BERITAMAGELANG.ID - Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPKB PPPA) Kabupaten Magelang menyatakan fenomena fatherless atau ketiadaan figur ayah yang aktif dalam pengasuhan anak masih menjadi isu sosial krusial yang perlu ditangani.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Ketahanan Keluarga Dinsos PPKB PPPA Kabupaten Magelang Nanik Susilowati, saat menjadi narasumber dalam program talkshow Jamus Gemilang di LPPL Radio Gemilang FM, Selasa (25/11).
"Anak yang tumbuh tanpa kehadiran peran ayah secara aktif rentan berdampak buruk terhadap proses perkembangan mereka di masa depan. Berbagai permasalahan anak, mulai dari perilaku hingga perkembangan mental, seringkali berawal dari ketiadaan peran ayah yang terlibat," lanjut Nanik.
Sebagai langkah solutif, Dinsos PPKB PPPA menggencarkan Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI). Program inisiasi dari Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (dulu BKKBN) ini bertujuan menumbuhkan kembali peran ayah dalam pengasuhan.
"Contoh aksi nyata seperti Gerakan Ayah Mengantar Anak ke Sekolah (Gamas) yang sempat dilakukan bertepatan dengan Hari Keluarga Nasional saat anak-anak masuk sekolah pertama kali," ujarnya.
Selain itu GATI juga menggeser pandangan ayah hanyalah pencari nafkah, menjadi sosok yang juga terlibat aktif dalam pengasuhan, pembentukan karakter, dan stabilitas emosi anak.
"Hal ini dilakukan untuk mencegah masalah sosial seperti pernikahan anak, bullying, dan kasus kekerasan yang salah satunya dipicu oleh ketiadaan figur ayah yang utuh," terang Nanik.
Inovasi program GATI di Kabupaten Magelang mencakup:
1. 'Dekat' (Desa/Kelurahan Ayah Teladan) dengan Pembentukan komunitas ayah di tingkat desa.
2. 'Sebaya' (Sekolah Bersama Ayah) dengan kegiatan parenting yang melibatkan ayah di sekolah.
3. Konsorsium Ayah Teladan yang melibatkan berbagai pihak untuk menggugah semangat ayah dalam pengasuhan.
"Meskipun tren pernikahan anak di Kabupaten Magelang menunjukkan penurunan dari sekitar 500 kasus (2023) menjadi 200-an kasus (2024), kasus-kasus lain seperti bullying dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KGBO) masih ditemukan, dan latar belakang kasus-kasus ini seringkali karena kekurangan kehadiran peran ayah," ujar Nanik.
Psikolog, Rayinda Faizah, M.Psi memaparkan hasil risetnya yang menunjukkan bahwa fenomena fatherless cenderung tinggi di masyarakat.
"Anak belajar terkait dengan kasih sayang kehangatan dari sosok ibu, sedangkan kalau dari sosok ayah mereka akan belajar terkait bagaimana cara untuk disiplin, memimpin, dan tanggung jawab," ujar Rayinda.
Dirinya menegaskan, ketiadaan figur ayah secara aktif berdampak langsung pada anak, terutama pada Strategi Coping Stress yakni anak cenderung memiliki mekanisme penanganan stres yang kurang adaptif, misalnya lari dari masalah atau mencari pelarian dalam pernikahan anak/kehamilan di luar nikah. Cognitive Processes yang mempengaruhi kemampuan anak dalam problem solving dan decision making.
Peran yang dipelajari dari Ayah yakni anak belajar tentang, disiplin, kepemimpinan dan tanggung Jawab. Perilaku ayah yang paling berpengaruh dan membentuk karakter anak adalah konsistensi dari keterlibatan ayah harus berlanjut, tidak berubah-ubah. Ayah harus menjadi teladan (misalnya, dalam menghormati ibu, tidak menggunakan kata-kata kasar, dan tidak menunjukkan perilaku kekerasan).
"Kehadiran tidak hanya secara fisik (duduk bersama) tetapi dengan hati (tidak sibuk dengan handphone atau gadget saat bersama anak) serta mampu mendengarkan dan memvalidasi emosi anak dan mengajarkan cara marah yang benar, tidak menurunkan budaya lama yang mengharuskan laki-laki selalu tegar," terang Rayindah.
Untuk itu, pentingnya konsistensi dan ayah menjadi role model yang baik, termasuk dalam mengelola emosi dan memperlakukan pasangannya.
"Ketika seorang anak memiliki kebutuhan psikologis yang cukup dan baik, ia akan memiliki ketangguhan secara mental yang lebih tinggi, sehingga tidak akan rentan terpengaruh oleh lingkungan negatif (seperti kekerasan, pelecehan, maupun bullying)," tambah Rayi sapaan akrabnya.
Program seperti GATI merupakan upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan psikologis dasar dari seorang anak.
Alif Lukmanul Hakim, S.Fil., M.Phil., Dosen Teknik Industri Universitas Islam Indonesia, yang hadir sebagai perwakilan sosok ayah, mendefinisikan peran ayah sebagai sosok panutan dan teladan, bukan semata-mata pencari nafkah. Ia menekankan pentingnya "hidup bersama" (bukan hanya "serumah") dan menciptakan waktu khusus (quality time) untuk keluarga.
"Ayah itu harus punya waktu khusus buat anak dan keluarga. Kita harus memahami bahwa hidup di dalam keluarga itu bukan hidup yang hanya satu rumah tapi hidup yang bersama," jelas Alif.
Nilai utama yang ingin diwariskan kepada anak adalah kejujuran dan integritas, rasa hormat, dan ketangguhan. Ayah harus membangun koneksi emosional dari hal-hal kecil seperti obrolan ringan di meja makan, yang dia yakini mampu membangun keterbukaan dalam keluarga.
"Seorang ayah harus memberikan contoh sebagai role model dalam menjaga stabilitas emosi dan membangun kepercayaan diri anak, sehingga anak kelak menjadi pribadi yang lebih kuat, tangguh, dan beradab punya adab dan sopan santun," lanjut Alif.
Ayah mempunyai peran strategis dalam pengasuhan, perlindungan, dan pendidikan anak, di mana dukungan ayah berkontribusi besar terhadap terciptanya keluarga yang berkualitas, yang pada akhirnya menjadi pondasi pembangunan bangsa. Keluarga yang berkualitas tersebut akan menjadi pondasi pembangunan daerah dan bangsa.
0 Komentar