Vanili Jadi Komoditas Andalan di Salaman

Dilihat 2024 kali
Ketua BUMDes Artha Manunggal Kebonrejo Moh Khairul Saleh memperlihatkan tanaman vanili di pekarangan rumahnya.

BERITAMAGELANG.ID - Vanili menjadi salah satu komoditas andalan bagi warga di Kecamatan Salaman. Bahkan, mereka memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk ditanami vanili. Mereka percaya vanili merupakan tanaman dengan peluang investasi jangka panjang. Karena satu kilogram vanili bisa menyentuh angka Rp 750.000 hingga Rp 1.500.000.

Ketua BUMDes Artha Manunggal Kebonrejo, Salaman, Moh Khairul Saleh menyebut, vanili menjadi yang banyak diburu oleh pembeli. Mengingat saat ini kebutuhan vanili secara global mencapai hampir 10 ribu ton per tahun. Sementara Indonesia hanya bisa memberi sokongan vanili sekitar 200 hingga 300 ton per tahun. 

Peluang itu, kata dia, haruslah dimanfaatkan warga Indonesia agar bisa mengekspor vanili ke kancah internasional. "Apalagi Indonesia memiliki tanah subur daripada Madagaskar yang menjadi penyuplai vanili terbesar di dunia," ungkapnya, Jumat (23/2/2024).

Terlebih, tanaman vanili tergolong mudah untuk dikembangbiakkan. Karena vanili bisa ditanam di pekarangan rumah maupun tambulampot. Meski pekarangan rumahnya tidak seberapa luas, tapi petani bisa menanam beberapa pohon vanili. Namun, petani harus bisa mengatur jarak pohon satu dengan lainnya. Agar proses tanamnya berhasil dan menghasilkan banyak buah vanili.

Irul, sapaan akrabnya menyebut, masa panen vanili mulai dari polinasi sampai petik bisa membutuhkan waktu sekitar 8 hingga 9 bulan. Tergantung tinggi atau rendahnya lokasi penanaman. Namun, ketika vanili ditanam di ketinggian lebih dari 1.000 mdpl, masa panennya bisa menghabiskan waktu hingga satu tahun. Sementara satu pohon bisa menghasilkan hingga dua kilogram vanili.

Menurutnya, vanili merupakan tanaman investasi jangka panjang. Ketika masa panen tiba, petani bisa menyimpannya terlebih dahulu. Pasalnya, masa simpan vanili cenderung lama. Bisa mencapai 20 tahunan. "Kalau panen dan kita belum butuh uang, bisa disimpan dulu," ungkapnya.

Hanya saja, saat ini harga vanili belum sepenuhnya membaik setelah dihantam pandemi. Apalagi belum ada pasar ekspor secara besar-besaran. Penjualannya hanya dari konsumen ke konsumen. Tak heran jika produksi vanili semakin berkurang dan harganya belum menggairahkan.

Untuk vanili basah di tingkat petani, lanjut dia, dihargai Rp 100.000-an per kilogram. Sedangkan vanili kering, tergantung kualitas kelas ekstraknya. Adapun vanili ekspor kualitas terbaik biasanya di harga Rp 3.000.000 hingga Rp 4.000.000 per kilogram. "Kalau di tingkat petani, harga vanili keringnya sekitar Rp 750.000 sampai Rp 1.500.000 per kilogramnya. Itulah kenapa vanili disebut emas hijau," sebut Irul.  

Sementara itu, warga Salaman, Irhamna tidak memungkiri, vanili menjadi tanaman yang menjanjikan. Lebih-lebih, dia sudah merasakan sendiri keuntungan dari menanam vanili. Karena dari penjualan vanili, dia bisa merenovasi rumahnya menjadi lebih layak untuk ditinggali.

Dia juga memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk ditanami vanili. Sekitar tahun 2022, dia menanam sekitar 30-an tanaman vanili. Rencananya hanya untuk indukan. Tapi, tanaman itu justru berbuah. "Dulu sempat berbuah, tapi tidak laku. Akhirnya saya simpan. Setelah 10 tahunan, baru laku sekitar Rp 1.500.000 per kilogram," paparnya. 

Selama ini, perawatan vanili cukup mudah. Tidak perlu diberi pupuk. Bisa dibiarkan begitu saja, asalkan kebutuhan air terpenuhi. Tapi, tidak boleh kebanyakan air karena batangnya mudah busuk. Ketika ada tanaman liar pun, dia segera memotongnya. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah jarak antartanaman. "Tidak boleh terlalu dekat," sambungnya.

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar