Oleh : P. Budi Winarto, S.Pd*)
APA yang dimaksud kultur demokrasi dalam lembaga pendidikan? Demokrasi memiliki gagasan dasar bahwa kehidupan bersama adalah tanggung jawab bersama dan mesti melibatkan seluruh anggota komunitas untuk membangunnya. Untuk itu, setiap anggota komunitas sekolah memiliki tanggung jawab dalam menciptakan kehidupan bersama yang lebih baik, sehingga setiap individu mampu bertumbuh dan berkembang dalam kebersamaan tersebut. Rasa hormat terhadap individu dan kesediaan untuk secara bersama terlibat secara aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan bersama yang lebih baik merupakan tanda bahwa nilai-nilai demokratis itu dihargai. Dialog, komunikasi, kesediaan untuk saling mendengarkan dan menghargai perbedaan adalah ciri dasar sebuah masyarakat demokratis. Untuk itu, sekolah dapat menjadi tempat nyata bagi uji pengalaman berdemokrasi ketika ada keterbukaan dan keterlibatan anggota komunitas dalam mengatur kehidupan bersama. Dari segi ini, lembaga pendidikan yang mampu menumbuhkan kultur demokrasi akan menjadi tanda bagi para siswa bahwa nilai-nilai demokratis itu bukanlah sebuah idealisme, melainkan sebuah keadaan yang dapat direalisasikan dalam kehidupan bersama.
Dalam konteks inilah pengembangan nilai demokratis dalam lembaga pendidikan memperoleh momentum penting. Pertanyaan dasar yang mesti dijawab baik oleh pemimpin sekolah maupun para guru adalah apakah sekolah kita dalam artian tertentu telah menghayati nilai-nilai demokratis ini? Apakah aturan sekolah yang kita miliki dibuat secara sepihak atau terdapat dialog antar anggota komunitas untuk senantiasa memperbaiki dan merevisi setiap ketetapan yang terjadi dalam kehidupan bersama sehingga menjadi lebih baik? Ataukah justru sebaliknya, semua tata tertib yang menyangkut kehidupan banyak individu dilakukan secara terpusat, sentralistis, dan tidak ada dialog dan komunikasi? Sekolah dapat membangun tatanan dunia baru dalam masyarakat ketika uji pengalaman itu dapat ditemukan di lingkungan sekolah. Melalui praktik demokratis ini sekolah menjadi tempat pertama yang menjadi saksi bahwa nilai-nilai demokratis itu dapat terwujud.
Mengembangkan kultur demokratis dalam lembaga pendidikan menantang para pendidik untuk merestrukturisasi kembali sistem dalam lembaga pendidikan yang mereka miliki. Proses perubahan ini terjadi secara perlahan dan berkesinambungan, sehingga sekolah semakin lama menjadi sebuah tempat kerja yang menggairahkan dan menjadi lingkungan pembelajaran yang istimewa (Etheridge, 1994: 15). Titik awal untuk restrukturisasi sekolah ini adalah dengan cara melibatkan seluruh konstituen sekolah dalam kerangka proses pengambilan keputusan. Pemikiran dasar di balik kebijakan demokratis ini adalah bahwa sekolah merupakan sebuah kerja bersama yang tidak dapat dilakukan orang perorangan. Individu dalam sekolah mesti dilibatkan secara aktif dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan sekolah. Guru mesti diberdayakan sehingga mereka dapat berpartisipasi dengan lebih aktif dalam membangun dan mengonstruksi sekolah mereka. Untuk itu, pemberdayaan guru hanya mungkin jika guru dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Konsekuensi pemberdayaan guru dalam pengambilan keputusan adalah menghilangkan kultur individualisme dan merestrukturisasi lagi pembagian kekuasaan yang ada di dalam sekolah.
Menumbuhkan kultur demokratis di dalam lembaga pendidikan mesti juga mengubah kultur privasi individu guru menjadi kultur terbuka yang lebih demokratis, di mana setiap guru bisa belajar banyak dari kecakapan dan profesionalitas guru-guru senior. Demikian juga berbagi ilmu mengajar, mengatur kelas, mempersiapkan pengajaran, memilih cara-cara mengajar dan memilih materi pengajaran, sesungghnya bukanlah urusan individu guru yang tidak dapat dibahas dalam komunitas. Hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan dan kemajuan kemampuan akademis siswa, yang semakin mendukung proses pembelajaran menjadi semakin autentik dan efektif merupakan urusan bersama. Kultur demokratis yang memusatkan diri pada pengembangan kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya secara efektif merupakan salah satu perwujudan keberadaan guru sebagai pelaku perubahan, sebab dengan berbagi ilmu pedagogis dan pengalaman mengajar di dalam kelas, para guru saling bertumbuh dan berkembang satu sama lain.
Beberapa momen yang dapat menjadi praktik strategis pengembangan kultur demokratis di sekolah, antara lain:
Dua contoh di atas merupakan gambaran umum yang masih bisa dirinci dan dijabarkan lebih detail agar praktik demokrasi itu benar-benar membentuk kesadaran diri siswa dan guru tentang tanggung jawab mereka terhadap kehidupan bersama. Masih ada banyak momen dalam sekolah yang bisa dipakai oleh guru untuk mengembangkan kehidupan demokrasi di lingkungan sekolah, misalnya dalam konteks pengajaran di kelas, pengambilan keputusan di tingkat pengelolaan sekolah, dan lain-lain.
Sekolah yang mampu mengembangkan kultur demokratis secara tidak langsung akan mempersiapkan anak didik untuk dapat terlibat langsung dalam kehidupan demokrasi dalam masyarakat ketika mereka telah menjadi semakin dewasa. Latihan berdemokrasi dalam pengalaman pembelajaran di sekolah akan menumbuhkan semangat kebersamaan dan rasa tanggung jawab atas kehidupan bersama. Pendidikan karakter kiranya juga mesti sejak dini menanamkan nilai-nilai dan semangat demokratis ini dalam diri anak didik agar kelak mereka menjadi warga negara yang aktif membangun tatanan masyarakat baru menjadi lebih baik, sebab mereka sadar bahwa kehidupan bersama merupakan tanggung jawab setiap orang. Menumbuhkan semangat demokratis dalam lingkungan pendidikan merupakan salah satu amanah bagi kinerja guru sebagai pendidik karakter siswa. Semoga.
*)Penulis adalah guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang
0 Komentar