Gerakan Bersama Kebudayaan

Dilihat 103 kali
Kesenian sebagai bagian dari kebudayaan merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang menjadi landasan gerakan kebudayaan semakin membumi.

Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) yang berlangsung pada penghujung Oktober 2023 tahun lalu telah menghasilkan sejumlah gagasan dari ribuan pelaku seni budaya Nusantara. Kongres lima tahunan tersebut dapat dijadikan indikator bahwa berbagai arah kebijakan kebudayaan secara partisipatif telah menggali ide gagasan dari para pelaku budaya mulai dari tingkat akar rumput.


Gagasan penting KKI tersebut dua di antaranya menegaskan, periode 2024-2029 merupakan babak penting dalam meletakkan pemajuan kebudayaan sebagai kebutuhan dasar publik, sekaligus panduan transformasi ekonomi, sosial, dan ekologi, melalui tata kelola yang sehat atau profesional. Di samping itu kebebasan berekspresi merupakan ruang yang nyaman dan aman bagi para pelaku budaya untuk melakukan proses kreatif.


Gagasan para pelaku seni budaya dalam perhelatan KKI tersebut dapat memberikan pencerahan sekalius memperkuat UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Namun hal itu perlu ditindaklanjuti dalam gerakan nyata yang dapat diakses oleh semua para pelaku budaya seluruh Nusantara agar berdampak pada upaya pemajuan kebudayaan (Kompas, 31/10/2023).


Kerja Ekstra


Pada dasarnya, seusai perhelatan KKI semua peserta dan komponen pelaku budaya harus melakukan kerja ekstra untuk mendiseminasikan hasil KKI tersebut sampai tataran komunitas basis. Jangan sampai hanya terjebak pada euforia KKI, tanpa adanya aksi nyata yang dirasakan manfaatnya oleh para pelaku budaya lain yang tidak ikut dalam KKI tersebut.


Pemerintah daerah baik kabupaten maupun kota se-Indonesia dibantu oleh para seniman pelaku budaya yang mengikuti KKI perlu segera mendiseminasikan hasil KKI tersebut secara gamblang agar ada kesamaan persepsi antar para pelaku seni di daerahnya masing-masing.


Tak dapat dipungkiri, yang masih gamang pada saat ini adalah memberikan pemahaman pada para pelaku seni budaya yang prinsipnya hanya meyakini bahwa kebudayaan hanya berkutat pada kesenian saja. Padahal dalam kebudayaan terkandung beberapa unsur kebudayaan yang saling terkait satu sama lain (Koentjaraningrat, 1979).


Unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat terbagi menjadi wujud logika, yaitu wujud norma atau regulasi yang ada di masyarakat. Wujud etika menegaskan pola tindak atau perilaku manusia dalam masyarakat. Sedangkan wujud estetika lebih menekankan pada kebudayaan sebagai bentuk benda-benda resultansi karya manusia yang dapat memberikan santapan rohani pada semua pihak berupa kesenian.


Adapun dalam UU No. 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan objek pemajuan kemajuan kebudayaan terdiri dari 10 jenis, yaitu adat istiadat, bahasa, manuskrip, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, permainan rakyat, ritus, seni, teknologi tradisional, serta tradisi lisan.


Kesemuanya itu harus dijelaskan kepada para pelaku seni budaya di daerah, agar pemahaman mereka lebih terbuka. Pemerintah dapat juga menggandeng dewan kesenian atau dewan kebudayaan untuk ikut mendiseminasikan arah kebijakan kebudayaan hasil KKI tersebut. Dalam hal ini kerja kolaboratif sangat dibutuhkan agar optimalisasi aksi dapat terealisasi sesuai tujuannya.


Tenaga kebudayaan terbatas


Adapaun permasalahan sekarang ini, tenaga kebudayaan yang dimiliki oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan masing-masing kabupaten atau kota sangatlah terbatas. Dahulu pasca reformasi dalam struktur organisasi birokrasi pemerintah daerah ada posisi tenaga penilik kebudayaan sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk melakukan pendampingan kepada organisasi kebudayaan termasuk pelaku seni budaya.


Sampai saat ini posisi penilik kebudayaan sudah tidak difungsikan lagi. Tenaga kebudayaan yang ada saat ini sangat terbatas, apalagi untuk melakukan pendampingan sampai tingkat kedalamannya, jelas sudah tidak memungkinkan. Tentunya  permasalahan tersebut perlu dicarikan solusinya.


Kiranya, saat ini merupakan hal yang sangat mendesak untuk segera mengangkat tenaga pamong kebudayaan di masing-masing kecamatan dengan tugas pokok dan fungsi melakukan pendampingan baik teknis maupun nonteknis. Tentunya tenaga pamong kebudayan tersebut perlu direkrut yang porsinya sesuai dengan disiplin ilmunya, sehingga di lapangan tidak mengalami batu sandungan.


Kembali pada kesiapan semua pihak di masing-masing daerah, dengan kolaborasi paralel antara pemerintah, seniman, dan pelaku budaya segera melakukan pemetaan terkait dengan potensi yang ada di daerahnya, untuk dapat dijadikan sasaran pendampingan sebagaimana rekomendasi dalam KKI.


Dalam hal ini sekolah juga perlu dilibatkan dalam diseminasi tersebut. Sekolah setidaknya memiliki sumber daya tunas-tunas muda yang dapat meneruskan laju kebudayan ke depan. Pendidikan kebudayaan merupakan sekolah kehidupan yang mengelaborasikan kemampuan belajar untuk menghidupi keanekaragaman dan kekayaan budaya, kecakapan adaptasi terhadap perubahan teknologi dan ekologi, serta sikap merdeka yang berintegritas.


Para seniman dan pelaku budaya perlu juga memahami dunia digital. Saat ini dunia digital menjadi kebutuhan karena berbagai akses informasi banyak didapatkan dari dunia digital ketimbang secara verbal. Dengan penguasan pada dunia digital, mereka akan dapat menyeimbangkan dan menyelaraskan pola hidup tradisional yang sudah sering dihadapi dengan lompatan informasi yang kadang lompatannya tak bisa diprediksi bagai menembus batasan ruang dan waktu.


Dengan demikian, rekomendasi gagasan dalam KKI yang sudah difasilitasi oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek layak diapresiasi. Gagasan dalam KKI perlu didiseminasikan oleh semua pihak sebagai sebuah gerakan bersama, karena disadari bahwa kebudayaan itu merupakan suatu potensi dinamis, yang tak hanya sekadar warisan untuk dilestarikan, tetapi memiliki daya hidup. Suatu daya hidup yang memiliki kekuatan pemantik dan pendorong pembangunan berkelanjutan. 


Penulis: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar