Mencegah Perundungan di Sekolah

Dilihat 2445 kali
Pendampingan guru baik secara personal maupun klasikal secara intensif dapat meminimalisir terjadinya perilaku perundungan di sekolah.

Kenyamanan peserta didik mengikuti proses pembelajaran di sekolah menjadi idaman yang didambakan. Kultur sekolah yang konsisten menerapkan regulasi yang disepakati membuat peserta didik kerasan di sekolah. Sekolah merupakan rumah kedua, sebagai tempat peserta didik dapat menempa dan membentuk dirinya menjadi pribadi utuh.


Peserta didik ketika belajar di sekolah, tentunya mempunyai harapan, impian, atau cita-cita yang ingin dikejar. Kemauan, optimisme, dan semangat adalah kunci utama untuk meraih impian. Namun ada satu rintangan yang mungkin menghadang dan harus dihadapi adalah perilaku perundungan (bullying) yang sangat mengganggu kenyamanan peserta didik belajar di sekolah.


Tindakan Intimidasi


Pada dasarnya, perundungan merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Tindakan penindasan ini dapat diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya (Coloraoso, 2007).


Dengan demikian, perundungan dapat dimaknai sebagai segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang terhadap orang lain, bertujuan untuk memberi tekanan dan menyakiti serta dilakukan secara terus menerus. Indikasi bullying telah terjadi bila seseorang merasa tidak nyaman dan timbul perasaan sakit hati serta dendam atas perbuatan orang lain padanya.


Adapun perundungan terjadi dalam beberapa bentuk tindakan, yaitu pertama, perundungan verbal. Bentuk tindakan perundungan ini merupakan bentuk penindasan yang paling umum dan sering terjadi. Kekerasan ini terjadi tanpa mengenal jenis kelamin, usia ataupun strata sosial, mudah dilakukan pada siapa saja baik orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi. Kekerasan verbal dapat berupa memberi julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan bernuansa tidak senonoh.


Kedua, perundungan fisik. Perundungan ini merupakan jenis yang paling tampak dan paling mudah diidentifikasi di antara bentuk-bentuk penindasan lainnya. Jenis penindasan ini diantaranya menampar, mendorong, mencubit, menjambak, menendang, meninju. Termasuk juga meludahi anak yang ditindas serta merusak barang-barang milik anak yang menjadi korban perundungan.


Ketiga, perundungan sosial. Jenis kekerasan seperti ini mungkin paling sulit dideteksi dari luar. Penindasan sosial merupakan pelemahan harkat korban penindasan secara sistematis melalui pengucilan, membeda-bedakan, juga pendiaman. Korban perundungan mungkin tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami dampaknya yang tidak menyenangkan dan menimbulkan trauma.


Keempat, perundungan siber. Jenis perundungan ini adalah bentuk terbaru sebagai ekses semakin berkembangnya teknologi, internet, dan media sosial. Pada intinya korban terus menerus mendapatkan pesan negatif dari pelaku pesan di internet dan media sosial lainnya. Bentuknya mengirim pesan tulisan yang menyakitkan atau menggunakan gambar, meninggalkan pesan voicemail yang kejam, menelepon terus menerus tanpa henti namun tidak mengatakan apa-apa, memerolok di media sosial dengan mengirimkan berbagai pesan yang menyakiti, menghina,dan mengancam.


Bullying dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, dapat berlangsung dalam 24 jam, baik di dunia nyata ataupun dunia maya. Di sekolah bisa terjadi di kelas, di halaman, di kantin, di kamar kecil, di perpustakaan, di lorong-lorong sekolah dan di tempat-tempat sepi. Bentuk kekerasan ini biasanya dilakukan oleh senior kepada junior, tetapi mungkin juga teman satu angkatan. Umumnya bullying dari senior kepada junior merupakan tradisi. Sedangakan di dunia maya perundungan melalui media sosial dan pesan elektronik, baik ancaman, terror, atau intimadasi yang menyebabkan korban ketakutan juga tidak nyaman.


Dampak perundungan yang dirasakan oleh peserta didik di sekolah antara lain penurunan prestasi akademis. Kemudian dapat juga menyebabkan penurunan tingkat kehadiran di sekolah dikarenakan ketakutan, malu dan rendah diri. Berkurangnya minat pada tugas dan kegiatan sekolah lainnya bahkan drop out dari sekolah.


Sedangkan dari kehidupan sosial dampak yang dirasakan korban, kepercayaan diri berkurang, pemalu, tidak mampu menyampaikan pendapatnya dan cenderung mengikuti kemauan orang lain, punya sedikit sekali teman, tak populer, cenderung menarik diri, kurangnya rasa humor, dan cenderung merasa rendah diri.


Tak kalah riskannya, dampak perundunggan juga mengarah pada aspek fisik. Diantaranya dapat terjadi sakit tidak kunjung sembuh, timbul keluhan pusing, sakit perut, mudah gugup/gagap, menjadikan sulit tidur, badan lemah, rasa mual, bahkan dapat timbul luka-luka pada tubuh korban dan yang paling ekstrim si korban bisa meninggal dunia.

 

Tindakan Preventif


Menyikapi agar perikalu perundungan tidak merebak, kiranya tidak berlebihan jika semua pihak baik pemerintah, guru dan orang tua menaruh perhatian yang lebih serius terhadap bullying atau perundungan ini. Sekolah segera meningkatkan program Sekolah Ramah Anak. Mempercepat penanganan terhadap laporan terjadi bullying, sekaligus memberikan perlindungan baik terhadap korban maupun saksi.


Di samping itu dalam pembelajaran di kelas, guru dapat menginterpolasikan perundungan menjadi topik dalam materi, terutama saat memberikan motivasi baik di awal pembelajaran maupun saat refleksi. 


Prinsipinya menekankan bahwa perundungan merupakan perilku yang tidak terpuji dan harus dicegah dari sekolah maupun lingkungan sekitarnya karena tidak memberikan rasa nyaman ketika peserta didik belajar untuk meraih cita-cita dan masa depannya.


(Oleh: Drs. Hadi Agus Sulistyono, M.Si., Guru P5BK SMK Negeri 1 Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar