Mudik Pemantik Kunjungan Wisata

Dilihat 184 kali
Destinasi wisata yang bersih, rapi, dan dikelola secara profesional akan dapat membuat wisatawan nyaman serta kerasan untuk tinggal lebih lama yang sangat bermanfaat dalam merealisasikan strategi pariwisata berkelanjutan.

SUDAH menjadi momentum rutin tahunan, dominasi masyarakat di seluruh penjuru Nusantara yang merantau atau tinggal di kota-kota besar jauh dari tempat tinggalnya, menjelang hari Raya Idul Fitri akan pulang ke kampung halamannya. Momentum rutin tahunan ini, sudah mentradisi berabad-abad lalu sejak zaman Kerajan Demak, sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara. Mereka yang merantau keluar dari kampung halamannya, baik itu yang berprofesi sebagai pedagang, pejabat kerajan, atau para jawara, sudah dipastikan akan memanfaatkan momentum sewarsa sekali ini untuk melepaskan rindu di kampung halamannya.

Tradisi mudik lebaran sudah menjadi ritual bagi umat muslim tanpa memandang status sosial. Berbagai motivasi mudik menyertai pemudik ketika berniat melaksanakan kegiatannya, seperti niat untuk sungkem kepada orang tua, berbagi kebahagiaan dengan sesama, rindu kampung halaman, dan siluturahmi dengan sanak saudara juga handai taulan. Semua fenomena metafisik tersebut, baik yang tersurat maupun tersirat terkandung di dalamnya. Ada suatu adagium yang penuh makna, setinggi-tinggi bangau terbang, ia akan kembali ke sangkarnya. Seberapa pun jauhnya merantau, pada akhirnya seseorang akan kembali ke asalnya.

Momentum Kultual

Bila ditelisik lebih jauh, mudik dipandang sebagai suatu momentum kultural kearifan lokal yang merupakan wujud solidaritas sosial tanpa memandang stratifikasi sosial. Mudik dapat dipandang sebagai bentuk kearifan lokal yang menepiskan berbagai strata sosial. Fenomena tersebut dipertegas oleh Andre Moller, seorang peneliti dari Swedia dalam buku Ramadan di Jawa (2002), yang menganalisis bahwa tradisi mudik merupakan fenomena spesifik dan unik yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia untuk menyambut datangnya hari raya Idul Fitri, sebagai hari kemenangan setelah umat Islam menjalankan laku prihatin puasa selama satu bulan penuh.

Mudik sebenarnya juga dapat dimaknai sebagai ungkapan bentuk kebutuhan psikologis. Munculnya kerinduan untuk pulang napak tilas tempat tinggal semula ketika masih di kampung atau tempat tinggal masa kelahirannya yang menyimpan memori, merupakan kerinduan psikologi primordial. Implikasinya tak lain, yaitu pandangan dengan memegang teguh berbagai hal yang dibawa sejak kecil, baik tradisi, adat, maupun kepercayaan. Di Indonesia, momentum lebaran dan mudik didukung oleh pembenaran teologis untuk menyampaikan bakti dan permohonan maaf kepada handai taulan, khususnya orang tua yang sudah melahirkan.

Bagi komunitas perantau, mudik di saat lebaran bukan hanya sekadar pulang kampung halaman.Mudik  merupakan momentum kultural juga kewajiban sosial yang perlu dilakukan terhadap keluarga, saudara, juga tetangga. Relasi sosial tersebut merupakan rangkaian peristiwa budaya yang sampai saat ini masih mentradisi pada semua lapisan masyarakat. Beratnya tantangan yang dihadapi para pemudik, tidak pernah menyurutkan niat dan kemauan pemudik untuk kembali singgah ke kampung halaman yang menyimpan berbagai memori sejak dilahirkan.  

Mendongkrak Sektor Pariwisata

Tidak bisa dipungkiri, tradisi mudik mampu memberikan dampak berlapis bagi perekonomian yang menjadi daerah destinasi mudik. Dalam hal ini, setiap pemudik adalah wisatawan yang akan berkesempatan mengunjungi destinasi wisata dan membelanjakan finansialnya sepanjang perjalanan sehingga membangkitkan sektor UMKM. Aktivitas mudik lebaran pada gilirannya dapat mendongkrak sektor pariwisata. Selain tujuannya pulang kembali ke kampung halaman, para pemudik pada umumnya meluangkan waktu melihat daya tarik wisata sehingga bisa menambah pendapatan komunitas sekitar.

Mudik dan pariwisata merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Orang melakukan mudik untuk pulang kampung merayakan lebaran. Dominasi pemudik akan memanfaatkan waktu liburan sembari berwisata. Dengan demikian pemudik dalam perspektif pariwisata dapat dikatakan sebagai wisatawan Aktivitas pemudik sebagai wisatawan otomatis menggerakkan dinamika pariwisata nasional secara umum maupun pariwisata daerah pada khususnya. Dinamika sektor pariwisata ini nampak ketika musim mudik tiba terlihat akan meningkatnya permintaan pemudik sebagai wisatawan. Adapun pengimbasan positif nampak terhadap tingkat hunian hotel, penggunaan berbagai moda transportasi, juga konsumsi makanan, hiburan, juga souvenir.

Lebih jauh lagi, sektor pariwisata dapat menjadi komponen kunci perekonomian di sektor jasa yang mampu memantik pertumbuhan ekonomi nasional. Di samping itu, sektor pariwisata juga mampu menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun investasi. Dua aspek baik konsumsi maupun investasi dapat menumbuhkan aktivitas produksi barang maupun jasa. Selama berwisata, wisatawan akan melakukan aktivitas belanja, sehingga secara langsung memunculkan permintaan pasar barang dan jasa. Oleh karena itu, pada saat orang-orang melakukan mudik dan kemudian berwisata maka terjadi pergerakan dinamika pariwisata secara masif. Aktivitas ini juga akan turut memantik pertumbuhan ekonomi berskala nasional.

Apabila ditelisik lebih akuratif, sektor pariwisata dapat menjadi komponen kunci perekonomian di sektor jasa yang mampu memicu pertumbuhan ekonomi nasional. Elaborasi industri pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dalam usaha memenuhi permintaan pariwisata, diperlukan investasi di bidang transportasi, komunikasi, perhotelan serta akomodasi lainnya, seperti industri kerajinan, industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan, serta berbagai produk jasa lainnya. Selain itu, Industri pariwisata tidak hanya mampu meningkatkan pendapatan devisa, tetapi juga berpotensi menciptakan peluang kerja, sehingga dapat mereduksi tingkat pengangguran yang ada di masyarakat.  

Dengan demikian, kiranya pada saat kunjungan wisatawan liburan Idul Fitri melonjak, pengelola pariwisata perlu melakukan standar pelayanan profesional. Palayanan prima perlu menjadi parameter utama untuk melakukan standar operasional tersebut. Area wisata perlu dikemas sedemikian rupa agar wisatawan betah dan nyaman. Adapun yang perlu dijaga, jangan sampai pengelola pariwisata merusak citra pariwisata tersebut. Seperti menaikkan harga tiket atau menyediakan jasa pemandu dengan menaikkan harga setinggi langit karena berasumsi mumpung wisatawan overload. Manajeman yang kurang diperhitungkan ini harus dihindari, karena ujung-ujungnya akan berdampak besar terhadap strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan.


Penulis: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang 

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar