Mengintegrasikan Puasa dengan Pendidikan Karakter

Dilihat 257 kali
Proses pembelajaran Seni Budaya di SMP Negeri 2 Mertoyudan Kabupaten Magelang pada saat bulan puasa dapat lebih menguatkan karakter peserta didik pada ranah estetika, kepekaan intuisi, dan nilai kebersamaan.

Ramadan yang jatuh pada Maret ini dapat dimaknai secara komprehensif. Selain menjadi momentum ibadah bagi umat Islam, juga dapat menjadi bagian integral dengan penguatan pendidikan karakter bagi peserta didik di sekolah. Sebagaimana diketahui pendidikan karakter merupakan bagian esensial dalam proses pendidikan yang erat korelasinya dengan amanat pasal 3 Undang Undang Sisdiknas yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mewujudkan watak atau karakter juga peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa secara holistik.


Adapun untuk mengelaborasikan pendidikan karakter secara lebih sistematis, Kemendikbudristek telah menerapkan Gerakan Penguatan Pendikan Karakter (PPK) sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental. Sedangkan landasan hukum PPK adalah Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.


Pendidikan karakter merupakan gerakan bersama untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang ramah secara moral. Dalam konteks ini, pendidikan karakter bukanlah sekadar sebuah kegiatan dan program pendidikan yang tujuan utamanya menumbuhkan individu sebagai pribadi bermoral, dewasa, dan bertanggung jawab, melainkan juga sebuah usaha untuk membangun lingkungan dan ekosistem pendidikan yang mampu mengelaborasikan kultur sekolah sebagai komunitas moral dalam memantik semangat individu sebagai pembelajar (Doni Koesoema A., 2018).

 

Gerakan Bersama


Membicarakan pendidikan karater secara holistik, substansinya tidak bisa dipisahkan dari kulur sekolah. Dalam ranah kultur sekolah dapat menjadi ekosistem yang menggambarkan sejauh mana dinamika relasi antar individu di dalam sebuah lembaga pendidikan merupakan sebuah ekosistem pendidikan yang sehat.


Bisa disadari atau tidak, setiap lembaga pendidikan memiliki kultur sekolah yang terbentuk secara alami melalui jalinan interaksi, relasi, komunikasi, dan praksis-praksis harian yang menjadi kebiasaan dan rutinitas. Kultur sekolah yang ramah secara moral dapat menumbuhkan tanggung jawab profesional moral setiap anggotanya.


Dalam bulan puasa ini, sekolah sebagai satuan pendidikan perlu merealisasikan kultur sekolah dalam aksi nyata dengan cara, momentum bulan puasa ini dapat menjadi gerakan bersama untuk mengintegrasikan pendidikan karakter secara holistik. Puasa sebagai bentuk ibadah sentral selama Ramadan tidak hanya sekadar mencakup kemampuan menahan diri dari aspek fisik, seperti lelah, lapar, atau dahaga. Namun juga memberikan peluang membentuk karakter peserta didik secara utuh dan menyeluruh yang menyatukan landasan spiritual maupun intelektual.


Landasan spiritual perlu dioptimalkan di bulan puasa ini. Menjalankan ibadah puasa tidak hanya sekadar menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi juga terkait dengan upaya untuk meningkatkan kesadaran spiritual. Dalam situasi puasa, setiap individu dihadapkan pada kebutuhan untuk merenung dan mendekatkan diri pada Sang Penguasa Dunia. Aktivitas spiritual, seperti doa bersama, membaca Al quran, bakti sosial, dan berbagai tindakan amal ibadah lainnya, dapat lebih meresap serta memiliki pengimbasan yang lebih mendalam.


Terlebih lagi, salah satu aspek dalam penguatan pendidikan karakter yaitu aspek religius menekankan pada keimanan terhadap Tuhan agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap implementasi ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai secara toleran dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi yang satu sama lainnya saling berkelindan, yaitu relasi individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta atau lingkungan.


Adapun landasan intelektual berorientasi pada pola pikir dan pola tindak dalam praksis kehidupannya. Peserta didik di sekolah, dengan puasa dapat lebih memfokuskan pada pola pikir dan pola tindak dalam mengikuti materi pembelajaran. Dari niat yang muncul dari dalam dirinya untuk bermati raga atau prihatin, akan memantik energi positif sehingga dapat menyelesaikan segala sesuatu yang harus dijalankan dengan tuntas.


Sinergitas antara landasan spiritual dan intelektual ini akan dapat membawa peserta didik untuk lebih berempati terhadap situasional yang berkembang di tengah kehidupan nyata. Dengan puasa akan dapat membangun empati dan kepedulian terhadap orang lain, terutama bagi orang-orang lain yang kurang beruntung.


Pengalaman merasakan lapar dan haus selama bulan puasa dapat mengelaborasikan rasa kepedulian yang mendalam terhadap mereka yang mengalami kondisi serupa setiap hari. Kepedulian semacam itu perlu ditumbuhkembangkan pada masing-masing pribadi peserta didik, agar jiwa kepedulian sosialnya tumbuh dari  niat yang paling tulus untuk bisa saling berbagi.


Momentum puasa dapat pula menjadi sebuah agenda sekolah untuk melakukan pendampingan karakter peserta didik secara berkelanjutan. Melalui laku puasa ini, ekspektasi yang diharapkan, peserta didik dapat ingat dan mau kembali kepada jati dirinya yang suci dan luhur selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan. Ketika nilai fitrah manusia tersebut muncul kembali, maka nilai persamaan dan solidaritas atas penderitaan sesama makhluk hidup akan dapat hadir kembali mewarnai hari-hari mereka, seiring nilai-nilai yang diajarkan dalam hakikat puasa tersebut.

 

Integrasi Terpadu


Momentum bulan puasa yang diintegrasikan dengan penguatan pendidikan karakter akan dapat menjadikan peserta didik menjadi semakin terasah, baik aspek spiritual maupun intelektualnya. Integrasi terpadu tersebut dapat juga menciptakan peluang-peluang untuk memperdalam relasi sosial serta membangun kebersamaan dalam masyarakat. Momentum puasa ini juga dapat menjadi peluang bagi sekolah sebagai satuan pendidikan untuk berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya, sehingga tidak hanya berkutat pada sosok lembaga dengan kemegahan menara gadingnya.


Berbuka puasa bersama, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan melakukan kegiatan positif dalam nuansa kebersamaan selama bulan Ramadan dapat menciptakan kekuatan kebersamaan juga empati sosial. Aksi nyata tersebut merupakan wujud nyata pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh. Dalam konteks ini, pendidikan karakter utuh dan menyeluruh tidak hanya melibatkan individu atau personal secara terpisah, tetapi juga berkelindan melibatkan interaksi sosial dan pembangunan komunitas secara berkelanjutan.


Dengan mengoptimalkan bulan puasa sebagai bentuk nyata penguatan pendidikan karakter, di samping bermanfaat untuk peserta didik, dapat juga menjadikan sekolah semakin peka terhadap persoalan dan situasi aktual yang terjadi di sekitarnya. Kecerdasan sekolah mencari peluang inspiratif untuk mengoptimalkan bulan puasa dalam aksi nyata juga bersosialitas dengan lingkungan internal maupun eksternal akan dapat menguatkan kultur sekolah sebagai basis pendidikan karakter.  

 

(Oleh: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang)

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar