Terobosan Masa Depan Melalui SMK Model

Dilihat 904 kali
Pendidikan di SMK diharapkan dapat mengorbitkan sumber daya unggul profesional sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

SEPERTI diketahui, sampai saat ini secara general praktik penyelenggaraan SMK di Indonesia masih menunjukkan beberapa kelemahan yang cukup elementer. Di antara dominasinya sampai saat ini hanya menyelenggarakan fungsi tunggal, yaitu menyiapkan lulusannya untuk bekerja. Fungsi-fungsi lain yang juga tidak kalah penting belum diimplementasikan secara optimal, misalnya pelatihan bagi para penganggur, pelatihan bagi karyawan perusahaan, pengambangan unit produksi/teaching factory, industri masuk SMK/teaching industry, Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), Tempat Uji Kompetensi (TUK), dan pengembangan bahan latihan. Akibatnya, sumber daya SMK terutama guru dan fasilitas sekolah belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga terjadi idle capacity/under utilization (kapasitas kosong/di bawah pemanfaatan)

Di samping itu, kebanyakan SMK saat ini terfokus pada menyiapkan peserta didiknya  untuk bekerja  pada bidang keahlian tertentu sebagai pekerja atau karyawan. Sangat sedikit sekali SMK yang sengaja menyiapkan peserta didiknya untuk menjadi wirausahawan (pengusaha). Dari berbagai penelitian, dominasi lulusan SMK yang bekerja di sektor formal kisarannya hanya 30 %. Sedangkan yang 70 % banyak bekerja di sektor informal seperti UMKM yang memang lembaga pendidikan SMK tidak mempersiapkan dengan baik. Oleh karena itu, SMK perlu menyiapkan peserta didiknya untuk menjadi karyawan dan wirausahawan atau pengusaha profesional (Slamet PH, 2013).

Untuk menghadapi tuntutan zaman di era global ini, sudah saatnya di Indonesia mengembangkan SMK Model. Elaborasi SMK Model perlu berangkat dari kondisi dan kepentingan nasional dalam upaya mempertebal spirit nasionalisme berdasarkan Pancasila dan pilar-pilar persatuan maupun kesatuan Indonesia, yaitu UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi pedoman dasar dalam pola pikir maupun pola tindak.

Terobosan Baru

SMK Model adalah SMK yang dikembangkan dengan menyelenggarakan fungsi tunggal yaitu menyiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja pada bidang tertentu menjadi SMK yang menyelenggarakan multi-fungsi (fungsi majemuk) atas dasar prinsip-prinsip kemanfaatan, keterpaduan program, integrasi sumber daya manusia, resource sharing (berbagi sumber daya) dan pemanfaatan TIK (Teknologi Informasi Komunikasi) secara maksimal. Satu hal paling elementer yang perlu dilakukan oleh SMK Model adalah membangun kerjasama yang sinergis dengan dunia kerja, mulai dari perumusan kompetensi, penyusunan bahan ajar, implementsi kegiatan hingga  sampai evaluasi dan sertifikasi  kompetensi.

Program-program di SMK Model hendaknya  disusun selaras dengan kebutuhan peserta didik dan kemajemukan kebutuhan masyarakat serta dunia kerja dalam berbagai sektor baik sektor primer, sekunder, tersier, maupun kwarter. Untuk itu harmonitas antara SMK Model dan dunia kerja merupakan imperatif, baik dalam dimensi kuantitas, kompetensi, lokasi (tempat), maupun alokasi waktu yang perlu dipersiapkan.

SMK Model dapat menyelenggarakan beragam jalur pendidikan, baik formal maupun non formal selaras dengan kebutuhan komunitas lokal, nasional, regional, dan internaional. Oleh karena itu, berbagai alternatif, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang selaras dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu disediakan melaui program-program yang berpihak pada kemajemukan kebutuhan komunitas.

Mengingat SMK Model tidak bisa steril dari perkembangan global, maka SMK Model perlu terbuka terhadap gesekan-gesekan  kemajuan global yang konstruktif dengan tetap berjati diri Indonesia. Oleh karena itu, dalam mengadopsi dan mengadaptasi perkembangan global harus dilakukan secara eklektif inkorporatif, dalam arti tidak semua perkembangan global dipindah secara  utuh tanpa menganalisis konteks asing dan kesesuainnya dengan konteks Indonesia.

Berkenaan dengan hal tersebut, memang benar apa yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara bahwa Indonesia harus terbuka terhadap pengaruh budaya asing, tetapi harus menggunakan teori trikon, yaitu kontinyuitas (berkesinambungan dalam melestarikan dan mengelaborasikan kebudayaan Indonesia), konsentrisitas (beroriengasi pada kebudayaan dunia, namun konsisten dengan menunjukkan kepribadian nasional), dan konvergensi (mengintegrasikan dengan kebudayaan yang datang dari mancanegara secara selektif yang selaras dengan kepribadian Indonesia). Ajaran Ki Hadjar Dewantara tersebut sampai saat ini masih tetap aktual sebagai sumber inspirasi untuk menyusun regulasi dalam sektor pendidikan.

Fungsi Majemuk

Agar pendidikan kejuruan tetap selaras dengan kebutuhan komunitas, King & Palmer dalam Planning For Technical and Vocational Skills Development (2010), menegaskan pada abad 21 memerlukan reformasi pendidikan kejuruan yang spektakuler. Untuk Indonesia, pendapat mereka bukanlah hal yang baru karena pada tahun 1998 Direktorat Pembinaan SMK telah melakukan reformasi dengan konsepnya yang disebut Skills Toward 2020 yang intinya bahwa SMK  harus mengedepankan program berbasis demand driven (berbasis kebutuhan dunia kerja dengan segala variasi dan jenis-jenisnya).

Skills Toward 2020 juga sangat selaras dengan saran UNESCO (1984) bahwa pendidikan kejuruan perlu menata ulang  organisasi dan koodinasinya dengan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan SMK Model perlu lebih menekankan pada keselarasannya dengan kebutuhan kebutuhan komunitas. Dengan demikian pengembangan SMK Model perlu mencakup berbagai fungsi mejemuk, diantaranya pertama, dapat berfungsi untuk mengembangkan program-program unggulan yang mutu lulusannya dapat dirujuk oleh SMK-SMK lainnya. Program tersebut dapat diwujudkan membentuk jurusan-jurusan yang selaras dengan dunia kerja.

Kedua, SMK Model dapat mendirikan  unit usaha di sekolahnya yang produknya bisa berupa barang dan jasa. Sedangkan peserta didiknya dapat bekerja di unit usaha tersebut sebagai karyawan atas bimbingan gurunya. Adapun unit usahanya dapat berupa koperasi atau badan usaha. SMK semacam ini  berfungsi sebagai pusat pengembangan unit produksi dan perlu menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berbasis dunia kerja dan bukan belajar yang sifatnya artifisial (tiruan).

Ketiga, SMK dapat berfungsi sebagai teaching industry, yaitu SMK bekerja sama dengan  industri yang menyediakan tempat bagi industri untuk memproduksi barang sesuai dengan yang diproduksi oleh industri bersangkutan. Guru dan peserta didik SMK dapat membuat produk atas bimbingan karyawan industri. Dengan cara ini SMK dapat memperoleh transfer of knowledge dan lisensi dari industri untuk memproduksi barang dan memasarkannya secara terbatas.

Keempat, berfungsi sebagai pusat pelatihan kerja bagi siapa saja yang membutuhkan dan diuntungkan, terutama para pencari kerja atau mereka yang ingin meningkatkan keterampilannya. Untuk itu, SMK Model harus memiliki program-program keterampilan jangka pendek (short training) yang bervasiasi/beragam sesuai dengan kebutuhan  para pencari kerja atau siapa saja yang membutuhkannya dalam rangka meningkatkan keterampilannya.

Dengan demikian untuk mewujudkan SMK Model yang diharapkan memang diperlukan penataan ulang kebijakan, perencanaan, penganggaran, kelembagaan, dan sumber daya yang diperlukan. Harapannya nanti SMK dapat menjadi idaman publik yang dapat menghasilkan sumber daya profesional.


Penulis: Drs. Ch. Dwi Anugrah, M.Pd., Guru Seni Budaya SMK Wiyasa Magelang

Editor Slamet Rohmadi

0 Komentar

Tambahkan Komentar