Dinamika Penari Bintang dalam Seni Pertunjukan

Dilihat 1014 kali
Gempol penari rol dari Padepokan Tjipta Boedaja Tutup Ngisor, Sumber, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang cukup piawai dalam memerankan beberapa karakter wayang orang.

Dalam dinamika kehidupan dunia seni pertunjukan wayang orang yang berkembang dari masa ke masa, nampaknya sosok penari bintang menjadi faktor determinan daya tarik penonton. Tak bisa dinafikan penonton sebelum melihat seni pertunjukan akan menelisik informasi, siapa saja yang ada di dalamnya. Karena sampai saat ini penari bintang atau rol merupakan ikon daya tarik dan penyihir penonton sebagai sosok individu yang memiliki intelegensi serta integritas sebagai seniman profesional.


Ia adalah figur publik yang memiliki nilai strategis dalam menjaga reputasi grup. Di samping itu ia merupakan brand image yang memiliki nilai jual untuk kepentingan bisnis yang kehadirannya sangat ditungu-tunggu oleh para penggemarnya. Oleh karena itu, penari rol dapat dikategorikan figur publik yang menjadi faktor penentu keberhasilan pertunjukan wayang orang.


Penonton mungkin sudah tidak sabar, ketika jaya-jayanya wayang orang Sriwedari manakala Rusman akan naik panggung dengan casting Gatotkaca. Di grup Ngesti Pandhawa Semarang ada Cicuk Sastrosudirjo. Di Yogyakarta ada Pardiman pemeran Cakil, di Jakarta Teguh Kenthus selalu menjadi idola di Wayang Orang Bharata. Di RRI Surakarta ada penari rol Ali Marsudi. Juga Dewi Sulastri pernah menjadi sri panggungnya wayang orang Swargaloka di Kota Metropolitan.


Sedangkan di Padepokan Tjipta Boedaja, Tutup Ngisor, Sumber, Kecamatan Dukun, Kabuparten Magelanng muncul Sitras Anjilin dan Bambang Tri Santosa yang diidolakan oleh komunitasnya sebagai penari wayang orang piawai. Juga generasi berikutnya ada sosok Matmujo, sering di-casting menjadi tokoh antagonis juga protagonis, seperti Rahwana, Bomanarakasura, raja sabrang, serta Antasena. Gempol cukup piawai dalam memainkan karakter atau peran termasuk dialog dan tembang. Dalam pertunjukan wayang orang komersial mereka itu dapat dikategorikan penari rol yang dalam hidupnya selalu membangun pencitraan  aktor untuk menjaga grup kesenian yang digeluti.


Jaringan sistem sosial yang dibangun penari rol memiliki kompleksitas kepentingan, baik terkait dengan faktor internal maupun eksternal. Implikasinya, nilai fungsional yang melekat dalam diri penari rol secara struktural menjadi rujukan untuk berbagai kebijakan tata kelola organisasi, terutama terkait dengan subsistem ekonomi dan subsitem komunikasi sosial.


Kualifikasi Keaktoran


Istilah “rol” diadaptasi dari bahasa Belanda yaitu “rol” yang berarti peran. Penari rol berarti pemain peran yang dikenal dalam seni pertunjukan Jawa, yang kemudian mengalami distorsi makna menjadi bintang. Penari rol adalah sebutan pemain bintang dalam wayang orang yang memiliki kualifikasi keaktoran dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan seni yang tinggi, serta kapabilitasnya dalam mengembangkan karakter tokoh yang dibawakan. Dalam dunia panggung pertunjukan, aktor diharapkan mampu menampilkan  kemampuan artistiknya dengan karakterisasi pembalikan dari kepribadian asli aktor. Ia adalah seniman dan pencipta citra, yang harus menggunakan perwatakan yang memungkinkan mereka menjadi “jelmaan” dalam melaksanakan pemeranan mereka.


Adapun, profesionalisme seniman dibentuk oleh empat komponen dasar,  yaitu: (1) Teknik; (2) Kepekaan rasa; (3) Kreativitas; (4) Intelijensi. Di dalam dan melalui aktivitas mereka, para aktor tersebut memproduksi dan mereproduksi kondisi-kondisi yang memungkingkan keberadaan aktivitasnya. Oleh karena itu, seorang penari rol  harus mampu menjaga kualitas ketubuhannya dalam mengekspresikan  karakter-karakter tokoh yang dibawakan, sehingga penonton mendapatkan kepuasan dalam menikmati sajian pertunjukan wayang orang (Hersapandi, 2011).


Peran Penari Rol


Penari rol atau bintang adalah magnet dan faktor determinan dari sebuah seni pertunjukan komersial. Posisi dan kewenangan aktor memiliki peran penting  dalam menjaga reputasi sebuah pertunjukan. Peran-peran tersebut di antaranya, pertama peran internal. Penari rol identik sebagai komunikator ulang, pendidik massa, dan pemimpin budaya. Ia mempunyai wewenang dalam grup, bahkan manajer dan sutradara tidak mutlak mempunyai kebijakan terhadap penari rol. Spiritnya dapat memotivasi grup dan penonton, sehingga tindakannya kalau tidak terkendali menjadi kendala kekompakan kelompok itu sendiri, yang memungkinkan grup itu dapat hancur karena arogansi penari rol.


Kedua, peran eksternal. Sebuah produksi komersial keputusan menggunakan  pemain bintang merupakan suatu keharusan dan memiliki peran strategis untuk mendatangkan profit. Seorang bintang di dalam sebuah produksi dapat membuat lebih mudah untuk mengumpulkan finansial dan menjual karcis kepada penonton. Fenomena tersebut menunjukkan, seorang penari rol atau bintang panggung  adalah figur publik yang menjadi pusat perhatian penonton. Ketidakhadiran penari rol sebagai bintang  pujaan tentu akan membuat penonton kecewa.


Ketiga, peran kepemimpinan kultural. Pada umumnya penari rol atau bintang memiliki kualifikasi keaktoran dengan predikat seniman yang mumpuni, sehingga yang bersangkutan menjadi tokoh panutan bagi sesama aktor dan seniman. Kekuatan penari rol sebagai ikon daya tarik penonton menempakan publik sebagai pimpinan kultural dan publik figur ini sering dipakai sebagai bagian dari strategi pemasaran suatu produk. Misalnya, label kaset rekaman, vcd, dvd, yang mencantumkan nama penari tokoh. Seperti nama Rusman, Darsi, dan Surono muncul di produksi rekaman Lokananta atau Fajar Studio Semarang.


Mengingat peran penari rol sangat besar dalam menopang keberadaan organisasi, sekarang yang menjadi persoalan, seberapa timbal balik pihak-pihak terkait untuk memperhatikan nasib mereka. Berdasarkan pengalaman, banyak seniman yang berjasa atau punya peran signifikan di zamannya, di hari tuanya hidup mereka terlunta-lunta. Untuk itu komitmen pemerintah Surakarta untuk mengangkat seniman wayang orang Sriwedari untuk menjadi pegawai negeri sipil layak diapresiasi.


Pihak-pihak di luar pemerintah pun layak memberikan apresiasi kepada para seniman ini. Mereka dapat memberikan reward dan kontribusi mendidik yang sangat dibutuhkan seniman di hari tuanya. Sehingga nama dan jasa-jasa mereka tetap bertahan dan tidak tergilas gelombang globalisasi.


Penulis: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar