Strategi Pendidikan Karakter Saat Pandemi

Dilihat 9761 kali
Foto ilustrasi: merdekabelajar.my.id

Budaya tidak terbentuk dari tindakan-tindakan istimewa dan besar, melainkan dari pembiasaan dan praksis nilai yang konsisten diterapkan di satuan pendidikan (sekolah). Nilai-nilai ini dihayati, dihidupi, dan dievaluasi secara terus menerus oleh warga satuan pendidikan.


Dengan demikian, membangun budaya sekolah berkarakter sesungguhnya adalah sebuah ketekunan untuk menghayati kegiatan harian, bukan mengubah menjadi sekadar rutinitas, melainkan sebuah pekerjaan dan tindakan kecil yang dihayati setiap hari di lembaga pendidikan.


Lembaga pendidikan merupakan tempat yang efektif untuk membentuk karakter melalui penanaman nilai-nilai moral universal bagi setiap individu yang terlibat di dalamnya. Penanaman nilai ini memiliki banyak bentuk, kegiatan, sikap, pola pikir, dan perilaku yang melibatkan seluruh anggota komunitas sekolah, mulai dari guru, tenaga kependidikan, karyawan, staf manajemen sekolah, orang tua, dan masyarakat.


Utuh dan menyeluruh


Dengan kata lain, implementasi pendidikan karakter di sekolah harus utuh dan menyeluruh, melibatkan makin banyak orang, baik di dalam lingkungan sekolah sendiri maupun di luar lingkungan sekolah. Ada banyak wajah yang menjadi ekspresi dari bentuk pendidikan karakter.


Pendidikan karakter yang melahirkan akhlak mulia mesti segera menjadi perhatian bagi semua pihak. Maraknya persoalan moral, kejahatan di dunia maya, tawuran pelajar, dan perundungan yang makin meningkat membuat kita semua perlu bahu membahu bekerja sama dalam membentuk karakter peserta didik (Doni Koesoema A & Evi Anggraeny, 2020).


Menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman, dan ramah merupakan prakondisi dari semangat Merdeka Belajar yang digaungkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim. Tanpa lingkungan belajar yang kondusif, mustahil terbentuk individu yang mampu secara merdeka dan bebas belajar menemukan keunggulan dan potensi dirinya.


Membentuk karakter peserta didik yang memiliki kompetensi unggul tidak akan terwujud bila lingkungan pendidikan belum ramah bagi efektivitas proses belajar di sekolah. Prestasi akademis peserta didik tidak akan meningkat dengan pesat bila lingkungan sosial belum terbentuk.


Adanya gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat sekolah-sekolah di seluruh pelosok Nusantara saat ini sedang mengarah menuju pertumbuhan karakter sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) dalam lembaga pendidikan.


Pada prinsipnya pendidikan karakter sesungguhnya ingin menumbuhkan semangat optimisme dan pengharapan bagi capaian cita-cita mereka di masa depan. Oleh karena itu, pendidikan karakter mesti menyertakan visi jauh ke depan yang melihat para peserta didik sebagai calon pemimpin bangsa yang bergulat mengatasi persoalan dan tantangan zaman di bumi nusantara, seperti kemiskinan, ketidakadilan, pembodohan, atau disintegrasi sosial.


Penanaman integritas


Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia yang mengharuskan peserta didik untuk belajar dari rumah menuntut konsekuensi dari penanaman pendidikan karakter. Seperti diketahui ketika pembelajaran daring diberlakukan, peserta didik cenderung mengikuti pembelajaran yang kurang menunjukkan kedisiplinan sebagaimana pembelajaran tatap muka. Mereka hanya mengerjakan tugas dari guru sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan. Semua itu hanya mengarah pada ranah kognisi. Sedangkan ranah afeksi (sikap) belum terajut secara optimal.


Dengan demikian guru perlu mengatur strategi pembelajaran dengan mengarahkan pada aspek penanaman integritas. Makna integritas tersebut dalam penguatan pendidikan karakter selaras dengan Perpres No. 15 tahun 2017 merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran.


Salah satu model yang dapat diterapkan pada saat pandemi ini diantaranya dengan tugas kelompok secara virtual bagi peserta didik. Guru hanya perlu memberikan tugas dan tenggat waktu kepada peserta didik tanpa perlu memaksa peserta didik menggunakan suatu jenis platform dalam penggunaannya.


Dengan demikian seluruh langkah yang dilakukan oleh peserta didik akan secara langsung memberikan berbagai ragam penamanan karakter termasuk nilai integritas. Seperti peningkatan motivasi, tanggung jawab, empati sebagaimana menolong sesama teman yang belum paham dari tugas yang akan dikerjakan.


Tentunya guru perlu juga masuk dalam diskusi virtual untuk memantau dalam setiap diskusi dari proses awal sampai akhir. Termasuk keaktifan peserta didik, komunikasi bahasa yang digunakan, serta etika dalam diskusi secara normatif.


Strategi penanaman karakter di era pandemi ini memang menuntut guru untuk kreatif mengemas materi pembelajaran secara inovatif tanpa mengurangi nilai humaniora yang menjadi ciri khas kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia.



Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd.

Guru Seni Budaya

SMK Wiyasa Magelang

Editor Fany Rachma

0 Komentar

Tambahkan Komentar