Bedah Buku “Tradisi Slametan” Angkat Kearifan Lokal Masyarakat Magelang

Dilihat 68 kali

BERITAMAGELANG.ID - Tradisi Slametan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, merupakan rangkaian ritual adat yang sarat makna, berfungsi sebagai ungkapan syukur, doa keselamatan, serta perekat ikatan sosial masyarakat. Hal itu mengemuka dalam acara Bedah Buku Tradisi Slametan (Ritual, Makna, dan Nilai-Nilai Kearifan Lokal di Kabupaten Magelang) karya Makruf Sodikin, yang digelar di Graha Seba Pustaka, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Magelang, Kamis (21/8).


Dalam paparannya, Makruf menjelaskan, tradisi slametan mencakup berbagai tahap kehidupan, mulai dari kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Pada kelahiran, misalnya, terdapat ritual ngapati, mitoni, brokohan, sepasaran, puputan, selapanan, hingga tedak siten. Sementara dalam pernikahan, slametan hadir dalam bentuk ritual kumbakarnan, pasang tarub, ijab kabul, hingga resepsi. Adapun pada kematian, slametan dilakukan melalui surtanah, nelung dina, matang puluh dina, hingga haul.


"Tradisi slametan adalah wujud penghormatan dan permohonan keselamatan serta keberkahan dari Tuhan. Ritual ini mengandung nilai kebersamaan, solidaritas, rasa syukur, penghormatan, dan toleransi dalam beragama," ujar Makruf, yang juga pengawas Koordinator Wilayah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Kajoran.


Tradisi unik seperti Nikah Tembakau di Dusun Gopakan, Desa Genito, Kecamatan Windusari, turut memperkaya keberagaman budaya Kabupaten Magelang.


Turut hadir sebagai pembahas, sastrawan Magelang Triman Laksono, menyampaikan budaya Jawa memiliki nilai luhur yang tidak tergantikan oleh perkembangan teknologi.


"Orang Jawa itu sangat titen dalam kehidupan bermasyarakat. Yang terpenting adalah adab lebih tinggi daripada ilmu, makanya orang Jawa sangat menjunjung tinggi unggah-ungguh," kata penulis novel Sang Pewaris tersebut.


Ia mencontohkan, dalam slametan atau kenduri, undangan sebaiknya tetap dilakukan secara langsung, bukan sekadar pesan singkat melalui aplikasi.


"Bagi generasi Baby Boomer atau Generasi X, undangan langsung memiliki nilai lebih dibanding pesan instan," tambahnya.


Acara bedah buku ini juga mendapat dukungan dari komunitas Kajoran Sinau, sebuah wadah belajar yang digawangi para guru di Kecamatan Kajoran. Selama kurang lebih tiga jam, para peserta tampak antusias mengikuti jalannya diskusi hingga selesai.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar