Pentingnya Pendampingan Khusus Bagi Anak Hiperaktif

Dilihat 161 kali

Bila kita memiliki anak yang hiperaktif, anak kita itu memiliki gejala tidak mampu memusatkan perhatian (konsentrasi) pada satu tugas tertentu. Anak kita yang hiperaktif juga selalu gelisah dan tidak bisa duduk dengan tenang. Penyebab anak kita hiperaktif, menurut para ahli yaitu adanya kerusakan kecil pada sistem saraf pusat dan otak sehingga rentang konsentrasi menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan. Menurut para ahli juga, anak hiperaktif selalu bergerak ke sana kemari tak terarah, tak sesuai dengan situasi yang dihadapi. Mereka pun kerap gagal menyelesaikan tugas.


Beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan gangguan pada anak kita yang hiperaktif, antara lain temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, multifungsi otak, epilepsi. Juga kondisi gangguan di kepala, seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan sulit atau kepala pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk dan alergi makanan. Gangguan ini tak kentara karena anak tidak mengeluh sakit, walau sebetulnya telah terjadi gangguan pada susunan saraf pusat.


Jangan Buru-Buru Memvonis


Sayangnya, kita sebagai orang tua sering salah menduga, bahwa anak kita yang baru berumur dua tahun yang memang lagi senang-senangnya bergerak dan sulit duduk diam, divonisnya hiperaktif. Padahal ciri-ciri hiperaktif baru terdeteksi setelah anak kita setidaknya berusia empat tahun atau usia awal sekolah.


Apa yang dilakukan tidak satu pun diselesaikan oleh anak hiperaktif. Anak hiperaktif cepat sekali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Kadang perkembangan motorik dan bahasanya juga terlambat. Ia mudah terangsang, perhatiannya gampang teralihkan, tak tahan frustasi, dan tidak dapat mengontrol diri. Yang terakhir ini lantaran mudahnya ia terangsang, di samping memang impulsif. Tuntutannya harus segera dipenuhi. Suasana hatinya anat labil. Beberapa menit terlihat gembira, mendadak marah-marah dan ngambek.


Ciri lainnya, anak hiperaktif tak mampu mengontrol gerakan. Duduk tak tenang, bergoyang-goyang, atau merosot hingga terjatuh dari tempat duduk. Sepertinya ia tak kenal lelah, sekakan energinya bersumber dari mesin. Kalau anak lain diam karena capek sehabis berlarian, anak hiperaktif biasanya hanya minum lalu bergerak lagi. Mulutnya tak pernah diam, terus saja berkicau. Ia tak sabar menunggu giliran, sehingga senang menyerobot, dan bicaranya terburu-buru. 


Daya konsentrasi anak kita yang mengalami gejala hiperaktif rendah dan seolah-olah tak mau mendengarkan perkataan kita sebagai orang tua. Malahan mata anak kita yang mengalami gejala hiperaktif seperti tak memperhatikan lawan bicaranya.


Kalaupun ciri-ciri di atas ada pada anak kita yang mengalami gejala seperti itu, sebaiknya jangan dulu buru-buru memvonis anak kita hiperaktif. Amati selalu perkembangannya dan bandingkan dengan anak sebayanya. Andaikata sampai enam bulan ia masih menunjukkan tanda-tanda itu, baru kita sebagai orang tua  berkonsultasi dengan psikolog anak. Jangan didiamkan karena bisa berlanjut hingga dewasa. Bisa-bisa nantinya anak kita menemukan masalah dalam pekerjaan, gara-gara cepat bosan, jenuh, pencemas, tidak pernah menyelesaikan tugas dan anak kita menjadi anti sosial.


Obat Bukan Satu-Satunya


Penanggulangan kasus gangguan pemusatan perhatian pada anak kita yang mengalami gejala hiperaktif memang berbeda-beda. Tergantung berat-ringannya. Yang ringan dapat ditangani melalui bimbingan dan penyuluhan kepada orang tua dan pendidikan khusus untuk memperbaiki perilaku anak kita. Terapi psikologis dibutuhkan juga untuk mengatasi stress dan berbagai konfliknya, yang biasanya berkaitan dengan hubungan sosial.


Namun bila cukup parah, pemberian obat diperlukan juga agar anak kita yang mengalami gejala hiperaktif mampu berkonsentrasi dan menyelesaikan tugas dengan baik. Meski para ahli umumnya tak menyarankan obat-obatan sebagai terapi tunggal. Obat stimulan saraf yang umunya diberikan pada anak hiperaktif, antara lain metilfenidat, dekstro-amfetamin, dan pemolin-magnesium. Hasilnya anak pun bisa tenang dan berkonsentrasi selama beberapa jam.


Sayangnya, walaupun efektif, obat memiliki efek sampingan yang merugikan. Timbul kantuk, nafsu makan berkurang, atau sebaliknya sulit tidur, nyeri perut, sakit kepala, cemas, perasaan tidak nyaman, serta kreativitasnya terhambat. Dalam jangka panjang semua ini bisa memberikan efek negatif terhadap sistem syaraf anak kita. Yakni menyebabkan kecanduan/ketergantungan obat, bahkan sampai ia dewasa.


Untuk menghindari efek negatif obat, pelbagai terapi lain bisa dijadikan alternatif. Seperti berikut ini.


Olahraga Menyedot Energi


Anak kita yang mengalami hiperaktif menyimpan energi berlebihan. Untuk lebih menyalurkan energinya, ajaklah anak kita berolahraga atau bertamasya ke alam terbuka, semisal kebun binatang, taman bermain. Di sana anak kita bisa bermain, memanjat dan berlari sesuka hati. Intinya lakukan aktivitas yang menyenangkan dirinya. Hati-hati mengajaknya ke pusat perbelanjaan, karena begitu dibiarkan sendirian, anak kita yang hiperaktif akan pergi ke mana pun dia suka.


Jika bermain di rumah, ajaklah anak kita melakukan permainan yang membutuhkan konsentrasi, seperti menyusun puzzle, berkebun, atau memelihara binatang. Libatkan anak kita dalam banyak kegiatan sepulang sekolah, misalnya belajar musik, berenang, tenis, karate, dan lain-lain. Tentu saja tanpa melupakan bakat dan kemampuan fisik anak kita.


Warna Mendinginkan Otak


Sekadar sebagai pendamping, terapi ini menyarankan agar anak kita yang hiperaktif dipaparkan pada warna-warna mendinginkan atau agak gelap. Efeknya akan menerangkan otaknya. Warna-warna itu bisa ditempatkan di kamar-kamar rumah kita, berupa warna dinding, pintu, perabot, baju, lampu, dan sebagainya. Warnanya bisa hijau, biru muda, ungu, atau biru tua. Hindari warna terang dan panas, semisal merah, kuning, oranye karena justru merangsang otaknya untuk selalu beraktivitas. 


Perbaiki Jalur Pendengaran


Anak kita yang hiperaktif juga memiliki masalah pendengaran. Bisa mendengar, tetapi kesulitan mengerti apa yang didengarnya. Karena telinga dan otak tidak bekerja efisien dalam memproses suara. Ada kesulitan memilih suara dari banyak sumber suara yang ada. Juga kesulitan memusatkan pendengaran pada suara tertentu. Misalnya, seharusnya mendengar suara gurunya di dalam kelas, ia malahan tertarik dengan bunyi klakson mobil di luar ruangan kelas. Akibatnya, anak kita yang hiperaktif sulit berkonsentrasi pada suatu hal. Ia terganggu oleh semua bunyi di sekitarnya. 


Terapi suara memulihkan kapasitas pendengaran/penerimaan suara sehingga anak kita yang hiperaktif dapat belajar terfokus dan menangkap suara yang diinginkan langsung ke pusat bahasa di otak. 


Masalah persepsi suara disebabkan oleh penutupan pendengaran untuk beberapa frekuensi suara. Otot telinga menjadi malas dan tidak tanggap. Karena itu, perlu distimulasi dan dilatih agar mencapai kapasitas normal untuk memperbaiki pendengaran dan mengorganisasikan transmisi pendengaran dalam otak anak kita yang hiperaktif. Proses ini akan mengurangi stres dan ketegangan saraf. Anak kita yang hiperaktif akan dapat mengikuti mana suara yang diinginkan.


Pada terapi suara, anak kita yang hiperaktif harus mendengarkan musik khusus setiap hari selama 30-60 menit. Jika anak kita sulit untuk duduk diam, musik khusus dapat diperdengarkan ketika anak kita tidur. Hasil efektif umumnya terlihat setelah 100 jam pascaterapi. Aktivitas fisik anak kita  akan tampak menurun sementara daya konsentrasinya meningkat. Semoga. 


Penulis: P. Budi Winarto, S.Pd. Guru SMP Pendowo Ngablak Kabupaten Magelang.

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar