Keteladanan Pendidik Dalam Hidup Beretika, Bermoral dan Berakhlak Mulia di Lembaga Pendidikan

Dilihat 124 kali

MANUSIA beretika, bermoral, dan berakhlak mulia dapat diartikan sebagai insan yang memiliki tingkat harkat kemanusiaan yang tinggi karena memiliki etika, sopan santun, tata karma, moral dan akhlak mulia dalam kehidupannya. Dalam kehidupan sehari-hari orang yang beretika, bermoral, dan berakhlak mulia hendaknya: (1) Mencintai kehidupan, merasakan bahwa hidup itu indah, menikmati hidup dengan tidak menggerutu, tidak mudah putus asa, dan tidak mencaci maki, (2) menghargai orang lain, orang lain kita perlukan untuk hidup bersama secara harmonis, saling tolong menolong, (3) membangkitkan harapan diri sendiri maupun orang lain, (4) Berbagi atau sharing sepenuh hati dengan orang lain.

Kehidupan manusia beretika, bermoral, dan berakhlak mulia selalu mempunyai ikatan dengan apa yang dianggap baik dan benar. Larangan dan penyuruhan-penyuruhan tertentu dipatuhi, membuat dirinya dapat diterima oleh orang lain, diterima di dalam masyarakat. Sebagai masyarakat yang terdiri dari individu-individ, tiap-tiap individu tak mungkin terlepas dari norma-norma dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan sosialnya. Lembaga pendidikan atau sekolah dimana pun berada perlu mengembangkan, mengajarkan serta membiasakan nilai-nilai, norma-norma, etika, moral, dan akhlak mulia yang hidup di masyarakat kepada peserta didik sebagai generasi penerus melaui keteladanan para pendidiknya.

Etika Sebagai Ilmu

Etika sebagai ilmu yang membahas secara kritis mengenai nilai, norma dan akhlak mulia yang berkembang di masyarakat diajarkan kepada peserta didik sebagai generasi penerus. Pelaksanaannya tidak dengan indoktrinatif agar tidak muncul sikap asal ikut dan tanpa menyadari akan tanggung jawabnya sebagai pelaku yang berdampak terhadap hidup orang lain. Maka diperlukan keteladanan dan contoh-contoh nyata tentang berperilaku yang baik.

Kata etika berasal dari bahasa Yunani ethos. Terurai et dan hos yang artinya kebiasaan atau adat istiadat. Dalam perkembangan selanjutnya ethos berarti kesusilaan, perasaan hati atau perasaan batin, sebagai sesuatu yang keluar dari dalam diri seseorang untuk berbuat baik, taat pada norma-norma.

Pembiasaan Hidup Bermoral di Lembaga pendidikan

Moral mengandung arti akhlak mulia, diartikan sebagai kesusilaan yang berakar kata ke-su-sila-an. Kata sila yang dalam bahasa Sansekerta disebut cila yang mengandung arti (1) norma atau kaidah, peraturan hidup, perintah; (2) menyatakan keadaan batin terhadap peraturan hidup, dengan demikianberarti sikap keadaban, sikap batin, perilaku, sopan-santun. Susila terurai Su yang berarti baik, bagus dan sila atau cila sehingga kata susila mempunyai makna; (1) norma itu baik; dan (2) menunjukkan sikap terhadap norma itu dan menyatakan bahwa perilaku harus sesuai dengan norma. Membicarakan bagaimana hendaknya perbuatan seseorang agar hidupnya harmonis di masyarakat.

Sebenarnya di dalam setiap hati nurani manusia ada pengakuan tentang perbuatan baik dan perbuatan buruk, dikatakan sebagai memiliki kesadaran moral. Makin besar kesadaran manusia tentang baik dan buruk, semakin besar moralitasnya. Moralitas itu berkembang, manusia dari kecil dapat dipengaruhi untuk memperkembangkan moralitasnya. Itulah pentingnya pendidikan etika, terutama etika kepribadian.

Memang benar bahwa pendidikan berpengaruh besar terhadap perkembangan moralitas manusia, namun harus diwaspadai bahwa lingkungan dapat mengaburkan moralitas seseorang, sehingga membuat dirinya tidak dapat membedakan baik dan buruk. Pembiasaan hidup bermoral di lingkungan pendidikan harus terus menerus ditumbuh kembangkan, mulai pendidikan di rumah, di sekolah, dan di masyarakat yang dipelopori oleh orang dewasa: para orang tua, guru dan tokoh masyarakat, sehingga memperluas pemahaman generasi penerus akan taat pada norma-norma, menciptakan hidup harmonis bersama orang lain.

Kesadaran Moral

Kesadaran moral disebut kata hati, yaitu kesadaran untuk melakukan perbuatan sesuai dengan norma-norma. Kata hati dapat dipertajam oleh lingkungan pendidikan, oleh pembiasaan-pembiasaan, oleh keteladanan. Tugas pendidikan terutama mempertajam kata hati anak didik, dengan harapan supaya anak didik itu tidak hanya tahu apa yang buruk dan yang baik berhubung dengan norma-norma yang objektif, melainkan pula supaya ia belajar memilih yang baik itu dan mengelakkan yang sebaliknya. Kata hati bukanlah perasaan, melainkan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang objektif. Kata hati dapat dipergunakan sebagai alat pengontrol. Sebelum tindakan dilakukan, kata hati dapat berfungsi sebagai penerang, sedangkan sesuatu tindakan fungsinya sebagai hakim yaitu mengakui kebaikan atau keburukan tindakan yang telah terlaksana karena pilihannya sendiri.

Tidak hanya mengakui bahwa tindakannya adalah pilihannya, oleh penilaian yang telah ada pada dirinya dan mengakui baik buruknya tindakan itu. Sebagai hakim atas dirinya, putusannya adalah tepat, karena hakim diri itu mengetahui segala situasi yang ada padanya. Kata hati itu jujur, tidak dapat membohongi diri sendiri. Manusia telah memilih tindakan insani, ia mengakui bahwa itu tindakan baik atau tindakan buruk. Itulah yang disebut bertanggungjawab atas tindakannya itu.

Manusia beretika, bermoral, dan berakhlak mulia adalah manusia yang berani bertanggung jawab atas tindakan yang ia lakukan. Manusia yang berani mengakui bahwa akibat dari tindakannya itu membuat orang lain kecewa atau orang lain dirugikan. Lembaga pendidikan atau sekolah mempunyai tanggung jawab untuk membiasakan peserta didik menjadi manusia yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan dan menjadi manusia yang beretika, bermoral dan berakhlak mulia. Semoga.


*)Penulis: P. Budi Winarto, S.Pd. Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar