Purnama bagai jelmaan Dewata Candra
Sinarnya berpendar
Menyinari seluruh bangunan agung
Peninggalan Dinasti Syailendra
Purnama memecah kelam
Sinar menembus ruang dan waktu
Di balik eksotika keindahannya
Mampu merajut kekuatan jiwa
Penggalan puisi karya Christian Adi dari Sanggar Seni Ganggadata Magelang bertajuk Purnama Borobudur tersebut merupakan kontribusi karya sastra yang dapat menginspirasi bahwa Candi Borobudur di saat bulan purnama di balik keindahannya dapat pula menjadi sarana untuk merajut kekuatan jiwa semua umat manusia untuk selalu melakukan refleksi.
Karya tersebut masih relevan dengan acara di Candi Borobudur bertajuk Borobudur Moon beberapa waktu lalu (7/10). Acara peluncuran ini diwarnai dengan kolaborasi seni budaya yang memukau antara seniman dari Gianyar dan Kabupaten Magelang, yang diluncurkan secara langsung oleh Bupati Magelang Grengseng Pamuji.
Acara pembukaan Borobudur Moon ini menampilkan berbagai seni pertunjukan yang memesona, bertepatan dengan momen bulan purnama yang menyinari kemegahan Candi Borobudur. Tidak ketinggalan para seniman dan budayawan Magelang menampilkan karya spektakuler Sendratari Badracari, sebuah karya yang mengangkat dan menggali literasi dari relief-relief naratif di Candi Borobudur. Selain dari Magelang, kolaborasi seni budaya juga menampilkan pertunjukan Sutasoma dari Gianyar, Bali (https://suarabaru.id)
Hakikat kehidupan manusia
Candi penggalan Dinasti Syailendra ini merupakan candi yang kental dengan ajaran Buddha. Dari objek yang tervisualisasikan secara holistik menarasikan tentang hakikat kehidupan manusia. Ditelisik dari bangunan candi tersebut, memuat pesan moral sebagai refleksi diri yang semuanya tervisualisasikan dalam estetika reliefnya.
Candi Borobudur dapat dikatakan istimewa dan spesifik karena terdapat panel relief sejumlah 2.672. Sejumlah 1.460 panel relief cerita (naratif), dan 1.212 panel relief dekoratif. Relief naratif terdiri atas lima gugus relief, salah satunya adalah relief Karmawibhangga (160 panel) yang menarasikan hukum kausa prima atau sebab akibat kehidupan keseharian universal manusia.
Dari relief naratif tersebut, apabila dikaji dan dipelajari secara mendalam dapqt menjadi tuntunan hidup manusia yang saat ini lebih cenderung bersikap konsumtif. Masing-masing relief memberikan spirit dan oase kehidupan bagi kehidupan seluruh umat manusia agar selalu mengedepankan siksap welas asih sebagaimana diajarkan oleh Buddha yang sampai saat ini masih relevan untuk diaplikasikan dalam dinamika maupun sendi-sendi kehidupan manusia kehidupan manusia.
Momentum bulan purnama yang menyinari Candi Borobudur pada saat peluncuran event Borobudur Moon 2025 di Taman Marga Utama Candi Borobudur (Selasa, 7 Oktober 2025) tersebut menandai bahwa pada saat bulan purnama akan diadakan event seni budaya secara rutin dan berkesinambungan. Dipilihnya saat bulan purnama dipilih untuk penyeleggaraan event seni budaya, karena diyakini bulan purnama penting untuk event tersebut karena mampu memberikan inspirasi artistik.
Di samping itu pada saat bulan purnama, menyediakan latar suasana magis dan sakral untuk pertunjukan, berfungsi sebagai simbol budaya dan spiritual dalam berbagai perayaan, serta menjadi sarana pelestarian dan promosi budaya melalui festival seni dan tradisional. Fenomena alam ini juga menjadi momen untuk refleksi dan ekspresi diri, memperkuat hubungan komunitas, dan menarik wisatawan.
Sebagaimana yang dipentaskan oleh Komunitas Kreatif Seni Barabudur bertajuk Sendratrari Trailer Badracari dalam event teresebut dengan koreografer Lukman Fauzi yang menarasikan Pangeran Sudhana bertemu dengan delapan dewi malam, di mana ia banyak belajar dan menyerap kebijaksanaan dari setiap dewi tersebut. Secara filosofis dapat diterjemahkan bahwa suasana malam terlebih bulan pernama dapat dimaknai sebagai momentum manusia untuk mendapatkan pencerahan.
Kolaborasi Paralel
Candi Borobudur sebagai suatu mahakarya putra-putra Nusantara hendaknya lebih dipandang dan dipahami sebagai suatu proses pemberian makna yang dinamis bagi identitas kebangsaan. Di balik kemegahannya, sudah dipastikan di dalamnya mengandung nilai-nilai lain sangat hakiki seperti nilai-nilai kebersamaan atapun kolaborasi sebagaimana Candi Borobudur yang dibangun dengan dukungan berbagai kelompok masyarakat.
Terselenggaranya kegiatan Borobudur Moon merupakan sebuah ruang pertemuan budaya yang mempertemukan dua daerah yaitu Kabupaten Magelang dan Gianyar. Kegiatan ini bukan sekadar pertunjukan seni, tetapi sebuah peristiwa semiotika dan kolaboarasi paralel yang menyatukan jiwa Nusantara di bawah cahaya purnama Borobudur.
Dalam event perdana tersebut, Pemerintah Kabupaten Magelang berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Gianyar, Bali menghadirkan 250 seniman tari Bali untuk menampilkan pertunjukan sendratari bertajuk Purusadha Santa. Sendratari dengan korografer Ni Putu Ari Sidiastini dan I Kadek Sugi Sidiarta menarasikan tentang kisah klasik perjalanan Raja Purusadha dan Sutasoma yang sarat nilai kemanusiaan. Pesan moral dalam sendratari tersebut bahwa kesadaran hakiki manusia akan mampu menglahkan berbagai keserakahan. Spirit tersebut sejalan dengan nilai-nilai universal yang menjadi roh aktivitas Borobudur Moon.
Kolaborasi antara Kabupaten Magelang dan Gianyar menunjukkan bahwa meskipun berasal dari latar geografis yang berbeda, kedua daerah memiliki kesamaan jiwa: berakar kuat pada tradisi, seni, dan spiritualitas. Budaya menjadi bahasa universal yang menyatukan, bukan memisahkan. Kolaborasi ini sebagai wujud faktual diplomasi kultural antar daerah yang pada gilirannya mampu memperkuat identitas bangsa.
Para seniman dan pelaku budaya adalah duta harmoni. Melalui karya dan penampilan mereka, kita diajak merasakan kekuatan budaya sebagai sumber inspirasi, refleksi, dan persaudaraan. Mereka adalah penjaga nilai luhur yang terus menghidupkan semangat kebangsaan melalui ekspresi kreatif.
Di samping itu, Candi Borobudur bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga ruang refleksi dan dialog lintas zaman. Melalui Borobudur Moon, diharapkan dapat menghidupkan kembali semangat Borobudur sebagai pusat kebudayaan dunia, tempat bertemunya gagasan, nilai, dan ekspresi dari berbagai penjuru.
Ekspektasinya kegiatan ini menjadi awal dari kerja sama berkelanjutan antara Kabupaten Magelang dan Gianyar. Baik melalui pertukaran seniman, festival bersama, maupun proyek kreatif lintas daerah. Semoga kegiatan ini menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk menjadikan kebudayaan sebagai jembatan kolaborasi dan pembangunan.
Langkah awal positif ini perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pelaku pariwisata dapat lebih mengoptimalkan kinerja dan inovasi-inovasinya agar wisatawan dapat lebih betah lama tinggalnya. Sedangkan para seniman dapat lebih mengoptimalkan proses kreatifnya dengan karya-karya inovasinya bertemakan Borobudur. Idealnya ketika pentas di Candi Borobudur, tema yang ditampilkan seyogyanya bertemakan Borobudur, sebagaimana yang terdapat di relief-relief candi peninggalan Dinasti Syailendra tersebut.
Kita perlu optimis Candi Borobudur dapat manjdi ruang dialog kultural untuk melahirkan karya-karya spektakuler yang dapat mengangkat Kabupaten Magelang dan daerah-daerah lain sebagai penyangga kebudayaan yang peduli pada elaborasi seni budaya dan pariwisata bagi kemaslahatan bersama.
Penulis: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd. Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang.
0 Komentar