Seni Tari Pendukung Industri Pariwisata

Dilihat 195 kali
Seni tari yang dikemas secara menarik dan profesional akan dapat menjadi daya dukung signifikan untuk industri pariwisata. Pentas seni tari rutin setiap akhir bulan di Sanggar Seni Borobudur Art Center dapat memberi daya hidup industri pariwisata di kawasan Borobudur.

Seni tari sebagai salah satu aspek seni pertunjukan sampai saat ini sebarannya sudah mulai merebak ke berbagai sektor. Tak ketinggalan industri pariwisata juga mendapatkan kontribusi besar dari seni pertunjukan tari ini. Event pariwisata di berbagai daerah destinasi wisata, sampai saat ini disemarakkan dengan seni tari guna menarik minat pengunjung. Seperti hotel-hotel berbintang di kawasan Candi Borobudur dan sekitarnya, pada saat dinner (jamuan makan malan), banyak memberikan santapan estetis untuk pengunjung hotel dengan sajian berbagai seni tari yang sarat akan tuntunan hidup dan kearifan lokal.


Seni tari sebagai ekspresi manusia yang bersifat estetis, kehadirannya tidak bersifat independen. Dilihat secara tekstual, seni tari dapat dipahami dari bentuk dan teknik yang berkorelasi dengan komposisi atau teknik penarinya. Sementara dalam perspektif kontekstual, seni tari dapat lebih dimaknai sebagai bagian integral dari dinamika sosio-kultural komunitasnya. Eksistensi seni tari dengan lingkungannya merupakan fenomena yang cukup menarik untuk dibahas dalam menjadi bahan dialektika (Lies Apriani, 2013).


Seni Wisata


Dengan menelisik seni tari sampai kedalamannya, dapat diketahui bahwa seni tari tidak hanya dapat dilihat dari persepktif estetis saja, namun juga dalam perspektif lintas disiplin yang saling berkelindan dengan konteks komunitasnya. Seperti halnya, seni tari memiliki posisi strategis untuk mengembangkan industri pariwisata yang memfokuskan pada pemahaman seni wisata.


Implikasi seni wisata tak lain adalah fungsi kesenian sebagai tontonan atau hiburan yang lebih mengedepankan aspek pertunjukannya. Aspek ini sebagai pemaknaan dari sistem pasar wisata yang menegaskan adanya korelasi produsen - konsumen, sehingga cenderung mengutamakan selera publik wisata. Dalam konteks industri pariwisata, berbagai jenis seni pertunjukan, termasuk seni tari telah diperlakukan sebagai faktor produksi yang nilainya tergantung pada selera pasar.


Meskipun demikian, apresiasi pasar terhadap terhadap berbagai komoditas seni tari yang disajikan untuk konsumsi wisatawan, tidak selalu tergantung pada kemampuan komoditas tersebut untuk memenuhi kebutuhan dan selera estetik wisatawan. Kapabilitas daya beli wisatawan, bentuk kemasan, dan keanekaragaman seni pertunjukannya juga berpengaruh pada apreasiasi pasar dan sangat menentukan nilai transaksi.


Bagi wisatawan kelas atas dengan stratifikasi sosial kaya, akan cenderung memilih sajian seni tari yang berkualitas tanpa memerdulikan mahalnya harga yang mereka harus bayar. Bahkan seringkali mereka sudah menentukan seluruh rangkaian acara, tempat pergelaran pertunjukan, menu makanan, dan kemasan sajian seni pertunjukan yang harus ditampilkan. Di Hotel Amanjiwo Borobudur dan Plataran Heritage, walauan hanya satu kamar, wisatawan tersebut sering minta kemasan seni tari selaras dengan keinginan mereka, seperti ulang tahun, pesta pernikahan, kenaikan karir atau prestasi. Mereka sanggup memesan paket seni tari dan juga karawitan dengan tarif yang sangat fantastis.


Sementara itu bagi wisatawan yang tidak cukup memiliki bekal finansial, lebih memilih menginap di hotel-hotel kelas melati yang murah, mengonsumsi makanan murah di warung-warung pinggir jalan, membeli benda-benda seni yang terjangkau oleh kemampuan finansialnya. Mereka memilih menyaksikan seni pertunjukan dengan harga tiket tidak mahal atau malahan menonton seni pertunjukan gratis yang dipergelarkan untuk umum.


Mencermati minat wisatawan pada aspek seni pertunjukan tersebut, Soedarsono dalam buku Seni Pertunjukan dan Pariwisata (1999) mengemukakan formulasi tentang seni wisata yang memiliki ciri-ciri: (1) tiruan dari aslinya; (2) bentuk mini atau dikemas secara singkat dan padat; (3) ditanggalkan nilai-nilai sakral, magis, dan simbolisnya; (4) penuh variasi; dan (5) murah harganya.


Selera estetik dan pola konsumsi wisatawan terhadap seni dan hiburan yang cenderung berbeda dengan masyarakat tradisional, pada akhirnya berhasil mendorong tumbuh dan berkembangnya kemasan-kemasan seni pertunjukan tradisi untuk muncul dengan wajah baru, yakni sebagai suatu kitsch yang mengarah pada selera pasar. Maka tak mengherankan, saat ini  wisatawan dapat menyaksikan pementasan seni tari tak dibatasi waktu. Mereka bila ingin menyaksikan Sendratari Ramayana, tidak perlu harus menunggu bulan purnama di Candi Prambanan. Sendratari tersebut sudah banyak dikemas miniatur, dan dipromosikan oleh banyak hotel, termasuk hotel-hotel berbintang di kawasan Borobudur.


Pada prinsipnya seni tari dan pariwisata merupakan bentuk dari kelembagaan yang bisa saling mendukung secara mutual. Seni tari memiliki peran signifikan dalam mendorong terbentuknya industri pariwisata kreatif. Wujud konkretnya di antaranya, kelembagaan seni tari dapat mengembangkan dan menghasilkan jenis-jenis seni tari wisata. Di samping itu, kelembagaan seni tari dapat memberikan hiburan yang bersifat rekreatif kepada wisatawan, sehingga dapat menambah kenyamanan lama tinggal (length of stay).


Sedangkan kelembagaan industri pariwisata dapat menjadi promotor dan distributor atau pemasaran seni tari wisata. Di samping itu, industri pariwisata dapat juga menjadi relasi atau partner kerja dalam memajukan industri pariwisata kreatif. Kolaborasi mutual antara seni tari dengan industri pariwisata tersebut dapat menjadikan kedua kelembagaan tersebut berjalan paralel yang saling melengkapi dan menguntungkan.


Peran Strategis


Mengingat seni tari sebagai salah satu sajian estetis memiliki peran strategis untuk mendukung industri pariwisata, maka saat ini diperlukan langkah-langkah kreatif para seniman untuk mengemas seni pertunjukan tari yang selaras dengan konsumsi publik wisatawan. Kemasan-kemasan seni tari dengan tema kearifan lokal perlu digali kembali agar wisatawan mendapat kesan spesifik dari kunjugannya. Semisal, wisatawan akan berkunjung ke Borobodur, para seniman seni tari perlu mengemas seni pertunjukannya selaras dengan tema Candi Borobudur, baik dari sejarah berdirinya atau isi relief yang ada di bangunan peninggalan dinasti Syailendra tersebut.


Tidak bisa dipungkiri, industri pariwisata banyak diuntungkan dengan kehadiran seni tari untuk mendulang target kunjungan wisata. Untuk itu, kiranya industri pariwisata perlu memberikan penghargaan pada karya para seniman tari atau sanggar-sanggar seni sesuai dengan proporsinya. Penghargaan dapat diwujudkan dengan kompensasi memadai yang harus diterima oleh para senimannya, sehingga tidak tidak ada kesan industri pariwisata mengekploitasi para seniman. Namun keduanya, merupakan mitra kerja sama yang saling bersinergi demi tujuan bersama, yaitu untuk meningkatkan dan mengembangkan industri pariwisata berbasis budaya. 


Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Desa Jogonegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kab. Magelang

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar