Sebagaimana diketahui sampai dekade terakhir ini, perpustakaan telah mengalami progres elaborasi luar biasa. Dulunya hanya menjadi ruang sunyi penyimpanan buku atau sekadar gudang buku, kini beralih menjadi pusat informasi dan layanan literasi masyarakat dengan berbagai varian layanan inovatif yang menyasar ke ranah digital, seperti database daring, e-book, e-jurnal sampai pelayanan multimedia.
Di tengah derasnya arus informasi saat ini, teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) memang membawa banyak kemudahan. Namun, AI tetap memiliki keterbatasan, karena kapabilitasnya bergantung pada algoritma dan data pembelajaran yang diberikan. Dalam konteks inilah peran perpustakaan maupun pustakawan menjadi semakin relevan dan tak tergantikan walaupun dinamika zaman silih berganti.
Tak bisa dipungkiri, perpustakaan kini hadir sebagai sumber informasi yang otentik, valid, dan terverifikasi. Koleksi buku, jurnal ilmiah, skripsi, hingga tesis, kliping baik dalam bentuk fisik maupun digital menjadi rujukan terpercaya bagi publik. Namun, kekuatan perpustakaan tidak hanya terletak pada kuantitias koleksinya, tetapi juga pada kehadiran pustakawan sebagai ujung tombak layanan, pendamping, dan garda depan literasi.
Selain itu, pustakawan memegang peran sentral sebagai penghubung masyarakat dengan pengetahuan termasuk literasi. Peran sentral pustakawan tersebut tergambar dari jajak pendapat Litbang Kompas pada 11-14 Agustus 2025. Mayoritas responden (95,4 persen) menilai pustakawan berperan penting untuk membantu masyarakat mengakses pengetahuan dan informasi. Aspirasi responden yang mewakili publik dari penjuru negeri ini memberi legitimasi sosial yang kuat untuk mempertegas peran pustakawan (Kompas, 17/9/2025).
Kontributor aktif
Pada prinsipnya pustakawan tersebut bukan sekadar penjaga perpustakaan dan fasilitator. Namun lebih daripada itu, pustakawan berperan sebagai kontributor aktif dalam menyalurkan dan menumbuhkan semangat pengetahuan, penyedia sumber informasi yang relevan yang menjembatani kebutuhan literasi masyarakat.
Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, yang menyebut bahwa pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi khusus melalui pendidikan atau pelatihan di bidang kepustakawanan, dan bertanggung jawab dalam pengelolaan serta pelayanan perpustakaan.
Terkait dengan hal tersebut, perpustakaan sebagai lembaga yang bertujuan untuk memfasilitasi dan menyediakan akses ke informasi bagi masyarakat melalui koleksi bahan pustaka yang dihimpun, tentu saja harus mampu memberikan layanan informasi yang cepat, tepat, dan akurat, terutama di era digital seperti saat ini karena masyarakat sangat bergantung kepada ketersediaan informasi.
Hadirnya teknologi informasi menuntut perpustakaan agar mampu memenuhi kebutuhan informasi di masyarakat menggunakan teknologi. Dalam melakukan layanan dan memenuhi kebutuhan informasi di masyarakat tentu saja perpustakaan membutuhkan sumber daya manusia yang biasa disebut dengan pustakawan.
Pustakawan menjadi komponen yang berperan signifikan dalam keberlangsungan pelayanan perpustakaan. Tidak berlebihan apabila pustakawan disebut sebagai moto penggerak komponen lain yang menginspirasi lembaga perpustakaan sehingga dapat mengoptimalkan dan mengimplementasikan tugas pokok dan fungsinya sebagai penyedia layanan informasi bagi komunitas.
Selain itu, pustakawan juga perlu mampu menjalankan seluruh tujuan lembaga perpustakaan yang mencakup proses penghimpunan, pengelolaan, pelayanan, dan pemeliharaan sumber-sumber informasi. Pustakawan dituntut bersentuhan langsung dengan dunia digital dan lebih banyak kompetensi baru yang menuntut pustakawan untuk menguasainya, terutama kompetensi dalam mengoperasikan teknologi informasi.
Untuk itu pustakawan perlu memiliki kompetensi sesuai dengan bidanng pekerjaanya selaras dengan dinamika zaman. Adapun kompetensi pustawakan meliputi, pertama kompetensi inti. Kompetensi ini merupakan wujud dari pemahaman dasar pustakawan yang didapat dengan pengalaman setiap personal pustakawan, termasuk berpedoman dari etika profesi dengan segala keunggulannya.
Kedua, kompetensi profesional. Kompetensi profesional merupakan kompetensi pokok dari setiap pustakawan dengan berbagai kecakapan khusus seperti mengelola suatu organisasi informasi. Selanjutnya memproses sumber informai, dan memberikan pelayanan informasi supaya bisa digunakan secara optimal.
Ketiga, kompetensi individu. Pada setiap individu pustakawan profesional wajib mempunyai kemampuan soft skill yang bisa membantu profesionalitas pada masing-masing pustakawan pada saat menjalankan tugasnya, seperti sikap terbuka saat menerima suatu gagasan atau ide dari sumber lain dan mempunyai inovasi atau ide disaat menumbuhkan kemampuan yang bisa dikembangkan pada perpustakaan.
Dengan demikian dari adanya standar kompetensi pustakawan dapat membantu pekerjaan dari pustakawan, karena dengan memenuhi standar tersebut tentunya pustakawan telah memahami berbagai dinamika yang sudah menjadi tugas dan kewajibannya yang pada gilirannya dapat memuaskan pengunjung perpustakaan (Siregar, 2015).
Garda depan literasi
Tidak bisa dipungkiri, saat ini pustakawan merupakan ujung tombak literasi yang menjadi salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Untuk itu idealnya, di sekolah dan setiap lembaga atau daerah memiliki perpustakaan yang dikelola oleh pustakawan. Bukan hanya sekadar pegawai perpustakaan. Pustakawan merupakan agen perubahan dan penggerak di perpustakan sebagai pusat kegiatan literasi.
Namun faktanya, sebagaimana dilansir Litbang Kompas (17/9/2025), jumlah pustakawan di Indonesia masih terbatas, hanya 21.278 orang. Dari kumulatif tersebut, hanya 21.178 orang, dan jumlah ini yang bersertifikasi hanya 5.780 orang. Tak ayal, rasio pustakawan dan perpustakaan menjadi timpang, yaitu satu pustakawan menangani 38 perpustakaan. Hal itu menunjukkan bahwa eksistensi pustakawan perlu mendapat perhatian serius.
Di tengah gencarnya gerakan literasi untuk mencerdaskan bangsa, sudah saatnya semua pihak baik pemerintah, BUMN, perusahaan, lembaga swasta, dan pihak-pihak lain untuk meningkatkan perhatian dan kepedulian kepada pustakawan. Sebagai salah satu bagian signifikan dalam proses pendidikan, jumlah pustakawan perlu ditingkatkan. Langkah pertama, mengatasi ketimpangan rasio pustakawan dan perpustakaan dengan merekrut pustakawan dengan diimbangi kompetensi pustakawan.
Selain itu langkah selanjutnya, kiranya perlu meninjau ulang kembali sistem yang memungkinkan pustakawan dapat memiliki jenjang karier sebagaimana pegawai aparatur sipil negara lainnya. Sebagai misal untuk pustakawan sekolah, baik negeri maupun swasta, mempunyai jenjang karier dan mendapatkan tunjangan sertifikasi sebagaimana guru. Untuk pustakawan di luar satuan pendidikan bisa mendapatkan tunjangan kinerja. Sistem tersebut pelu diimplementasikan untuk mendapatkan pustakawan yang kompeten dengan standar kesejahteraan memadai.
Kembali ditegaskan kepedulian atau perhatian tidak selalu berarti memberikan dana. Kepedulian bisa diwujudkan dengan mengunjungi perpustakaan, memanfaatkan layanan yang ada, atau menyuarakan pentingnya pustakawan di ruang publik. Semakin sering kita hadir di perpustakaan, semakin kuat pula legitimasi pustakawan di mata masyarakat dan pemerintah.
Penulis: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Kepala Perpustakaan SMK Wiyasa Magelang.
0 Komentar