Mengajarkan Nilai Kejujuran

Dilihat 3054 kali
Guru perlu memberikan penguatan kepada peserta didik dalam mempelajari materi pembelajaran dengan dialog partisipatif agar nilai karakter mereka dapat terbangun secara optimal.

Dalam suatu kesempatan diskusi di kelas ada suatu dialektika menarik. Penulis sebagai guru melontarkan topik kejujuran selaras dengan situasi aktual saat ini yaitu perilaku menyimpang dan berbagai tindakan melanggar norma kesusilaan semakin marak belakangan ini. Peserta didik tersebut secara spontan menjawab karena banyak orang melakukannya.


Jawaban spontan mereka tersebut tentunya tidak hanya asal menjawab. Mereka dalam kesehariannya sudah mengamati langsung kejadian-kejadian di lapangan dalam suatu kegiatan survei. Mereka mengamati dan melihat langsung kejadian dengan mata kepala sendiri selama beberapa hari di daerahnya. Hasil dari survei tersebut mereka refleksikan dalam suatu sajian diskusi di kelas untuk dibahas bersama.


Pemahaman dalam penalaran sederhana yang mereka amati langsung dapat menjadi bahan diskusi menarik, seperti perilaku banyak orang yang tidak mau antre dalam pembelian barang kebutuhan sehari-hari, membuang sampah tidak pada tempatnya, menyeberang tidak melalui jalur penyeberangan, menyerobot lampu merah, memacu kendaraan di jalanan umum dengan knalpot dipotong yang memekakkan telinga, pentas kesenian yang tidak bisa mengantisipasi waktu sehingga mengganggu kenyamanan masyarakat, dan perilaku lainnya yang menyimpang dari norma maupun kepatutan.


Dalam diskusi tersebut mengerucut menjadi suatu titik simpul, bahwa ketika perilaku amoral dan ketidakjujuran dilakukan berulang kali, ujung-ujungnya menjadi hal yang diangap biasa. Tentu saja penulis, harus dapat mengolah titik simpul tersebut menjadi pertanyaan balik, apakah dibenarkan perilaku menyontek yang dilakukan bersama-sama merupakan perilaku yang biasa? Spontan mereka menjawab, tidak dibenarkan.


Dengan tegas penulis mengatakan bahwa perilaku tidak jujur baik dilakukan secara personal maupun kelompok adalah melanggar dari norma yang berlaku. Kejujuran merupakan hal yang sangat hakiki dalam kehidupan manusia. Terlebih sebagai peserta didik di satuan pendidikan yang nantinya diharapkan dapat meneruskan nasib bangsa ini dalam mengarungi dinamika kehidupan.  


Ketulusan Hati


Pada dasarnya kejujuran merupakan keadaan ketulusan hati atau sifat tidak berbuat curang. Nilai-nilai kejujuran sangat diperlukan oleh setiap pribadi maupun dalam konteks kehidupan sosial sampai pekerjaan. Namun demikian, lingkungan juga dapat mendorong individu untuk bertindak tidak jujur. 


Misalnya dalam suatu komunitas, memberi doktrin berbohong dalam melakukan tindakan, dengan alasan bohong untuk kebaikan. Apabila hal itu dilanggengkan dan menjadi pembiasaan, akan menjadikan suatu sikap amoral yang dianggap biasa.


Sebagai bagian penting dari karakter manusia, kejujuran patut ditanamkan sedini mungkin dan jalan yang paling tepat untuk menanamkannya adalah melalui pendidikan. Dalam hal ini, penguatan dan penanaman sifat kejujuran di sekolah sebagai satuan pendidikan patut ditekankan dan juga mendapatkan perhatian serius sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana diketahui, bahwa tujuan pendidikan tidak hanya sekadar menekankan pada aspek kognisi, namun juga harus sinergi dengan aspek afeksi maupun psikomotorik.


Apabila diamati dengan jeli, kejujuran merupakan salah satu nilai moral yang perlu dan selalu diingatkan dalam setiap pembelajaran di kelas. Nilai-nilai kejujuran dalam konteks pendidikan bisa dilatih sebagai bagian dari proses pembelajaran. 


Sebagai misal, ketika ada guru yang tidak masuk dan peserta didik mendapatkan tugas mandiri terstruktur yang harus dikumpulkan, mereka harus belajar jujur pada diri sendiri pada saat mengerjakan, meskipun di kelas tidak ada guru atau petugas yang mengawasi. Dalam hal ini, nilai kejujuran jelas tidak akan mengurangi objektivitas nilai (Doni Koesoema A., & Evy Anggraeny, 2021).


Untuk memperkuat pemahaman peserta didik akan nilai kejujuran, guru dapat menjelaskan pentingnya nilai-nilai ini dalam pekerjaan dan pengumpulan tugas, baik yang diberikan oleh guru saat hadir atau tidak di tempat. Guru dapat menjelaskan pentingnya arti kejujuran dalam pengumpulan dan dan pengerjaan tugas yang diberikan.


Ketika mengerjakan tugas mandiri terstruktur, guru perlu mendorong agar peserta didik mengerjakan secara mandiri dan bukan melalui kerja sama dengan teman. Kemandirian peserta didik untuk mengerjakan secara maksimal perlu diberikan stimulasi dan pemahaman maksimal.  


Guru dapat juga menekankan bahwa kejujuran dalam tugas akan dapat melatih para peserta didik untuk terbiasa mengandalkan kemampuan diri sendiri secara optimal. Baru setelah menemui jalan buntu, bisa koordinasi atau mohon saran teman lainnya, sehingga ada kiat dalam diri peserta didik untuk selalu dapat memelajari segala sesuatu dengan baik, tekun, dan pantang menyerah.


Kejujuran juga dapat diterapkan dalam kehidupan pribadi peserta didik, yang juga dapat dilakukan mulai sekarang. Dalam hal ini peran guru sangat menentukan untuk memberikan penguatan sikap jujur kepada peserta didiknya, yang pada gilirannya peserta didik akan menjadikan kejujuran sebagai kekuatan dalam dirinya sebagai landasan untuk berpola pikir dan berpola tindak.


Jika setiap peserta didik selalu dapat mengaplikasikan kejujuran ini dalam diri dan menjadi pembiasaan dalam kehidupannya, maka pengimbasannya akan terlihat di dalam kelas. Apabila hal ini terus dielaborasikan, dilatih, dan menjadi bagian dalam dirinya, maka sekolah dapat menjadikan pribadi para lulusannya memiliki nilai integritas kejujuran tinggi.


Tanpa Rekayasa


Pada prinsipnya kejujuran merupakan salah satu nilai moral yang menuntut seseorang untuk melakukan sesuatu dengan benar tanpa rekayasa, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Kejujuran selalu dimulai dari diri sendiri dan dibangun dalam lingkungan yang kecil terlebih dahulu, yaitu bermula dari keluarga. Dari keluarga ini dapat menanamkan nilai kejujuran bagi setiap anaknya. Hal baik ini akan terus dibawa ke dalam pergaulan di sekolah.


Apabila ditelisik lebih jauh, nilai kejujuran yang dimiliki peserta didik di sekolah merupakan cerminan dari pola pendidikan orang tua selama anak-anaknya berada di lingkup keluarga. Apabila banyak hal ketidakjujuran terjadi dalam kelas, maka guru sebagai pendidik perlu lebih jeli dan mencari akar penyebabnya agar nilai-nilai moral kejujuran yang dielaborasikan di sekolah tidaklah menjadi sia-sia, karena dukungan dari pihak eksternal seperti keluarga tidak optimal.


Dengan demikian kiranya masih relevan gagasan Ki Hadjar Dewantara bahwa untuk merealisasikan pendidikan yang diharapkan perlu mengimplementasikan tri pusat pendidikan yang melibatkan peran sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam tataran praksis sehingga simpul-simpul nilai karakter peserta didik tersebut dapat terbangun.


(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)


Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar