersifat kental dengan gaung perdamaian yang universal.


Pada kesempatan itu, dia mengajak seluruh umat Buddha untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan, khususnya di Jawa Tengah. 


"Walaupun masyarakat kita terdiri dari beragam suku, bangsa, ras maupun agama," paparnya. 


Sumarno menyebut, sejalan dengan kemajuan zaman, ujian terhadap Bhinneka Tunggal Ika melalui persoalan-persoalan bermuatan sara juga semakin banyak dan kompleks. Dia juga mengajak umat Buddha dan seluruh elemen masyarakat agar semakin terpacu untuk melangkah lebih maju. Tentunya dengan menciptakan movement yang konkret, baik dalam bidang keagamaan maupun non keagamaan. 


Dengan demikian, kemajemukan kehidupan beragama di Jawa Tengah tidak menjadi penghalang dalam upaya pembangunan. Justru dapat memperkuat keimanan terhadap Tuhan serta memperkokoh semangat persatuan dan kesatuan. 


"Toleransi dan bersaudara tanpa sara, rasanya menjadi kekinian yang harus kita rawat," pesannya.


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar